KOMPAS.com - Total kerugian akibat bencana banjir dan longsor di Bengkulu diperkirakan mencapai Rp 144 miliar.
Hal itu disampaikan Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, melalui keterangan tertulis, Rabu (1/5/2019).
Sementara itu, Branch Manajer PT Bara Mega Quantum (BMQ), Eka Nurdianty membantah tudingan sejumlah pihak terkait salah satu perusahaan tambang miliknya di hulu Sungai Bengkulu menjadi penyebab banjir dan longsor.
Menurut Eka, hingga saat ini perusahaan yang ia pimpin sama sekali belum pernah melakukan operasi eksploitasi batubara di hulu Sungai Bengkulu.
Berikut ini fakta lengkapnya:
Eka Nurdianty menjelaskan, PT BMQ belum pernah melakukan eksploitasi di kawasan hulu sungai.
Hal itu diungkapkan usai banyak pihak yang menuding aktivitas pertambangan menjadi biang keladi kerusakan kawasan hulu sungai.
Kerusakan tersebut diduga kuat memicu adanya banjir dan longsor pada hari Sabtu (27/4/2019).
"Saya harus luruskan dulu sejumlah pihak menyebut ada delapan perusahaan tambang pemicu banjir dan longsor di Bengkulu. Salah satunya disebut-sebut PT BMQ. Itu tidak benar," ujarnya, Kamis (2/5/2019).
Eka menjelaskan, saat ini perusahaan yang ia pimpin sama sekali belum pernah melakukan operasi eksploitasi batubara di hulu Sungai Bengkulu.
"Secara perizinan iya kami pemilik legal. Namun kawasan pertambangan kami ditambang oleh orang lain tanpa seizin kami. Kasusnya sekarang sedang ditangani Polda Bengkulu," jelas Eka.
Ia memastikan jika pihak lain yang melakukan eksploitasi di kawasan pertambangan PT BMQ statusnya ilegal.
Baca Juga: Disebut Biang Keladi Banjir dan Longsor Bengkulu, ini Tanggapan Perusahaan Tambang
Eka mengatakan, aktifitas pertambangan yang dilakukan oleh oknum penambang ilegal, merusak dan tidak sesuai dengan pertambangan yang taat aturan.