Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Kampung Kitiran Solo, Warganya Kelola Sampah Menjadi Emas

Kompas.com - 09/04/2019, 08:52 WIB
Muhlis Al Alawi,
Khairina

Tim Redaksi

SOLO, KOMPAS.com-Sebelum tahun 2017, Kampung Kitiran RT 002/ RW 008, Yosoroto, Kelurahan Purwosari, Kecamatan Laweyan, Kota Solo, Jawa Tengah hanyalah kampung biasa seperti kampung lainnya.

Tidak ada aktivitas mencolok yang menjadi topik pembicaraan pecinta lingkungan tentang pengelolaan sampah di kampung itu.

Setiap harinya, 50 keluarga yang bermukim di kampung itu membuang sampah pada kantong plastik lalu ditaruh didepan rumah agar diambil petugas pemungut sampah tingkat RT.

Tidak ada pemilahan sampah plastik, kertas hingga sampah makanan. Semua jenis sampah menjadi satu masuk ke dalam kantong plastik.

Baca juga: Melihat Suksesnya Bank Sampah di Purwodadi yang Dikelola Murid SMP

Namun, sejak dua tahun lalu, tepatnya malam tirakatan 16 Agustus 2017, Kampung Kitiran mulai berubah.

Sebanyak 50 kepala keluarga yang mengikuti tirakatan menjelang hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia berikrar membuat perubahan.

Bukan sekedar perubahan dan janji belaka. Warga setempat berikrar untuk berubah tentang bagaimana mengelola sampah yang selalu menjadi masalah besar di lingkungan perkotaan.

Tak hanya itu, warga juga memikirkan agar sampah yang dikelola kelak bisa menghasilkan tambahan pendapatan setiap bulannya.

Pascatirakatan itu, setelah mendapatkan edukasi, warga setempat sepakat sampah rumah yang dibuang dipilah berdasarkan jenisnya.

“Saat tirakatan malam 17 Agustus 2017, sekitar 50 kepala keluarga di kampung kami bersepakat membuat sesuatu yang baru. Masak kampung seperti ini saja. Tidak ada kegiatan dan sama tetangga terkadang jarang bertegur sapa. Maka kami ingin menjadi sesuatu yang dinamis. Makannya kampung ini diber nama Kampung Kitiran yang artinya kampung dinamis,” ujar Penggerak Pengelolaan Sampah Mandiri Kampung Kitiran, Denok Marty Astuti kepada Kompas.com, Senin (1/4/2019) lalu.

Baca juga: Unik, Nasabah di Bank Sampah Ini Justru Harus Bayar Rp 2 Juta per Bulan

Denok mengatakan setelah dibahas warga bersepakat agar mencari solusi sampah yang menjadi masalah di perkotaan.

Untuk itu, sampah yang dahulunya hanya menjadi sampah begitu saja harus diubah menjadi sesuatu yang ekonimis hingga mendatangkan rejeki bagi warga.

POTONG PITA—Deputi Bisnis Pegadaian Area Solo, Muhammad Choyin bersama Camat Laweyan, Endang Sabar Widiasih dan Penggerak Pengelolaan Sampah Mandiri Kampung Kitiran, Denok Marti Astuti memotong pita pada peresmian Kampung Kitiran sebagai The Gade Clean and Gold, Senin (1/4/2019) lalu.KOMPAS.com/Muhlis Al Alawi POTONG PITA—Deputi Bisnis Pegadaian Area Solo, Muhammad Choyin bersama Camat Laweyan, Endang Sabar Widiasih dan Penggerak Pengelolaan Sampah Mandiri Kampung Kitiran, Denok Marti Astuti memotong pita pada peresmian Kampung Kitiran sebagai The Gade Clean and Gold, Senin (1/4/2019) lalu.

“Lalu apa yang bisa dilakukan warga. Setelah dibahas, salah satu problem warga perkotaan adalah sampah. Untuk itu sampah dipilah berupa sisa makanan menjadi kompos dan an organiknya disetor ke bank sampah dan sisanya menjadi kerajinan tangan,” ungkap Denok.

Dikatakan, sampah yang terkumpul di bank sampah dijual ke pengepul pabrik daur ulang. Pasalnya, prinsip bank sampah menjadi perantara warga dengan pabrik daur ulang. Sementara sampah-sampah yang bisa dibuat prakarya tidak dijual ke pabrik daur ulang.

Untuk mengolah sampah, Kampung Kitiran memiliki beberapa tim kerja mulai bank sampah, pengomposan, pembibitan tanaman obat, tim kerja budaya, hingga tim kerja kerajinan tangan berbahan sampah.

Baca juga: Ada 700 Ton Sampah Plastik Per Hari, Pemkot Bekasi Perbanyak Bank Sampah
Bagi jebolan PT Astra Sunter ini, sampah menjadi pilihan karena dirinya menangkap problem di perkotaan besar itu adalah sampah. Keberadaan sampah juga melekat kesehariannya dengan warga.

"Apapun buangnya itu pasti sampah. Padahal kalau kita ngopeni (merawat) sampah maka bisa menjadi duit dan meningkatkan ekonomi," kata Denok.

Denok pun yang dahulu sudah mapan bekerja sebagai accounting 12 tahun di PT Astra memilih keluar kemudian konsen belajar pengelohan sampah lantaran keprihatinannya dengan tata kelola sampah di Indonesia. Setelah keluar dari Astra, Denok mulai berjibaku dengan pengolahan sampah di lapas hingga lima tahun.

"Banyak yang bilang you kok pekok (gila) sih. Tetapi kalau bila tidak ada yang bergerak maka Indonesia mau jadi seperti apa,” jelas Denok.

Untuk merawat sampah, kata Denok, warga harus memilah sampah. Sisa makanan masuk ke dalam tong kompos. Sementara sampah an organik seperti botol, kardus dan kertas dijadikan satu.

Sampah yang terkumpul itu lalu disetorkan ke bank sampah yang buka dua minggu sekali dalam waktu dua jam.

Baca juga: Kementerian LHK Imbau Warga Pulau Pari Bangun Bank Sampah

Tak hanya warga di RT-nya saja, RT tetangga juga ikut menyetor sampah yang terkumpul di bank sampah.

Setelah terlaksana beberapa bulan, kehadiran bank sampah menjadikan rumah dan kampung menjadi bersih. Selain itu warga menjadi rukun dan akur.

Apalagi dua minggu sekali ibu-ibu saling bersua saat menyetor sampah. Dari sisi lain tata kelola sampah baru di Kampung Kitiran itu juga mengedukasi anak-anak untuk memilah sampah sejak dini.

Dari sampah yang disetorkan di bank sampah, setiap warga bisa menabung Rp 600 ribu hingga Rp 1,2 juta setiap enam bulannya.

Maka setiap tahun, warga bisa memiliki tabungan hingga dua jutaan rupiah setiap tahunnya dari mengumpul sampah di rumahnya sendiri.

Namun dari jumlah tabungan itu, warga sepakat sebanyak 20 persen disisihkan untuk kas Karang Taruna. Dengan demikian, saat Karang Taruna menggelar acara tidak lagi meminta-minta bantuan kepada warga.

Tak berhenti di warga, beberapa pebisnis seperti hotel di daerah sekitar kampung Kitiran juga diedukasi dalam pengelolaan sampah.

Pasalnya para pebisnis semestinya harus mulai peduli kalau membuat produk pasca dipakai sampahnya dikemanakan.

“Kami juga menggandeng para pebisnis seperti hotel untuk memperhatikan pengolahan sampah. Dengan demikian, sampah seperti botol plastik dapat dijual ke bank sampah sehingga menambah pendapatan office boy-nya,” ungkap Denok.

Nampak warga antre menimbang sampah yang sudah dipilah di Bank Sampah di Kampung Kitiran RT 002/ RW 008, Yosoroto, Kelurahan Purwosari, Kecamatan Laweyan, Kota Solo, Jawa Tengah.KOMPAS.com/Dokumentasi Denok M Astuti Nampak warga antre menimbang sampah yang sudah dipilah di Bank Sampah di Kampung Kitiran RT 002/ RW 008, Yosoroto, Kelurahan Purwosari, Kecamatan Laweyan, Kota Solo, Jawa Tengah.

Sampah jadi emas

Keberadaan kampung Kitiran sebagai salah satu pengelola sampah yang dikenal banyak orang menjadikan Pegadaian, salah satu BUMN itu mengajak kerjasama.

Tak hanya memberikan fasilitas pembangunan tempat hingga alat, Pegadaian juga mengajak warga yang selama ini menabung dari hasil setor sampah beralih berinvestasi emas.

Bukan tanpa alasan. Investasi emas dinilai lebih strategis lantaran harganya yang terus naik dari waktu ke waktu. Sementara bila diwujudkan dalam bentuk tabungan uang nilainya akan tetap sama.

Tawaran program Pegadaian memilah sampah menabung menjadi emas mendapatkan sambutan dari warga Kampung Kitiran. Setidaknya sudah 30 warga yang membuka tabungan investasi emas di Pegadaian.

“Banyak ibu-ibu yang antusias karena investasi emas itu harganya akan naik terus,” kata Denok.

Baca juga: Belajar dari Bank Sampah dan Pengolahan Sampah Beromzet Rp 4,5 Miliar
Menurut Denok, program mengubah sampah menjadi emas bisa diterapkan diberbagai tempat. Untuk menerapkan program itu hanya membutuhkan komitmen saja dari pimpinan mulai dari RT hingga presiden.

Dengan demikian, persoalan sampah yang menjadi momok di perkotaan mudah diatasi tanpa harus sibuk dengan teknologi dan memakan anggaran yang besar.

"Problem sampah bukan hanya dialami tingkat RT tetapi sudah mendunia," ungkap Denok.

Denok memaparkan, saat ini jaringan bank sampah di wilayah Soloraya mencapai 80 bank sampah.

Bila satu bank sampah menerima setoran dari 50 kepala keluarga maka 80 bank sampah sudah melibatkan 4000 kepala keluarga.

Sementara perhitungan volume sampah disetiap bank sampah sekali pengumpulan sebanyak 600 sampai 800 kilogram sampah yang sudah terpilah.

Dengan demikian bila dikalikan jumlah 80 bank sampah bisa mencapai ratusan ton sampah. Pasalnya, satu bank sampah bisa menerima setoran hingga ratusan kepala keluarga.

Setelah dua tahun berjibaku mengelola sampah perkotaan, Kampung Kitran kini menjadi salah satu tujuan wisata berbasis pengolahan sampah dari berbagai wilayah daerah kabupaten/kota.

Pasalnya, setiap buka bank sampah, tamunya tidak pernah berhenti dari kota/kabupaten untuk belajar mengolah sampah.

“Minggu lalu bank sampah kami kedatangan tamu 80 orang dari 14 desa dari Klaten. Mereka tidak percaya, kami yang tidak memiliki lahan bisa mengolah sampah. Sementara mereka yang memiliki lahan luas tidak bisa mengolah sampah,” ungkap Denok.

Sementara itu, Deputi Bisnis Pegadaian Area Solo, Muhammad Choyin menyatakan Pegadaian memberikan apresiasi bagi keberadaan Kampung Kitiran lantaran keberhasilannya mengelola sampah menjadikan pendapatan warga bertambah.

Untuk itu, agar pendapatan warga makin bertambah maka Pegadaian menawarkan program memilah sampah menjadi emas.

Baca juga: Agar 50 Persen Sampah Didaur Ulang, Jaktim Luncurkan Bank Sampah Induk

Pegadaian mengajak warga yang sebelumnya menabung hasil penjualan sampah dalam bentuk uang berubah berinvestasi emas.

Caranya, warga cukup menyisihkan saldo awal buka rekening minimal Rp 6.000 agar bisa berinvestasi 0,01 gram emas dengan asumsi harga pergram emas di pasaran senilai Rp 600.000.

"Jadi kalau dikurskan maka setiap Rp 6.000 uang ditabung maka jadi emas 0,01 gram. Dengan demikian bila sudah mencapai 1 gram maka bisa diwujudkan dalam bentuk kepingan emas," kata Choyin.


Harapannya makin banyaknya keberadaan bank sampah akan menjadikan warga menabung emas semakin banyak.

Pasalnya, dalam waktu tidak sampai setahun warga yang rajin menyetor ke bank sampah bisa mengumpulkan satu gram emas.

Selain memberikan fasilitas kemudahan berinvestasi emas, kata Choyin, Pegadaian juga memberikan fasilitas bangunan untuk bank sampah hingga mesin press sampah.

Sementara itu, Ketua RT 002/ RW 008, Kampung Yosoroto, Kelurahan Purwosari, Moh. Zaenal Ali menyatakan tak mudah mengubah pola kebiasaan warga dalam pengelolaan sampah.

Butuh pelatihan dan penyemangat sehingga warga di wilayahnya mau memilah-milah sampah hingga menyetorkan ke bank sampah.

“Awalnya sangat sulit. Tetapi setelah berjalan dua tahun kini sampah menjadi berkah bagi warga. Sampah bisa menjadi rupiah, pupuk hingga emas,” kata Zainal.

Baca juga: Peringatan 40 Tahun, Universitas Budi Luhur Gelar Aksi Bank Sampah

Bagi Zainal, apa yang dilakukan warga di Kampung Kitiran bisa menjadi contoh warga di daerah lain untuk pengelolaan sampah. Apalagi masalah sampah menjadi persoalan yang dihadapi semua warga di belahan bumi nusantara.

Senada dengan Zainal, Camat Laweyan, Endang Sabar Widiasih menyatakan keberhasilan Kampung Kitiran mengelola sampah menjadi rupiah hingga emas menjadi daya tarik banyak orang.

Kondisi itu menjadikan kampung Kitiran kedatangan banyak tamu untuk belajar pengelolaan dan pengolahan sampah rumah tangga.

“Banyak tamu yang datang ke Kampung Kitiran untuk pengolahan sampah yang bisa menambah penghasilan warga,” kata Endang.

Tak hanya itu, kehadiran Pegadaian menggandeng Kampung Kitiran dalam program memilah sampah menjadi emas akan menjadikan kampung tersebut makin banyak dikenal orang.

Pasalnya, selain memberikan investasi emas bagi ibu rumah tangga, program memilah sampah menjadi emas juga menjaga lingkungan selalu bersih. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com