"Kedua kementerian itu akan menurunkan tim segera untuk melakukan penilaian dan evaluasi," tegasnya.
Baca Juga: BNPB Ungkap Penyebab Bencana Banjir dan Longsor di Bengkulu
Direktur Yayasan Kanopi Bengkulu, Ali Akbar, menjelaskan, penanganan tata ruang pada Daerah Aliran Sungai (DAS) di Bengkulu sangat memprihatinkan.
Kondisi Sungai Bengkulu, Sungai Ketahun, Manna dan Sungai Musi yang merupakan sungai penting dengan fungsi utama sebagai penampung air, kewalahan menampung air yang bertubi-tubi mengalir ke badan sungai.
Luapan air itu akhirnya menjadi mesin pembunuh sumber penghidupan rakyat. Menurut Ali, hal itu disebabkan oleh rusaknya hutan karena aktivitas pertambangan.
"Apa yang terjadi di daerah penyangga sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS)? Ini yang seharusnya menjadi fokus perhatian. Bagaimana banjir ini bisa terjadi dan kaitannya dengan rusaknya hutan di hulu akibat pertambangan batu bara?" kata Ali.
Ali mendesak pemerintah daerah untuk lebih tegas terhadap aktivitas pertambangan yang mengancam kawasan hulu DAS.
“Persoalan banjir di Bengkulu ini sebenarnya sudah jelas penyebabnya yaitu kerusakan parah di area DAS Bengkulu yang diberikan untuk konsesi tambang tapi tidak pernah dituntaskan oleh pihak berwenang dalam hal ini pemerintah daerah,” katanya.
Baca Juga: Akses Putus, Dua Kecamatan di Bengkulu Masih Terisolasi
Kerugian akibat bencana banjir dan longsor pada Sabtu (27/4/2019) diperkirakan mencapai Rp 138 miliar.
Berdasar data sementara, terdapat 12.000 warga mengungsi dan 3.880 warga terdampak bencana.
Petugas juga mendata terdapat ratusan ternak mati yaitu 106 ekor sapi, 21 kambing, 4 ekor kerbau.
Ratusan hektar sawah serta tambak warga ikut tersapu banjir. Sedangkan fasilitas umum yang rusak meliputi rumah rusak berat 184 unit, 4 fasilits pendidikan dan 40 titik infrastruktur termasuk jalan, jembatan, gorong-gorong.
Baca Juga: Satu Keluarga Meninggal, Korban Bencana Bengkulu Menjadi 15 Orang
BPBD Provinsi Bengkulu masih melakukan pencarian para korban banjir dan longsor.