BANDUNG, KOMPAS.com – Klaim kemenangan dua kubu capres cawapres pada Pilpres 2019 berdasarkan hasil hitung cepat atau quick count sejumlah lembaga survei membuat masyarakat bingung.
Di satu sisi ada opini bahwa lembaga survei tersebut tidak netral atau hanya bayaran saja, di sisi lain ada pihak yang ngotot mengklaim menang dan tidak mengindahkan metode survei lembaga-lembaga quick count yang sudah terstandarisasi tersebut.
Di sisi lain, ada upaya untuk percaya pada penghitungan real count KPU. Namun ada juga pihak yang menunjukkan mosi tidak percaya kepada KPU.
Untuk sementara berdasarkan hasil hitung cepat atau quick count, pasangan capres cawapres Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin unggul.
Baca juga: Kata Mahasiswa Unsri Palembang soal Pemilu 2019
Serta, berdasarkan hasil situng KPU dengan data yang masuk 49,48 persen yang masuk, pasangan Jokowi-Ma'ruf unggul sebesar 56,19 persen dibanding pasangan Prabowo-Sandi 43,81 persen. Hasil situng ini bisa dilihat di www.pemilu2019.kpu.go.id.
Polemik hasil quick count dan real count Pemilu 2019, tak lepas dari perhatian mahasiswa Universitas Padjadjaran (Unpad).
Bahkan ada kalanya, mereka membahas polemik quick count dan real count ini di acara santai, perkuliahan, hingga acara formal.
Kompas.com mewawancarai sejumlah mahasiswa Unpad soal pandangan mereka mengenai polemik quick count vs real count ini. Berikut hasil wawancaranya.
Baca juga: Kata Mahasiswa USU soal Pemilu 2019: Fenomena Nurhadi-Aldo hingga Golput
Mahasiswa semester 4 Peternakan Unpad, Iman Taufik Ramadhan menilai, polemik quick count dan real count terjadi akibat sistem pemilu Indonesia yang amburadul dan prematur.
“KPU sebagai penyelenggara, menjadi lembaga yang paling bertanggungjawab atas munculnya polemik ini,” ujar Iman saat dihubungi Kompas.com melalui saluran telepon, Jumat (26/4/2019).
Sebab menurutnya, KPU tidak berhasil menciptakan suasana pemilu yang sehat akibat blunder-blunder yang mereka lakukan pra dan pasca pemilu.
Seharusnya, sambung Iman, dengan anggaran yang sangat besar, KPU bisa menciptakan sistem pemilu yang lebih efektif dan efisien.
Baca juga: Kata Mahasiswa Unhas soal Pemilu 2019: Bikin Bingung hingga Anak Muda Berani Bicara
Misal, mempersiapkan dengan matang mekanisme kerja. Mulai dari regulasi yang jelas tentang pelatihan, jam kerja, dan asuransi anggota KPPS. Kemudian logistik dan mekanisme distribusi hingga penghitungan suara.
“Rentang waktu yang panjang membuat polemik quick count dan real count semakin gaduh di masyarakat. Ditambah kesalahan-kesalahan seperti salah input yang merugikan salah satu calon membuat KPU kehilangan trust dari publik dan semakin memperburuk keadaan,” tuturnya.
Mahasiswa lainnya, Diba Andalusia mengatakan, semakin ke sini, parameter quick count tidak cukup jelas dan tidak digambarkan secara gamblang ke masyarakat.