Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kata Mahasiswa Unsri Palembang soal Pemilu 2019

Kompas.com - 27/04/2019, 10:02 WIB
Aji YK Putra,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

PALEMBANG, KOMPAS.com - Pesta Pemilu pada 17 April 2019 ternyata banyak menyisakan polemik di masyarakat. Antara lain, dari mulai logistik pemilu yang kurang hingga gugurnya ratusan petugas KPPS akibat kelalahan. 

Hal lain dalam pelaksanaan pemilu serentak tahun ini adalah soal surat suara. Dalam Pemilu kali ini, ada lima surat suara yang harus dicoblos, yakni untuk Presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi dan DPRD kota/ Kabupaten.

Bagi pencoblos, setidaknya, butuh waktu sekitar lima menit untuk mencoblos seluruh surat suara tersebut di dalam bilik. Bagi KPU, proses distribusi dan pelipatannya juga butuh waktu. 

Kompas.com mewawancarai sejumlah mahasiswa Universitas Sriwijaya (Unsri) di Palembang untuk mengetahui pendapat mereka soal Pemilu 2019. 

Baca juga: Kata Mahasiswa Universitas Brawijaya Soal Pemilu 2019 dan Pahlawan Demokrasi yang Gugur

Berikut hasil wawancaranya: 

1. Nanda Rizka Saputri

Nanda Rizka Saputri Mahasiswi UnsriHANDOUT Nanda Rizka Saputri Mahasiswi Unsri
Nanda Rizka Saputri, mahasiswi Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Unsri mengatakan, dalam penyelenggaraan pemilu 17 April kemarin, banyak persoalan soal kurangnya kertas suara sehingga membuat warga tak bisa memberikan hak suara mereka.

Bahkan, kertas suara pun menurutnya baru datang ke TPS saat Pemilu akan dilakukan.

"Surat suara juga baru dilipat, banyak yang tidak bisa mengikuti Pemilu,"kata Nanda.

Ditengah pelik kisruh pemilu itu, Nanda berpendapat jika quick count dan real count  dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk memanipulasi data.

"Menurut saya, jadi ada isu-isu di kedua belah pihak tentang manipulasi data.Saya hanya ingin pemimpin yang bertanggung menegakkan keadilan, tegas dan jujur," ujarnya.

Baca juga: Orasi Syukuran Kemenangan, Prabowo Minta Lembaga Survei Pindah ke Antartika

2. Sigit

 

Sigit, mahasiswa Unsri Palembang jurusan Ekonomi. HANDOUT Sigit, mahasiswa Unsri Palembang jurusan Ekonomi.

Hal yang sama diutarakan oleh Sigit, mahasiswa Unsri semester VI jurusan Ekonomi. Ia mengatakan, surat suara juga masih banyak kekurangan di TPS saat Pemilu berlangsung.

Kejadian itupun menjadi tanda tanya besar oleh masyarakat soal kesiapan KPU sebagai penyelenggara.

Sigit pun mengaku akan tetap menunggu keputusan dari KPU siapa pemenang dalam Pilpres 2019 ini.

"Biarkan quick count dan real count memberikan pendapat mereka masing masing, kita hanya perlu menunggu keputusan KPU. Presiden yang dibutuhkan Indonesia untuk 5 tahun ke depan adalah amanah dan bertanggung jawab," ujarnya.

Baca juga: 14 TPS di Palembang Batal Gelar Pemungutan Suara Lanjutan, Ini Sebabnya

3. Noker Jekyen

 

Noker Mahasiswa UnsriHANDOUT Noker Mahasiswa Unsri

Begitu juga dengan yang diungkapkan Noker Jekyen, mahasiswa Unsri semester VI Jurusan Ekonomi Pembangunan. Menurut dia, polemik kekurangan surat suara di TPS menjadi isu negatif terhadap KPU sebagai penyelenggara Pemilu.

"Quick count yang di tayangkan di TV membuat masyarakat tidak percaya karena perbedaan antar berbagai lembaga survei yang dan kurang terbukanya sistem lembaga survei tersebut. Sehingga keyakinan masyarakat terhadap lembaga survei tersebut kurang di percaya,"

"Hasil real count dari KPU juga menurut saya tidak meyakinkan karena banyak kesalahan yang terjadi seperti input hasil dari C1 . Ini membuat masyarakat kurang yakin dengan hasil perhitungan," ujar Noker.

Baca juga: Beda dengan Prabowo, PKS Percaya Hasil Quick Count

Noker pun menginginkan sosok Presiden di Indonesia yang tegas.

"Kalau saya ingin sosok pemimpin memiliki visi misi yang jelas walaupun tidak banyak tapi bisa di pertanggung jawabkan. Seorang presiden yang tegas dan berpihak kepada masyarakat bukan kepada individu atau pribadi. Dan ini saya lihat ada di pak Prabowo," katanya.

4. Rafiq Muhammad Wangga

Rafiq Muhammad Wangga, mahasiswa Unsri Palembang jurusan ekonomi. HANDOUT Rafiq Muhammad Wangga, mahasiswa Unsri Palembang jurusan ekonomi.
Berbeda halnya dengan Rafiq Muhammad Wangga, mahasiswa Fakultas Ekonomi Unsri semester VI. Menurutnya  polemik quick count dan real count itu bukanlah hal yang terlalu harus diributkan. 

Menurut dia, kalau pun memang ada kecurangan laporkan. Kejujuran terhadap pemilu ini juga harus ditegakkan.

"Tetapi tidak dapat dipungkiri pula apa bila terdapat kesalahan atau kekeliruan pada saat perhitungan suara, karena tahun ini ada tahun pertama pemilihan serentak bukan hal yang mudah menghitung suara yang sangat banyak dengan jumlah penduduk negara Indonesia yang cukup banyak," ungkapnya.

Baca juga: Penjelasan Komisioner KPU soal Kabar Hoaks Kantor KPU Sumsel Dibakar

Pemilu tahun ini pun menurutnya sangat menarik dibandingkan sebelumnya, dimana langsung memberikan lima hak suara diwaktu yang bersamaan.

"Kalau kriteria Presiden menurut saya paham gimana cara memajukan Indonesia. bisa memajukan pendidikan di Indonesia bisa mempertahankan kenyamanan ketentraman wilayah Indonesia," ujarnya.

5. Dimas Anggara

 

Dimas Mahasiswa UnsriHANDOUT Dimas Mahasiswa Unsri

Dimas, mahasiswa fakultas Ekonomi Pembangunan Unsri semester VIII berpendapat, pihak KPU menurutnya belum mengambil tindakan terhadap temuan beberapa pelanggaran saat pelaksaan Pilpres berlangsung.

"Yang menarik adalah, pemilihan Presiden yang digabung sama legislatif. Pemilihan berlangsung dengan prinsip Luber (langsung, umum, bebas, rahasia) tetapi tidak Jurdil (jujur dan adil), "jelasnya,

Persoalan real count dan quick qount yang menjadi polemik pun menurutnya haruslah disikapi secara pintar.

Menurut dia, masyarakat harus bisa membedakan apa itu quick count dan real count. Jangan pernah disamakan karena proses keduanya juga sangatlah  berbeda. 

Baca juga: Papan Display Waktu Shalat di Masjid Unsri Diretas Jadi Dukungan Capres

"Quick count adalah proses pengambilan suara dengan cara mengambil sampel populasi pada suatu tempat dan tidak menyeluruh, sedangkan real count adalah proses penghitungan suara melalui hasil pemilihan surat suara langsung dari para saksi atau pemantau," jelasnya.

Sosok seorang Presiden yang diimpikan oleh Dimas pun adalah yang dapat menghapus segala bentuk korupsi.

Menurut dia, presiden ideal adalah presiden yang tegas menolak segala bentuk Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, serta pemimpin yang mau menemui rakyatnya di saat mereka mengeluh tentang ancaman ataupun penistaan yang terjadi.

"Yang bisa menjamin serta memfasilitasi masyarakat mendapatkan pekerjaan yang layak. Karena sejatinya pra kerja membuat masyarakat menjadi malas untuk mengubah nasibnya sendiri," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com