Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengungkap Misteri Reruntuhan Benteng Maas di Gorontalo Utara

Kompas.com - 01/05/2019, 18:04 WIB
Rosyid A Azhar ,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

GORONTALO, KOMPAS.com –  Gerbang batu kokoh setinggi 5 meter Benteng Maas masih berdiri menghadap Laut Sulawesi, meskipun dinding tebalnya telah rebah berselimut rerumputan di Desa Cisadane, Kecamatan Kwandang, Kabupaten Gorontalo Utara.

Tidak jauh dari gerbang belakang ini, di sisi timur laut, sebuah bastion, tempat mengintai musuh yang diduga dulunya dilengkapi meriam, masih menjulang tinggi di sisi jalan.

Bentuknya segi delapan (oktagonal) yang disusun dari beragam batuan, karang, andesit, tuva, breksi, dan granodiorit.

Ragam batuan ini melekat erat disatukan dengan spesi yang terbuat dari campuran terumbu karang yang dihaluskan bercampur pasir, bahan bangunan yang banyak tersedia di sekitar lokasi.

Di sisi utara dan selatan, bongkahan reruntuhan dinding benteng masih bisa disaksikan, dengan bahan batuan yang sama tebal.

Baca juga: Setelah Diprotes dengan Melepas Buaya, Jalan di Gorontalo Akhirnya Akan Diperbaiki

“Benteng ini menyimpan banyak misteri yang harus diungkap melalui penelitian,” kata Irna Saptaningrum, peneliti dari Balai Arkeologi Sulawesi Utara, Rabu (1/5/2019).

Reruntuhan Benteng Maas memang masih penuh misteri, siapa yang membangun dan tahun berapa dibangun.

Namun, diperkirakan benteng ini sudah ada sebelum Pemerintah Hindia Belanda bercokol di daerah ini.

Sebuah catatan lama Belanda menunjukkan pada tahun 1805 bentenng ini sudah ditemukan dalam kondisi rusak, reruntuhannya berserak di pinggir pantai. Diperkirakan benteng ini sudah ada jauh sebelumnya.

“Menurut sumber tertulis disebutkan Benteng Maas memiliki 4 bastion, yang masih berdiri 1 bastion di timur laut, Kami berusaha untuk mengetahui 3 bastion lainnya, jika sudah ditemukan posisinya akan diketahui luasan benteng megah ini,” ujar Irna Saptaningrum.

Untuk mengungkap misteri ini, para peneliti Balai Arkeologi Sulawesi Utara membuka beberapa kotak galian di sisi barat daya. Di lokasi ini terdapat gundukan tanah yang dicurigai berisi struktur bastion.

Tumpukan sampah

Para peneliti memindahkan sampah yang menumpuk di reruntuhan Benteng Maas di Kabupaten Gorontalo UtaraKOMPAS.COM/ROSYID AZHAR Para peneliti memindahkan sampah yang menumpuk di reruntuhan Benteng Maas di Kabupaten Gorontalo Utara

Tidak mudah untuk membuka bagian ini, sampah yang mengeluarkan bau busuk menggunung di sekitarnya.

Diperlukan 2 hari ini untuk menggeser beberapa meter agar tanah bisa digali oleh para tenaga lokal yang diperbantukan. Lalat, semut, lipan, hingga tikus berada di sekitar para peneliti menggali.

“Sampah mengeluarkan gas yang tidak enak dihirup, belum lagi tanah yang becek, ini tantangan kerja,” kata Buhanis Ramina, arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya, yang ikut dalam ekskavasi ini.

Kawasan Benteng Maas berada di perkampungan, sebagan besar reruntuhannya di ladang jagung milik warga atau di belakang rumah penduduk.

Tantangan lain yang dihadapi para arkeolog ini adalah munculnya air di kotak galian. Para peneliti ini menggali per layer 30 sentimeter dengan hati-hati, saat mengupas lapisan tanah ini banyak ditemukan pecahan keramik dan stoneware.

Baca juga: Arkeolog Menemukan Struktur Benteng Nassau di Kota Gorontalo

“Keramik ini berasal dari Tiongkok abad ke-17 produksi Chin Te Chen,” ungkap Irna Saptaningrum.

Temuan ini dibersihkan dan dikumpulkan untuk dianalisa. Pecahan keramik ini ada yang polos, ada juga yang memiliki hiasan dengan warna tertentu, bahkan ada yang memiliki cetakan huruf China timbul namun tidak lengkap.

Dari umur keramik yang ditemukan ini, Benteng Maas diperkirakan sudah ada sebelum abad 17, sangat mungkin pada abad 15 atau 16, saat awal kedatangan bangsa Spanyol dan Portugis di wilayah Ternate, Maluku Utara.

Bangsa barat ini sedang memburu rempah-rempah yang memiliki nilai ekonomi tinggi.

Catatan tua Belanda yang ditelusuri Buhanis Ramina, anggota tim riset menyatakan keberadaan Benteng Maas ini diduga dibangun oleh Bangsa Spanyol, namun ini perlu penelusuran lebih dalam lagi.

Mistik

Irna Saptaningrum, Ketua tim Peneliti Balai Arkeologi saat memimpin penggalian di sisi barat Benteng Maas di Kabupaten gorontalo Utara.KOMPAS.COM/ROSYID AZHAR Irna Saptaningrum, Ketua tim Peneliti Balai Arkeologi saat memimpin penggalian di sisi barat Benteng Maas di Kabupaten gorontalo Utara.

Lokasi penggalian yang lembab dan dekat sampah membuat sebagaian peneliti merasa pusing, bahkan sebagian anggota badannya terasa kaku dan sulit digerakkan, seperti yang dialami Irna Saptaningrum.

“Tempat ini memang angker, banyak ditunggui makhluk halus,” ujar Nasir, salah seorang warga setempat yang dilibatkan dalam penggalian ini.

Nasir yang memahami lokasi penggalian dari awal ekskavasi memang terlihat diam. Dia mengaku merasakan kehadiran energi negatif di tempat ini.

“Hari ini salah satu tenaga lokal yang dilibatkan tidak masuk karena sakit, informasinya kena gurumi atau keteguran makhluk halus,”  kata Jonli Ponto, salah seorang anggota tim ekskavasi yang bertugas membuat gambar.

Baca juga: Jengkel Peredaran Miras dari Sulut, Gubernur Gorontalo Minta Pengedar Ditembak di Kaki

Oleh warga lokal, para peneliti diminta untuk terus berdoa agar dapat menangkal gangguan makhluk halus yang berada di reruntuhan Benteng Maas ini.

Meskipun ada “serangan makhluk halus” yang tidak rela tempatnya “diganggu”, para peneliti terus bekerja untuk mencari jawaban atas sejumlah pertanyaan.

Mereka terus melakukan penggalian di tempat yang diduga terdapat struktur fondasi bastion.

Material benteng

Sebuah pintu masuk di gerbang yang diduga bagian belakang Benteng Maas di Gorontalo UtaraKOMPAS.COM/ROSYID AZHAR Sebuah pintu masuk di gerbang yang diduga bagian belakang Benteng Maas di Gorontalo Utara

Mereka juga membuat analisa material benteng, termasuk dari mana sumber asalnya. Ini terkait mobilisasi material penyusun benteng.

“Bahan batuan yang digunakan pada benteng ini adalah batu karang, andesit, tuva, breksi, granodiorit. Bahan ini banyak terdapat di sekitar benteng,” kata Agus Trihascaryo, pakar Geo-arkeologi yang juga anggota tim ekskavasi ini.

Batu andesit dan yang lain mudah didapat di sekitar perbukitan, demikian juga karang yang diambil dari tepi pantai.

Baca juga: 6 Obyek Wisata yang Wajib Dikunjungi di Gorontalo

 

Proses pembangunan Benteng Maas ini juga akan mengungkap teknologi pada masa itu, termasuk alasan bagaimana benteng ini didirikan di lokasi yang sekarang ini.

Wuri Handoko, Kepala Balai Arkeologi Sulawesi Utara mengungkapkan latar belakang pendirian sebuah benteng.

Kota Kwandang dianggap penting pada masanya karena memiliki potensi untuk dijadikan pusat perdagangan, adanya suplai produksi yang dibutuhkan, dan potensi untuk digunakan sebagai pusat pemerintahan lokal.

“Juga adanya ancaman yang dihadapi dari orang-orang asing atau ancaman internal dari penguasa setempat,” kata Wuri Handoko.

Alasan lainnya adalah menjalankan strategi dalam upaya menaklukkan wilayah lain untuk perluasan kekuasaan.

Pekerjaan para arkeolog ini belum berakhir, mereka terus melakukan penggalian reruntuhan Benteng Maas hingga pekan depan sebelum membuat analisa dan rekomendasi.

Hujan yang sering turun menghambat proses penelitian ini, juga “gangguan makhluk halus” yang terus menghantui para peneliti.

Riset demi riset akan terus dilakukan para arkeolog untuk menjawab banyak pertanyaan, dan memberi arti bagi reruntuhan bongkahan batu besar ini agar bisa dimanfaatkan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan kesejahteraan masyarakat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com