Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Sejumlah Alasan Sulawesi Selatan Dinilai Layak Dijadikan Ibu Kota Negara

Kompas.com - 30/04/2019, 14:09 WIB
Hendra Cipto,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

MAKASSAR, KOMPAS.com – Wali Kota Makassar, Mohammad Ramdhan ‘Danny’ Pomanto menilai, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan (Sulsel) cocok menjadi Ibu Kota Negara hingga 1.000 tahun ke depan.

Danny menilai daerah tersebut daerah aman dari bencana besar seperti gunung meletus, gempa bumi dan tsunami.

“Kalau untuk rencana Ibu Kota Negara 300 tahun hingga 1,000 tahun, cocoknya di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, karena daerah tersebut posisi stabil. Berdasarkan penelitian 50 juta tahun tidak rawan akan (terjadi) bencana-bencana besar seperti gunung meletus, gempa bumi dan tsunami,” kata Danny saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa (30/4/2019) siang.

Baca juga: Wacana dan Polemik Pemindahan Ibu Kota di Era Jokowi...

Penilaian kedua menurut Danny, Kabupaten Jeneponto merupakan dataran tinggi yang aman dari tsunami, bertanah gersang tapi subur.

Jeneponto juga bukan merupakan lahan gambut mudah terbakar serta kedalaman lautnya yang cukup dalam.

“Filosofinya seperti itu di Kabupaten Jeneponto. Sehingga Sulawesi Selatan lah yang paling memenuhi syarat dalam geologi, karena tidak ada titik gempa bumi dan patahan,” ujarnya.

Danny menilai, Kota Makassar secara geologi sangat cocok untuk menjadi Ibu Kota Negara, tetapi kepadatannya yang sangat besar dan harga lahan sangat tinggi.

Sehingga selain Kabupaten Jeneponto, menurut Danny, tidak ada lagi yang cocok di Sulawesi Selatan. Karena patahan di Sulawesi Selatan ada di Kota Parepare hingga Kabupaten Pinrang berkaitan hingga Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah di Palu.

“Ada banyak titik-titik gempa bumi semua itu mulai dari Kota Parepare ke utara hingga Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah. Sedangkan untuk wilayah di sebelah Kabupaten Jeneponto, terdapat patahan di Kabupaten Sinjai, Kabupaten Bone hingga ke Kabupaten Bau-bau, Sulawesi Tenggara,” bebernya.

Baca juga: Pemerintahan Jokowi Diharapkan Lebih Maju soal Rencana Pindah Ibu Kota

Pemindahan Ibu Kota Negara, menurut Danny yang merupakan seorang arsitek dan mantan dosen jurusan arsitektur di Universitas Hasanuddin ini, harus berdasarkan kriteria.

Yang pertama harus dilihat dari rancangan beberapa tahun ke depan. Kenapa pertanyaan itu muncul, karena secara geologi setiap 300 tahun ada bencana-bencana besar terjadi di Indonesia seperti gunung meletus, gempa bumi, tsunami, banjir dan lainnya.

“Itu kaitannya dengan ring of fire, secara alamiah ada seperti itu. Dalam teorikal, ada seperti itu dalam 300 tahun. Jadi pemindahan Ibu Kota Negara harus dipertimbangkan dengan matang,” ungkapnya.

Jika Ibu Kota Negara dirancang di bawah 300 tahun, sambung Danny, tidak apa-apa seperti sekarang berada di Jakarta. Namun pertimbangannya, sentral desaster bencana-bencana besar ada di Pulau Jawa.

Jika merancang 300 tahun ke atas hingga 1.000 tahun, hanya ada dua lokasi di Indonesia yang aman dari bencana-bencana besar yakni di Pulau Kalimantan dan Sulawesi Selatan.

“Saya punya data lengkap, sekarang kita bicara Indonesia 1.000 tahun ke depan. Ada pusat-pusat pertumbuhan baru di Indonesia, bukan hanya di Pulau Jawa saja. Kalau dilihat di Pulau Kalimantan lahannya gambut dan mudah terbakar. Masa kita punya ibu Kota Negara selalu diselimuti kabut asap," ujar Denny.

"Yang kedua kendala di Kalimantan, kesulitan air bersih karena lahan gambutnya itu. Air gambut itu kualitasnya rendah. Ketiga kendalanya berbatasan dengan negara Malaysia sehingga rawan dalam pertahanan negara,” paparnya.

Saat ditanya soal usulan Wakil Presiden, Jusuf Kalla soal Mamuju, Sulawesi Barat, Danny menilai daerah tersebut tidak cocok menjadi Ibu Kota Negara.

Karena terdapat patahan lempengan bumi yang sangat besar dan terdapat banyak titik gempa bumi. Selain itu pula, ada riwayat tsunami besar pernah terjadi di Sulawesi Barat. Titik episentrum dimana-mana dan kedalaman laut yang dangkal di Sulawesi Barat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com