Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melihat Ritual Unggahan Masyarakat Adat Bonokeling, Jalan Kaki Puluhan Kilometer untuk Ziarah ke Makam Leluhur

Kompas.com - 26/04/2019, 09:36 WIB
Fadlan Mukhtar Zain,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

BANYUMAS, KOMPAS.com - Bento (50) akhirnya tiba di perbatasan Kabupaten Cilacap dan Banyumas, tepatnya di Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Kamis (25/4/2019) sore.

Setelah menurunkan barang bawaan yang dipikul, warga Kelurahan Tambakreja, Kabupaten Cilacap ini bergegas menuju warung di tepi jalan desa untuk memesan kopi kopi. Keringat tampak masih mengucur dari tubuhnya.

"Tadi hanya makan sedikit di jalan, asal buat ngisi perut. Kalau terlalu banyak makan malah perutnya nggak enak," tutur Bento.

Baca juga: 5 Fakta Anggota Timses Caleg di Cirebon Alami Depresi, Jalani Ritual di Waduk hingga Pesan untuk Ikhlas

yang mengaku berangkat dari rumahnya pukul 03.00 WIB.

Bento bersama sekitar 150 orang temannya baru saja menempuh perjalanan puluhan kilometer dari rumahnya untuk mengikuti ritual Unggahan. Ritual ini merupakan ritual yang dilakukan masyarakat adat Bonokeling pada setiap Jum'at terakhir bulan Sadran/ Ruwah (kalender jawa).

Bento dan ratusan temannya berangkat sejak pukul 03.00 waktu setempat.

"Ini sudah tradisi turun-temurun dari zaman nenek moyang. Setiap tahun saya ke sini untuk berkunjung ke makam leluhur di Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas," kata pria yang telah mengikuti ritual Unggahan sejak umur 17 tahun ini.

Di zaman modern ini, Bento bersama anak putu (sebutan untuk keturunan) Bonokeling tetap mempertahankan tradisi jalan kaki. Alasannya, semata-mata untuk mempertahankan budaya yang telah diwariskan oleh para pendahulunya.

"Istilahnya kalau kotor dibersihkan, kalau rusak dibetulkan," jawab Bento.

Baca juga: Relawan Jokowi-Maruf Amin Ajak Warga Surabaya Gelar Ritual Barikan

Anak putu bonokeling lainnya Arif (40) mengatakan, setiap pria dewasa memikul barang bawaan dengan berat lebih dari 10 kg. Barang bawaan berisi berbagai bahan makanan yang akan dimasak bersama-sama dengan anak putu bonokeling dari berbagai daerah pada saat acara puncak, Jum'at (26/4/2019).

"Kalau badan tidak fit nggak bakal kuat jalan kaki dengan membawa beban seberat ini. Perjalanan ke sini butuh waktu seharian, sampai kaki lecet, pundak juga lecet-lecet," ujar Arif.

Mbah Nirwan, salah seorang sesepuh di Desa Pekuncen mengatakan, perbatasan Cilacap dan Banyumas menjadi titik penjemputan rombongan anak putu Bonokeling yang datang.

Lebih dari 1.000 orang yang berasal dari berbagai wilayah di Kabupaten Cilacap, seluruhnya berjalan kaki.

"Jumlahnya banyak, ada yang dari Daun Lumbung (Cilacap kota), Adiraja, Kalikudi, Jepara (ketiganya dari kecamatan di Cilacap bagian timur). Sebagai tuan rumah, warga Pekuncen menjemput di sini, sekaligus prosesi penyerahan barang-barang yang dibawa," jelas Nirwan.

Sejak siang, rombongan dari beberapa wilayah mulai berdatangan. Selanjutnya, anak putu bonokeling yang telah tiba di Pekuncen akan beristirahat di kompleks makam dan rumah penduduk di sekitarnya.

Ritual puncak Unggahan akan digelar Jumat pagi di kompleks makam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com