Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peringati Hari Bumi, Koalisi Langit Biru Bentangkan Spanduk di Lokasi PLTU Teluk Sepang

Kompas.com - 23/04/2019, 14:51 WIB
Firmansyah,
Rachmawati

Tim Redaksi

BENGKULU, KOMPAS.COM - Sejumlah masyarakat di Bengkulu yang tergabung dalam Koalisi Langit Biru, menggelar aksi pembentangan spanduk berukuran raksasa 6x10 meter tak jauh dari lokasi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), Teluk Sepang, Kota Bengkulu, Selasa (23/4/2019).

Spanduk berukuran raksasa warna hitam itu bertuliskan "Selamatkan Terumbu Karang Bengkulu dari Limbah PLTU Batubara, Tutup PLTU Teluk Sepang". Pembentangan spanduk juga bertepatan dengan peringatan Hari Bumi 22 April 2019.

Peringatan Hari Bumi di Bengkulu mengangkat isu terumbu karang yang akan hancur jika PLTU batu bara Teluk Sepang beroperasi.

Baca juga: Samin Tan Diduga Suap Eni Maulani Terkait Kontrak Batubara dengan Kementerian ESDM

 

Anggota Koalisi Langit Biru menyerukan agar pemerintah menghentikan proyek PLTU batu bara Teluk Sepang.

Juru Kampanye Pesisir dan Laut Kanopi Bengkulu, Didi Mulyono mengatakan, kerusakan terumbu karang dipastikan akan membuat hasil laut menurun, dan otomatis akan mengurangi hasil tangkap nelayan.

Selain itu, rusaknya terumbu karang akan berdampak pada daratan  karena terumbu karang berperan sebagai penghalang arus gelombang alami.

"Diketahui, terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanthellae. Ekosistem terumbu karang harus terjaga untuk keseimbangan laut karena untuk pertumbuhan terumbu karang dalam kurun waktu 1 tahun hanya 1 sentimeter saja. Apabila terumbu karang rusak dibutuhkan waktu hingga berpuluh-puluh tahun untuk memulihkannya kembali," kata Didi.

Baca juga: Dua Perusahaan Tambang Teken Kerja Sama Penambangan Batu Bara di Lahat

Ia melanjutkan, terumbu karang juga merupakan tempat atau habitat bagi berbagai spesies tumbuhan laut, hewan laut, dan mikroorganisme laut lainnya

Perairan Pulau Baii yang ada di wilayah Teluk Sepang juga merupakan suatu kawasan ekosistem terumbu karang jenis acropora branching, digitate, dan massive tumbuh.

Beroperasinya PLTU menurut Koalisi Langit Biru menjadi ancaman serius bagi kehidupan laut dan terumbu karang, karena air limbah PLTU dapat merusak terumbu karang dan ekosistem perairan sekitar pembuangan limbah.

Untuk menghasilkan listrik, PLTU harus membakar batu bara sebanyak 113,85 ton/jam atau 2.732,4 ton/hari dan akan menghasilkan abu sebanyak 39,85 ton/jam.

Untuk merebus air guna menghasilkan uap pemutar turbin, PLTU akan membuang air limbah bersuhu 40 derajat celsius langsung ke laut lepas.

Air panas dengan suhu 40 derajat dapat mengakibatkan kematian organisme laut serta menghambat metabolisme dan fotosintesis serta akan membuat terumbu karang yang berada di Teluk Sepang rusak.

Anggota Koalisi Langit Biru lainnya, menilai semua pihak bertanggungjawab menjaga lingkungan terutama pemerintah yang hari ini justru melanggengkan perusakan ekosistem laut Bengkulu.

“Pemerintah seharusnya dapat menyelesaikan permasalahan kurangnya sumber energi listrik dengan jalan yang lebih efektif. Misalnya dengan menggunakan energi terbarukan, bukan malah menyerahkan sumber energi listrik pada pemain tambang dan sumber energi listrik yang kotor seperti PLTU," sambung anggota koalisi lainnya, Hendra Al Asad.

Baca juga: Tiga Perusahaan Bangun Pabrik Pengolahan Batu Bara di Riau

Sementara itu, Sekjen Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Surya Sinabutar mengatakan bumi ini bukan milik pribadi maupun milik kelompok melainkan milik seluruh mahluk hidup

"Jadi mari menjaga dan merawat bumi sebagai tanggung jawab manusia yang bermoral," ucapnya.

Mereka juga menegaskan jika PLTU batu bara masih berlanjut, maka nelayan tidak akan bisa melaut.

‘Stop PLTU batubara adalah harga mati,” sambung Zuan Zulian dari komunitas Tobo Berendo.

Pembangunan PLTU Teluk Sepang berkapasitas kapasitas 2 X 100 MW di Bengkulu menuai pro dan kontra. Penolakan datang dari masyarakat yang melihat PLTU akan membawa petaka dalam bentuk racun dari sisa pembakaran, hingga merusak kehidupan laut.

Pembangunan PLTU ini merupakan rencana nasional dari Presiden Joko Widodo yang menargetkan penambahan daya listrik nasional menjadi 35 ribu MW.

Kebijakan presiden ini tentu saja menuai protes. Sejumlah pihak lebih menawarkan agar pembangkit listrik di Indonesia ditargetkan berbahan energi terbarukan bukan batubara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com