Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasutri Ini Bangun Bisnis Busana Muslim Anak dari Nol, Kini Beromzet Ratusan Juta

Kompas.com - 06/05/2019, 08:37 WIB
Aprillia Ika

Editor

KOMPAS.com - Suami atau istri ternyata bisa menjadi partner bisnis yang baik untuk meraih kesuksesan. Itu yang terjadi pada pasangan suami istri dari Bandung, Asad Askaruddin dan Salma Hanifah Wandani.

Keduanya sukses membangun bisnis busana muslim khusus anak dengan merek Bunayya sejak 2014. Walaupun memulai bisnis dari nol, kini omzet usaha pasutri ini sudah mencapai Rp 350 juta per bulannya. Saat Lebaran, omzetnya bahkan menanjak hingga Rp 800 juta.

Begini cerita di balik sukses pasutri Bandung ini, seperti dikutip dari Kontan.

Dimulai benar-benar dari nol

Asad mengaku, dia dan istrinya membangun bisnis benar-benar dari nol. Dia sendiri belajar soal seluk beluk fesyen, mulai dari bahan baku kain, proses produksi, produk, model, hingga pemasaran hingga setahun penuh.

Setelah siap mental dan ilmu, barulah suami istri ini melangkah ke bisnis busana anak. Nama merek Bunayya dipilih lantaran berarti anak-anak dalam bahasa Arab.

Ceritanya membangun bisnis tidak semudah itu, Asad awalnya merupakan karyawan di sebuah perusahaan di Cikarang, Jabar. Setelah menikah, pria kelahiran tahun 1989 ini kemudian pindah ke kota kelahiran sang istri di Bandung.

Saat menikah, sang istri sudah punya usaha busana muslimah dengan nama House of Lyca. Malah, bisnis yang sudah berjalan tiga tahun itu berkibar di jagad mode dalam negeri.

Pakaian rancangan Salma bahkan pernah tampil dalam pekan mode terbesar di tanah air, Indonesia Fashion Week di 2014.

Baca juga: Kisah Sarip, Bocah Baduy Rela Jalan Kaki 60 Kilometer Demi Bertemu Bupati

Tapi, setelah menikah dengan Asad, perempuan kelahiran Bandung, 21 Desember 1990, ini malah menutup usahanya. Salma kemudian mengajak suaminya memulai bisnis baru dan meninggalkan bisnis lamanya.

“Ini (melepas usaha) merupakan keputusan yang berat,” ucap Asad.

Walaupun istrinya paham dunia mode, Asad memilih belajar sendiri seluk beluk dunia mode. Masa belajarnya juga berat lantaran dia harus menumpang di rumah mertua di tahun-tahun awalnya di Bandung.

Asad kemudian ikut berbagai pelatihan kewirausahaan. Kemudian, dia keluar masuk pasar tekstil di Bandung untuk menimba ilmu soal kain, sembari mencari pemasok yang tepat untuk usahanya kelak.

Asad juga berkeliling mencari penjahit untuk belajar produksi, sekalipun mertuanya punya konveksi. Dia juga menjalin pertemanan dengan pelaku usaha fesyen di Bandung.

“Ini butuh keberanian, lo, karena saya, kan pendatang. Enggak bisa ngomong Sunda lagi, tapi saya enggak malu bertanya dan ikut komunitas wirausaha di Bandung,” ungkapnya.

Modal pas-pasan, sistem PO dan memanfaatkan medsos

Sebelum memutuskan berbisnis busana anak muslim, awalnya Asad dan sang istri ingin memproduksi baju tidur khusus wanita. Dengan pertimbangan, pasarnya luas dan banyak peminatnya.

Tapi, keluarga istrinya menentang, lantaran saat menjual baju itu akan memajang foto model yang mempertontonkan aurat.

Mereka sejak awal juga tidak ingin berbisnis busana muslimah. Sebab, pemainnya sudah sangat banyak.

Nah, karena baru punya bayi, keduanya pun kepikiran untuk membuat busana muslim anak usia di bawah dua tahun. “Pakaian anak yang beli kan bukan anaknya, tapi orangtuanya. Dan, orangtua pasti akan membelikan apa pun yang bagus buat anak-anak mereka,” kata Asad.

Untuk pembagian kerja, sang istri mengurus desain, produksi dan perencanaan penjualan. Sementara Asad mengurusi pemasaran. Kebetulan waktu masih berstatus karyawan, ia bekerja sebagai pemasar.

Baca juga: Dicap Jadi Trendsetter Mukena Motif, Ini Kisah Rina Membesarkan Tatuis Mukena

Akhir 2015, Asad memulai usaha busana muslim anak, meski dengan modal pas-pasan. Berkat masukan dari seorang teman, ia menjalani usaha dengan sistem purchase order (PO).

Jadi, Asad baru memproduksi pakaian sesuai model yang dia tawarkan begitu ada order masuk dan pemesan sudah melunasi pembayaran. Sistem tersebut, Asad menilai, masuk akal buat yang modalnya terbatas.

“Pekerjaan selanjutnya, bagaimana caranya calon pelanggan percaya? Yaitu, dengan memberikan produk yang bagus, berkualitas, dan sesuai dengan apa yang mereka harapkan,” beber Asad .

Maklum, dengan modal pas-pasan pula, Asad memasarkan produknya secara online lewat Facebook dan Instagram. Untuk mempromosikan Bunayya, ia beriklan lewat Google Ads dan menggunakan jasa endorsement bertarif murah. “Pelan-pelan orang pun jadi tahu dan kenal Bunayya,” ujarnya.

Cerita sulitnya cari konveksi rekanan

Untuk produksi, mulanya Asad menumpang di konveksi milik mertua yang selama ini hanya membuat popok bayi.

Cuma, karena kapasitasnya terbatas, ia pun keliling mencari penjahit untuk menawarkan kongsi kemitraan. “Tapi sulit sekali, enggak ada yang mau kerjasama,” ungkapnya.

Sampai akhirnya, ada penjahit spesialis gaun yang mau menerima ajakan kerjasamanya. Itu pun setelah bujuk rayu.

Tapi, penjahit itu hanya mau menerima order dari Asad sesuai kapasitas saja, tidak mau menambah karyawan. Paling banyak ia mengerjakan 200 potong busana muslim anak.

Sampai sekarang, Asad masih bermitra dengan penjahit tersebut yang kini sudah memiliki karyawan lebih dari 10 orang. Sebetulnya, dia pernah punya pengalaman buruk.

Baca juga: Kisah Mantan Sopir Taksi Jadi Raja Bisnis Logistik di Jatim

Misalnya, karena permintaan menumpuk, penjahit tersebut kerja buru-buru. “Di situlah terjadi kekacauan, salah ukuran dan lain-lain,” tuturnya. Toh, kerjasama tetap berlangsung, karena, kata Asad, penjahit itu adalah mitra penjahit pertamanya.

Saat ini, total produksi Bunayya mencapai 6.000 potong per bulan yang dikerjakan oleh empat konveksi milik mitra. Masing-masing konveksi punya 10 penjahit hingga 15 penjahit.

Asad belum berencana membuka konveksi sendiri. Ia masih ingin fokus di produk, desain, dan penjualan. “Kalau main produksi juga, maka akan memikirkan SDM (sumber daya manusia) yang banyak dan mesin. Sedang saya masih pengusaha baru,” jelasnya.

Menambah produk atas saran distributor

Yang menarik, kebanyakan pelanggan Bunayya bukan dari Bandung dan sekitarnya, juga bukan dari wilayah lain di pulau Jawa. Order banyak datang dari Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi. Untuk itu, Asad membuka kemitraan distributor, agen dan reseller yang sekarang jumlahnya 120 orang.

Nah, berangkat dari permintaan salah satu agennya di Kalimantan, dia menambah produk seragam muslim keluarga, sarimbit dalam bahasa Jawa. Menjelang Lebaran 2016, ia merilis produk tersebut.

“Agen itu tidak hanya kasih ide, tapi juga beli partai besar untuk konsumen dan keluarga besarnya,” kata Asad terharu.

Dan, Hari Raya Idul Fitri selalu jadi puncak permintaan. Di tahun awal berbisnis, Asad bisa mengantongi omzet Rp 50 juta selama Lebaran. Angkanya melonjak menjadi Rp 300 juta pada tahun kedua.

Baca juga: Gugat Bank Jateng, Pasutri Ini Justru Diputus Hakim Bayar Rp 5,4 M

Cuma, masalah sempat timbul pada Lebaran 2017. Konveksi milik mitra tidak siap menerima banyak order sekaligus.

Alhasil, banyak konsumen kecewa karena enggak mendapat produk pesanannya. “Saya waktu itu jadi bingung, ini nikmat atau tantangan,” sebut Asad.

Belajar dari pengalaman itu, Asad mengubah sistem order, satu bulan sebelum Lebaran tidak menerima pesanan lagi. Lalu, tujuh bulan sebelum hari raya, dia sudah menyiapkan semua bahan dan menetapkan lokasi produksinya.

Asad juga membangun sistem distribusi baru. Dia menunjuk satu distributor untuk memegang satu kota. Mereka langsung belanja partai besar ke Bunayya, dengan mendapat diskon 35 persen. “Di tahun ketiga, saat Lebaran, omzet sampai Rp 800 juta,” ungkap dia.

Bangun jaringan online dan offline

Di tahun ketiga pula, dia membuka toko fisik. Tapi, gerai offline ini milik mitra. Saat ini, ada empat gerai yang tersebar di Kota Pekanbaru, Jakarta, Bandung, dan Makassar.

Dia juga memiliki akun online dengan jumlah karyawan yang terus bertambah. Bermula dari tiga karyawan yang bekerja mengurus akun Bunayaa di Facebook dan Instagram serta pengemasan barang, sekarang jumlah pekerjanya ada 13 orang.

“Kami juga berencana menambah area store (toko), distributor, agen, dan reseller,” imbuh Asad.

Dia juga akan memperbanyak retailer yang merupakan rantai baru distribusi Bunayya dan ada di bawah reseller. “Kami dorong sebanyak-banyaknya agar setiap RW bahkan RT bisa ada satu retailer Bunayya,” kata Asad.

Baca juga: Kisah Pasutri Jadi Caleg Beda Dukungan Capres, Klaim Kecempret hingga Usung Koalisi Cinta Indonesia

Rencana lain, dia ingin menambah produk kaos dan tas anak. Asad juga ingin dekat sama konsumen secara langsung dengan ikut berbagai pameran.

Dan sejatinya, Asad sempat menerima order dalam jumlah besar di luar produk Bunayya sesuai keinginan pelanggan. Dia pernah mengerjakan pesanan jaket senilai Rp 150 juta.

“Sekarang fokus ke Bunayya, karena capek juga mengurus dua bisnis sekaligus,” ujar Asad. (Merlinda Riska)

Artikel ini sudah tayang di Kontan dengan judul "Sukses bisnis fesyen muslim keluarga dalam sekejap"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com