Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lima Gembong Perdagangan Orang di Lombok Ditangkap Polda NTB

Kompas.com - 08/05/2019, 09:18 WIB
Fitri Rachmawati,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

MATARAM, KOMPAS.com - Polda NTB berhasil meringkus dua gembong (tekong) pelaku perdagangan orang yang beroperasi di Kabupaten Lombok Barat dan Kabupaten Lombok Timur. 

Menurut Kasubdit Ditreskrimus Polda NTB Ni Made Pujewati, banyak buruh migran Indonesia (BMI) dan tenaga kerja wanita (TKW) yang jadi korban perdagangan orang, sehingga kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) jadi prioritas yang harus dituntaskan. 

Di Lombok Barat, Polda NTB berhasil membekuk Hj. Asm alias BE (48), warga Desa Kuripan, Lombok Barat. 

Juga membekuk Evi (42), warga Desa Kuripan yang menetap di Kecamatan Blimbing, Kota Malang, Jawa Timur.

Baca juga: Hendak Dibawa ke Jakarta, 4 Gadis NTT Diduga Korban Human Trafficking Selamat karena Menangis

Modus keduanya yakni bersekongkol merekrut buruh migran Indonesia untuk menjadi pembantu rumah tangga di Abu Dhabi, kemudian belakangan ke Damaskus, Suria. Para korban tertarik lantaran diimingi gaji Rp 6 juta per bulan. 

"Waktu itu perekrutannya September 2015, setelah korban dipulangkan kasus ini baru terungkap," kata Pujewati, Selasa (8/5/2019). 

Menurut Pujewati, kasus ini baru terungkap ketika ada korban yang berani melapor ke polisi. Korban bernama SH yang berasal dari desa yang sama dengan pelaku. 

Korban SH ini direkrut oleh BE, kemudian dibawa ke Malang, Jawa Timur, dan ditampung di rumah Evi. Evi ini tak lain adalah keponakan BE. 

"Korban bersama rekan-rekannya ditampung di Malang selama tiga pekan, setelah itu dibawa ke Batam mengunakan bus. Selama ditampung korban sama sekali tak mendapatkan pelatihan kerja, justru diberangkatkan ke Batam, kemudian ke Kuala Lumpur, Malaysia, melakui jalur laut atau mengunakan kapal fery," papar Pujewati.

Baca juga: Polisi Pulangkan 3 Wanita Diduga Korban Perdagangan Manusia di Papua

Di Kuala Lumpur, korban SH ditampung lagi selama dua hari di rumah seseorang bernama Fadi. Dari situ, korban kemudian diberangkatkan mengunakan pesawat, transit di Kuwait, menuju ke Damaskus-Suriah, yang sebenarnya bukan negara tujuan korban.

Selama di Suriah, korban kerap diperlakukan kasar oleh majikannya. Korban sempat menerima gaji selama lima bulan sebesar Rp 13,5 juta. Namun setelah itu tak pernah menerima gaji selama delapan bulan.

Pada April 2017 korban HS melarikan diri ke KBRI Damaskus-Suriah dan dipulangkan ke kampung halamannya pada Desember 2018 silam.

Menurut Pujewati, para tersangka atau tekong, baik perekrut maupun penampung korban TPPO, mendapatkan keuntungan Rp 3 juta per BMI. 

Baca juga: Cerita Pilu Korban Perdagangan Orang, Terima Perlakuan Buruk Oknum KBRI hingga Dipenjara di Baghdad

3 tersangka lainnya dibekuk

Selain dua tersangka BE dan Evi, tiga tersangka kasus TPPO lain juga ditangkap di Lombok Timur. Yakni Agus alias AK (59), warga Suralaga, Lombok Timur. Agus bertugas sebagai perekrut atau tekong. 

Untuk kasus Agus, pelapornya adalah IH dan RM, keduanya warga Lombok Timur yang merasa terperdaya oleh bujuk rayu para tekong.

Kepada korbannya Agus menjanjikan para korban bekerja di luar negeri dengan gaji tinggi, tanpa potongan, mendapatkan kontrak kerja, proses yang cepat dan bekerja di negara tujuan.

Kerja Agus atau AK dibantu agen lokal di Jakarta bernama Helma alias HM (37) yang ditangkap di Jakarta, serta SJ (36) warga Suralaga yang turut membantu memuluskan kejahatan Agus atau AK.

"Mereka mengunakan modus, merekrut orang, kemudian mengoper pada agen di Jakarta sehingga Korban diberangkatkan ke luar negeri melalui agen yang berada di Jakarta yang dimiliki tersangka HM," jelas Pujewati.

Baca juga: Korban Perdagangan Orang Mengaku Diperlakukan Buruk oleh Oknum KBRI Damaskus

Moratorium pengiriman BMI ke Timur Tengah

Polda NTB saat ini masih memburu tersangka lainnya dan telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) kasus TPPO.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTB H. Agus Patria yang hadir dalam gelar perkara di Polda NTB mengatakan bahwa perekrutan yang dilakukan secara ilegal. 

BMI yang berangkatkan juga tidak disertai dengan kelengkapan dokumen.

Dia mengimbau warga untuk waspada perekrutan ilegal ini sebab hingga saat ini pemerintah Indonesia masih memoratorium perekrutan TKI/TKW ke wilayah Timur Tengah untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga.

Baca juga: Jaringan Perdagangan Orang Maroko, Arab Saudi, Turki, dan Suriah Raup Miliaran Rupiah

 

Ancaman hukuman

Kepada kelima tersangka TPPO, Polda NTB menjerat mereka dengan pasal 10 dan atau pasal 11 jo pasal 4 Undang Undang No. 21 tahun 2007 tentang penberantasan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Dengan ancaman hukuman penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun penjara serta denda paling sedikit Rp 120 juta rupiah dan paljng banyak Rp 600 juta rupiah.

Saat ini kasus tersebut tengah dalam proses melengkapi berkas untuk ditindaklanjuti ke pelimpahan berkas perkara tahap I ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Kejaksaan Tinggi NTB.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com