Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Sukardi, Petani Deli Serdang yang Menanam Padi Organik sejak 1980

Kompas.com - 22/04/2019, 16:46 WIB
Dewantoro,
Rachmawati

Tim Redaksi

DELI SERDANG, KOMPAS.com - Sukardi, warga Jalan Pasar Kawat, Kelurahan Karanganyar,Kecamatan Beringin, Deli Serdang sejak tahun 1980-an telah menjadi petani padi organik. Hal tersebut dia lakukan untuk menghasilkan beras yang berkualitas untuk dikonsumsi.

Saat ditemui Kompas.com rumahnya, Sabtu (20/4/2019), Sukardi mengatakan petani harus berani mengurangi dan berhenti dari pola tanam kimiawi dan bertindak lebih arif dalam mengolah tanah

Diusianya yang sudah lebih dari setengah abad, hampir separuhnya dihabiskan Sukardi untuk mengajak petani-petani lainnya melakukan hal yang  sama dengan yang dilakukannya yaitu menanam padi secara organik.

Menurut Sukardi, tanah-tanah di persawahan semakin tidak gembur. Jika dulu kaki seorang petani bisa 'ambles' hingga betis, kini hanya semata kaki. Hal itu menurut Sukardi karena tanah semakin keras dan tingkat kegemburan semakin menurun akibat pupuk-pupuk kimia yang digunakan.

Baca juga: Gula Organik Banyumas Diekspor ke Rusia dan Brazil

Saat memulai menanam padi secara organik, Sukadi mengaku mendapatkan cibiran, cemooh dari petani lain di desanya. Seorang diri, dia mulai mengolah sekitar tiga hektare lahan padi milik mertuanya. Berselang beberapa tahun kemudian, petani lain mengikuti cara tanam Sukardi. Saat ini lahan organik yang dikelola mereka seluas 23 hektare dan sudah mendapatkan sertifikat organik dari Lembaga Sertifikasi Organik Seloleman (Lesos).

Dia tidak goyah meskipun hasil panen dengan organik saat itu tidak banyak. Jika dengan pupuk dan pestisida kimia bisa menghasilkan 5 ton, dia tidak merasa rugi saat panennya menghasilkan 3,5 ton di ukuran lahan yang sama.

Dia terus bertani dengan memerhatikan iklim, yang dalam bahasa Jawa disebut pranoto mongso, menjaga keseimbangan alam, dan lain sebagainya.

Tantangan tidak hanya saat bercocok tanam. Namun saat menjual hasil panen, tidak jarang ia harus berhadapan dengan cibiran. Namun seiring waktu, dia bisa membuktikan bahwa padi organik tidak bisa disepelekan. Jika saat dulu dia kesulitan untuk menjual padi dan harus menjual dengan cara door to door, saat ini Sukardi mengaku kewalahan memenuhi permintaan konsumen.

"Bagi saya organik ini lah yang bisa menyelaraskan alam. Kerusakan di alam, ada obatnya di alam. Yang kimia itu harusnya dibatasi penggunaannya," katanya.

Baca juga: Tempat Pengolahan di Depok Ini Pakai Ulat dan Lalat untuk Urai Sampah Organik

Sampai saat ini Kelompok Tani Mekar Pasar Kawat yang diketuainya baru bisa memproduksi 1,5 to per bulan beras organik varietas pandan wangi dan ciherang. Sedangkan permintaan kini sudah mencapai 3,5 ton per bulan. 

Pemerintah juga memberikan bantuan penggilingan padi dengan kapasitas 600-700 kilogram per jam, lantai jemur 6x30 meter, gudang penyimpanan gabah 8 x11 meter, tempat pertemuan petani, rumah kompos organik, dan alat transportasi untuk mengambil bahan baku serta  4 ekor lembu.

Saat ini, sudah ada 23 hektare lahan padi di Desa Karanganyar yang mendapatkan sertifikasi organik. Untuk mendapatkan label organik bukanlah perkara mudah. Ia harus melewati syarat-syarat tertentu.

Beberapa syarat yang harus dipenuhi mulai dari internal control system (ICS), memiliki pencatatan pengolahan lahan, air, pemupukan, penggunaan pestisida nabati, pengendalian hama secara alami dan lain sebagainya. Begitu juga, produknya bisa disebut organik setelah 2 tahun dikelola secara organik.

"Organik ini lebih sehat dan lebih murah karena misalnya membuat pupuk organik cair dan kompos bisa dilakukan sendiri, pestisida nabati  juga bisa, semua diambil dari alam. Lalu misalnya soal air irigasi, kita menggunakan enceng gondok untuk menetralisirnya," katanya. 

Untuk pestisida alami, dia menggunakan daun dan biji mimba. Tanaman mimba menurutnya berasal dari India namun tanaman itu sudah menyebar di mana-mana dengan mudah. Daun mimba memiliki tekstur halus dengan bentuk runcing dan bergerigi dan rasanya pahit.

Menurutnya, pestisida alami ini  efektif untuk membasmi serangan hama wereng dan kutu. 
Cara membuatnya, daun atau bijinya ditumbuk dengan kasar dengan alu kemudian direndam dalam air. Untuk membuat 10 liter pestisida alami, dibutuhkan satu kilogram daun mimba dan bijinya yang dicampur dengan air cucian beras satu liter.

"Kemudian difermentasi selama 4-5 hari. Setelah itu disaring, airnya bisa disemprotkan ke tanaman," katanya. 

Baca juga: Tanam Buah Naga Organik di Banyuwangi yang Berakhir Manis

Saat ini, Sumatera Utara memiliki lahan pertanaman padi yang sangat potensial untuk pola organik. Tahun 2018, alokasi padi organik  di Sumatera Utara seluas 180 hektare yang tersebar di lima kabupaten dengan perincian di Batubara sebanyak 20 hektar, Deli Serdang 20 hektar, Serdang Bedagai seluas 20 hektar realokasi dari Karo, Simalungun seluas 60 hektar dan Serdang Bedagai seluas 60 hektar

Kepala Dinas Pertanian Deliserdang, Syamsul Bahri, menargetkan lima tahun ke depan, lahan padi organik di wilayahnya mencapai 500 hektar di sepanjang Sungai Ular mulai dari Beringin, Pantai Labu, Pagar Merbau, Galang dan sebagian Lubuk Pakam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com