Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

10.000 Bibit Pohon untuk Pewarna Alami Batik Ditanam di Gunungkidul

Kompas.com - 25/04/2019, 17:59 WIB
Markus Yuwono,
Rachmawati

Tim Redaksi

YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Pengrajin batik di Desa Tancep, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, terus mengembangkan batik dari pewarna alami yang berasal dari lingkungan sekitar.

Suyatmi, salah seorang pengrajin Batik Desa Tancep mengatakan, sejak beberapa tahun terakhir dirinya bersama kelompok batik desanya 'Nur Giri Indah' mengembangkan batik menggunakan pewarna alami. Selain untuk menjaga lingkungan, pewarna batik bisa didapatkan dari lingkungan sekitar.

Ia mencontohkan warna coklat yang didapatkan dari tumbuhan soga, atau warna hijau bisa didapatkan dari pohon tegeran yang mudah didapat di sekitar sungai desa setempat. Untuk warna kuning , biasanya mereka dapatkan dari pohon nangka serta pohon lain yang ada di sekitar desa.

Baca juga: Datangi TPS, Sultan Mengenakan Batik Merah Muda

Bagian dari pohon-pohon tersebut diolah sedemikian rupa sehingga bisa menjadi pewarna alami untuk batik.

Saat ini sejumlah batik motif sudah mereka kembangkan mulai dari cendana hingga motif khas Gunungkidul yakni belalang.

"Untuk pewarna alami begini paling susah itu pas musim penghujan, krena jika pengeringan tidak sempurna maka warna menjadi pudar dan tidak merata," katanya kepada Kompas.com saat pameran di Rest Area Gubug Gede, Kecamatan Gedangsari, Kamis (25/4/2019).

Baca juga: Tiap Rabu, Siswa di Sekolah Ini Pakai Baju Batik Buatan Sendiri

Diakuinya warna batik alam yang tidak mencolok memiliki pangsa pasar tersendiri. Harga selembar kain batik Desa Tancep dihargai mulai dari Rp 500.000 dan mulai banyak disukai oleh masyarakat.

"Batik pewarna alami punya pasar sendiri. Mereka suka karena warnanya tidak begitu mencolok, tetapi alami. Kebanyakan dari Yogyakarta memesan ke sini,"ucapnya.

Sementara itu Bupati Gunungkidul Badingah mengatakan, pihaknya mendukung industri kreatif masyarakat apalagi saat ini pariwisata tengah berkembang. Menurutnya, tekstil berbahan alami akan menjadi ciri khas tersendiri.

Selain itu dengan pewarna alami yang terdapat di sekitar rumah, masyarakat akan semakin mencintai lingkungannya, pohon-pohon dijaga, dan ini berdampak pada ekosistem.

Baca juga: Ini Penampakan 15 Kemeja Batik Khusus Kampanye Jokowi yang Dijahit di Solo

Saat ini, pemerintah dan lembaga Lions Club Puspita Mataram menanam 10.000 pohon disentra kerajinan batik seperti di Desa Tancep, Ngawen; Mertelu dan Ngalang, Kecamatan Gedangsari. Bantuan yang diberikan adalah bibit pohon mangga, jambu, manggis, nangka, buah naga, dan indogofera.

"Selain untuk pewarna batik, bibit pohon juga digunakan untuk menjaga ekosistem," katanya.

Salah seorang perwakilan lembaga Lions Club Puspita Mataram Irawan Santoso mengatakan, lembaga miliknya merupakan lembaga internasional yang memiliki perhatian dibidang lingkungan hidup dan kesejahteraan masyarakat.

Dengan menanam pohon sebanyak itu diharapkan bisa merubah wilayah yang tandus menjadi lebih hijau.

"Gunungkidul daerah paling tandus, bisa ditanam pohon untuk pewarna batik. Kita juga akan kenalkan batik ini ke dunia internasional," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com