Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Caleg Difabel dari Makassar, Habiskan Rp 10 Juta hingga Tak Miliki Saksi di TPS

Kompas.com - 24/04/2019, 11:12 WIB
Himawan,
Khairina

Tim Redaksi


MAKASSAR, KOMPAS.com - Tidak seperti calon anggota legislatif lainnya, Noldus Pandin (40) berangkat menjadi caleg DPRD Kota Makassar tahun ini dari golongan minoritas.

Ia merupakan penyandang difabel daksa dengan kaki kanan polio. Hal ini tak membuatnya patah arang untuk ikut dalam kontestasi Pemilu 2019 kemarin.

Caleg yang berasal dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) nomor urut 9 ini berada dalam wilayah Dapil III Kota Makassar yang meliputi Kecamatan Tamalanrea dan Biringkanaya.

Baca juga: Kisah Anggiasari, Caleg Penyandang Disabilitas yang Berjuang Lewat Politik

 Sepintas, ia berujar, peluang untuk duduk di kursi DPR memang tipis, apalagi di TPSnya ia hanya memperoleh 15 suara.

Namun, ia masih menunggu finalisasi penetapan rekapitulasi dari KPU kota Makassar.

"Kalau persoalan apakah ada peluang tentu kita optimis saja. Nanti kita tunggu hasilnya saja dari KPU bagaimana penetapannya. Tapi kalkulasi kasarnya ada 700 suara yang saya dapatkan," kata Noldus saat diwawancara KOMPAS.com, Selasa (23/4/2019).

Baru pertama kali maju dalam kontestasi pileg, Noldus mengaku niatan itu didasari untuk memperjuangkan kaum disabilitas yang menurutnya masih sering mendapatkan perlakuan yang tidak adil.

Ia mengatakan kebanyakan anggota dewan fokus pada isu gender dan kemiskinan. Sementara Kota Makassar masih belum sepenuhnya ramah terhadap penyandang disabilitas terutama untuk aksesibilitas penyadang disabilitas yang sangat terbatas di setiap jenjang lembaga di kota ini.

"Padahal pada payung hukum tentang disabilitas itu sudah ada, tinggal terjemahan di setiap jenjang lembaga itu mengalami kemandekan," ucap pria yang juga merupakan tenaga pengajar di salah satu sekolah swasta di Makassar ini.

Baca juga: Kisah Tim Sukses Caleg Gagal yang Depresi Ditagih Perolehan Suara

Noldus menceritakan, selama masa kampanye, ia hanya menghabiskan dana sekitar Rp10 juta.

Itu pun dari hasil pundi-pundi yang dikumpulkan dari keluarganya. Ia sama sekali tidak menggunakan dana partai.

Keterbatasan dana ini juga membuatnya tak memiliki saksi-saksi di TPS yang ada di dapilnya.

Ia mengaku tidak seperti caleg-caleg yang punya jejaring solid dan sudah mapan yang bisa membayar saksinya di TPS.

Hal ini membuatnya belum mengetahui perolehan suaranya secara pasti setelah pencoblosan 17 April lalu.

"Saya memang ada kendala, teman-teman caleg yang lain itu punya jejaring tim yang sangat solid jadi saya tidak mempunyai saksi yang artinya militan di setiap TPS karena keterbatasan dana," imbuhnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com