Mau tak mau, selama puluhan tahun Suhendro bertahan demi beberapa lembar surat suara pemilu.
Bagi orang lain, hobi itu mungkin akan ditinggalkan begitu saja.
Namun tidak bagi Suhendro, baginya muncul kenikmatan luar biasa yang orang lain tak bisa merasakan.
"Sejak tahun 1957, saya hanya punya delapan lembar surat suara pemilu. Susah mendapatkannya, karena usai pemilu dimusnahkan. Biasanya dapat dari pemulung atau teman. Yang menarik itu, saya harus bersabar menunggu pemilu digelar setiap waktunya. Saat memasuki pemilu, saya benar-benar merasakan kesenangan yang luar biasa. Saat itulah penantian panjang saya serasa di ujung mata," terang Suhendro.
(BERSAMBUNG)