Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kata Mahasiswa ITS soal Pelaksanaan Pemilu 17 April 2019

Kompas.com - 29/04/2019, 10:59 WIB
Ghinan Salman,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

SURABAYA, KOMPAS.com - Pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 yang digelar serentak merupakan sejarah baru bagi pesta demokrasi di Indonesia.

Selain pemilihan presiden, Pemilu kali ini juga memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD.

Namun, Pemilu 2019 juga menyisakan sejumlah polemik, antara lain, banyaknya petugas KPPS yang meninggal karena kelelahan hingga rumitnya proses pindah memilih.

Kompas.com mewawancarai sejumlah mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Surabaya, Jawa Timur, untuk mengetahui pendapat mereka mengenai pelaksanaan Pemilu 2019. Apa kata mereka?

Adanya black campaign

Elsa Efrina Nur Faidah, mahasiswi semester 8 Jurusan Teknik Transportasi Laut, ITS, menilai secara umum pelaksanaan Pemilu 2019 cukup baik.

Namun, dengan kandidat hanya dua calon, Pemilu 2019 tak jauh berbeda dengan Pemilu 2014. Artinya, pemilih hanya terbagi ke dua kubu kandidat capres dan cawapres.

"Dari segi calon karena hanya dua (kandidat), sehingga hanya terbagi dua kubu. Kubu lain mungkin yang golput dan tidak peduli terhadap calonnya," kata Elsa, Sabtu (27/4/2019).

Meski terdapat indikasi adanya black campaign dari masing-masing pendukung, baik paslo 01 dan paslon 02, Elsa menilai masing-masing pendukung bisa menjaga hubungan satu sama lain.

Baca juga: Kata Mahasiswa Unpad soal Polemik Quick Count Vs Real Count Pemilu 2019

"Mungkin ada black campaign, tapi tidak terlalu kentara seperti pilpres 5 tahun lalu," ujar dia.

Elsa berpendapat, Pemilu 2019 lebih efisien dan menghemat anggaran. Namun, sistem Pemilu yang diselenggarakan serentak kali ini juga memiliki kekurangan, karena banyaknya petugas KPPS yang meninggal dunia.

"Saran saya Pemilu mendatang tetap seperti ini. Tapi, harus diperbaiki lagi dan tidak merugikan petugas. Tetap serentak tapi bertahap, tidak satu hari selesai," imbuh dia.

Banyak petugas penyelenggara pemilu gugur

Gery Gunawan, mahasiswa semester 6 Jurusan Teknik Mesin, ITS, mengatakan, kedua kandidat baik dari paslon 01 dan paslon 02 memiliki perbedaan mencolok.

Perbedaan kedua kandidat itu mengundang perhatian bagi Gery. Ia pun bisa menilai mana pendukung 01 dan pendukung 02.

"Tapi, seharusnya para pendukung kedua paslon bisa melihat perbedaan itu sebagai persatuan," ujar dia.

Gery juga menyayangkan banyaknya petugas KPPS yang meninggal. Ia tak menyangka petugas yang meninggal mencapai ratusan jiwa.

"Sayang saja ya, yang harusnya Pemilu berjalan lancar, tetapi sampai ada korban. Ke depan fasilitas untuk petugas KPPS harus ditingkatkan," kata dia.

Distribusi logistik pemilu mepet

Mahasiswa semester 4 Jurusan Teknik Kelautan, Mahadi Yahya Sormin, menyebut, dari segi teknis pelaksanaan Pemilu 2019 cukup baik.

Tetapi, pendistribusian surat suara ke daerah-daerah, kata dia, sangat mepet bahkan terlambat sampai ke TPS.

"Tapi, karena ini pertama kali diselenggarakan serentak Pilpres dan Pileg, saya kira cukup baik," ungkap dia.

Meski begitu, adanya polemik yang terjadi pasca-Pemilu harus dievaluasi. Terlebih banyak petugas KPPS yang meninggal setelah bertugas.

Baca juga: Kata Mahasiswa Unpad soal Pemilu 2019: Panasnya Atmosfer hingga Sistem yang Rumit

"Catatannya, perlu ada perbaikan, masih banyak yang perlu diperbaiki," ujar dia.

Mahasiswa semester 2 Jurusan Teknik Komputer ITS, Muhammad Faruq menilai, pelaksanaan Pemilu 2019 cukup seru dan meriah.

Susah mengurus formulir A5

Namun, bagi perantau seperti Faruq, mengurus pindah pilih di Surabaya cukup rumit. Beberapa temannya, kata Faruq, susah untuk bisa mengurus formulir A5 agar bisa mencoblos.

"Apalagi, harus menunggu sampai jam 12.00 siang. Jadi, mereka yang datang pagi itu harus menunggu. Jadi diulur-ulur, itu yang bikin malas. Saya nyoblos tapi menunggu lama," kata mahasiswa asal Kalimantan itu.

Meski begitu, secara keseluruhan, Faruq menilai Pemilu 2019 beejalan cukup baik.

Rayhan Rhifandani, mahasiswa semester 4, Fakultas Teknologi Kelautan, ITS, menyampaikan, dari segi administrasi, Pemilu 2019 lebih mudah karena langsung memilih presiden dan legislatif.

Tetapi, catatan yang harus dievaluasi, kata Rayhan, yakni persiapan logistik yang dinilai tidak memperhitungkan waktu yang diperlukan.

"Jadi distribusinya enggak mepet banget. Karena kasihan KPPS-nya sampai ada banyaknya korban jiwa," kata dia.

Sistem Pemilu serentak, menurut Rayhan, sudah bagus dan perlu diapresiasi. Tetapi, persiapan harus benar-benar dimatangkan.

"Sayang banget banyak yang meninggal," imbuh dia.

Transparan

Olga Putri Sholicha, mahasiswi semester 8, Jurusan Teknik Transportasi Laut, ITS, menyebut Pemilu 2019 lebih baik dari Pemilu sebelumnya.

Baca juga: Kata Mahasiswa Unhas soal Quick Count dan Real Count: Jangan Rusuh hingga Tunggu KPU

Alasan Olga, kampanye berlangsung terbuka. Masyarakat juga terbuka dan berani bersikap terkait dengan pilihan dan dukungan mereka.

"Jadi terlihat lebih transparan lagi," ucap Olga.

Sementara itu, mengenai pelaksanaan Pemilu 2019, Olga menilai sudah berjalan dengan baik karena bisa digelar secara serentak.

Namun, penyelenggara Pemilu harus menambah SDM lebih banyak lagi untuk menjaga TPS, melipat suara, mendistribusikan logistik, dan upah mereka dinaikkan.

"Sehingga bisa meminimalisir kejadian (petugas KPPS meninggal) yang saat ini terjadi," kata Olga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com