Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisioner KPU RI: Pemilu Serentak Cukup yang Pertama dan Terakhir

Kompas.com - 26/04/2019, 23:44 WIB
Wijaya Kusuma,
Farid Assifa

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan, pemilu serentak cukup menjadi yang pertama dan terakhir.

Sebab perhelatan demokrasi itu telah melampaui batas fisik petugas dan secara teknis melampaui kapasitas KPU dalam mempersiapkan logistik.

"Saya ingin mengulangi bahwa pemilu serentak yang kita laksanakan model seperti kemarin, itu bagi saya cukup yang pertama dan terakhir," ujar Pramono dalam sarasehan refleksi pemilu di Digilib Cafe, Fisipol UGM, Jumat (26/04/2019).

Pramono menjelaskan, secara fisik, pelaksanaan pemilu serentak dengan model seperti 17 April 2019 telah melampaui batas kemampuan rata-rata manusia Indonesia.

Baca juga: Banyak KPPS Meninggal Kelelahan, Golkar Desak Pemilu Serentak Dievaluasi

Dari data KPU, sampai kemarin, petugas KPPS yang meninggal dunia mencapai 225 orang. Sedangkan petugas KPPS yang jatuh sakit sebanyak 1.470 orang.

"Ini saya pastikan jumlahnya akan bertambah. Kemarin seharian keliling ke beberapa kabupaten/kota di Pantura, Saya masih menerima laporan bahwa beberapa petugas kita masih sakit dan sebagian kondisinya parah," urainya.

Secara teknis, pelaksanaan pemilu serentak seperti yang dilaksanakan kemarin juga melampaui kapasitas Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam mempersiapkan logistik dan melayani pemilih.

Hingga 25 April 2019 terdapat sejumlah TPS yang harus dikoreksi karena masalah ketersediaan logistik dan pelayanan pemilih. Sebanyak 705 TPS harus melaksanakan pemungutan suara ulang (PSU) dan 89 TPS di antaranya sudah melakukannya.

Selain itu, 2.260 TPS harus melakukan pemilu susulan. Dari jumlah itu, 936 TPS telah melaksanakannya.

Kemudian 296 TPS harus melakukan pemilu lanjutan. Sebanyak 55 TPS di antaranya sudah rampung.

Pramono mengatakan, secara sistem, pemilu serentak membuat pemilih kesulitan menentukan pilihannya, terutama untuk calon anggota DPD, DPR dan DPRD.

Pemilu serentak ini merupakan yang pertama kali dilaksanakan di Indonesia sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 dan putusan MK Nomor 14 tahun 2013.

Hanya saja, lanjutnya, ada beberapa klausul regulasi yang implikasi teknisnya di luar perkiraan pembuat undang-undang.

Pasal yang memberatkan

Pramono menyebutkan, pasal 383 ayat 2 menyebutkan perhitungan suara hanya dilakukan dan selesai di TPS atau TPS LN yang bersangkutan pada hari pemungutan suara.

Akibatnya, petugas KPPS mau tidak mau harus menyelesaikan proses pemungutan dan diteruskan dengan penghitungan suara pada hari yang sama.

"Memang ada putusan MA nomor 20 tahun 2019 yang memperpanjang waktu selama 12 jam, tetapi tanpa jeda. Jadi memang aturannya seperti itu dari undang-undangnya," tandasnya.

Seusai Pasal 350 ayat 1, jumlah pemilih per TPS maksimal 500 orang. Namun dari beberapa simulasi akhirnya KPU mengurangi menjadi per TPS maksimal 300 orang.

Baca juga: Anggap Pemilu 2019 Terburuk, Ketua Fraksi PKB Usul Pemilu Dibagi 3 Tahap

 

Pengurangan ini untuk mengurangi penumpukan pemilih di TPS dan proses penghitunganya tidak melewati tengah malam.

"Jadi kami sudah melakukan upaya mengurangi batasan, coba bayangkan kalau pemilih di TPS maksimal 500. Saya pastikan akan semakin banyak yang bertumbangan karena waktunya pasti lebih panjang," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com