Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Wacana Bupati Bantul Cegah Kasus Intoleransi Kembali Terulang di Wilayahnya

Kompas.com - 05/04/2019, 07:51 WIB
Markus Yuwono,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Kabupaten Bantul, Yogyakarta segera akan membuat peraturan untuk mencegah kasus intoleransi seperti di Dusun Karet, Desa Pleret, Kecamatan Pleret. Ke depan kerukunan antarumat beragama di Kabupaten Bantul diharapkan bisa lebih harmonis setelah adanya peristiwa tersebut.

Bupati Bantul Suharsono mengatakan akan segera membuat aturan baru untuk mencegah tindakan intoleransi antarumat beragama, seperti yang dialami Slamet Jumiarto (42) bersama istri dan dua anaknya, yang ditolak mengontrak rumah di Dusun Karet RT 8 Desa Pleret. Ke depan tidak akan ada lagi kasus serupa di Bantul.

Untuk langkah awal pihaknya akan mengumpulkan semua pihak terkait, termasuk tokoh masyarakat.

"Walaupun sudah ada kesepakatan saya belum puas. Dalam waktu dekat atau minggu depan akan saya kumpulkan mana kala ada yang seperti itu kita sudah ada aturannya," katanya saat ditemui Kompas.com di Kantornya Kamis (4/4/2019).

Baca juga: 7 Fakta Kisah Slamet Melawan Diskriminasi Agama di Bantul, Peraturan Dicabut hingga Warga Ingin Hidup Rukun

Dia mengatakan, kasus yang menimpa Slamet dan keluarga sudah selesai. Dia berharap masyarakat untuk tidak membedakan latar belakang bagi pendatang, maupun dengan tetangga. Bantul terbuka bagi siapa saja asalkan menjalankan peraturan yang ada.

"Kasus ini sudah clear, tak ada masalah. Aturan kemarin tak dipakai karena tak sesuai dengan aturan hukum yang ada. Nanti kita bikin peraturan baru, peraturan itu (keputusan warga) sudah dicabut," ujarnya.

Slamet mengaku sedang "cooling down"

Ditemui di kontrakannya, Slamet mengatakan pihaknya dan keluarga belum memutuskan apakah akan segera pindah atau menghabiskan masa kontrak rumah tersebut.

Selama beberapa hari tinggal di rumah tersebut, warga sekitar menerima dengan baik kehadiran keluarganya. Tak sedikit yang menyambangi untuk mengobrol sambil bertanya seputar lukisan.

Baca juga: Slamet Melawan Diskriminasi Agama, Berharap Tak Ada Lagi Aturan Serupa

 

Bahkan beberapa tetangga sempat mengutarakan keinginannya agar dirinya bisa mengajari anak-anak mereka melukis. Saat ini dirinya memilih cooling down terlebih dahulu, dan menata batin, agar bisa kembali berkarya.

"Tetangga disini baik semua, bahkan ada yang hajatan kami dikirim makanan. Masyarakat di sini tidak membedakan kami siapa, meski kami baru saja tinggal di sini,"katanya.

Diakuinya, sudah ada beberapa tawaran untuk rumah tinggal namun dirinya belum memikirkan untuk pindah dalam waktu dekat.

Ke depan, jika akan pindah, dirinya dan keluarga akan mencari daerah terdekat dengan lokasi sekolah dan perguruan tinggi kedua anaknya.

Alumni Sekolah Menengah Industri Kerajinan (SMIK) St Fransiscus Semarang jurusan Batik ini berharap, ke depan tidak ada lagi kasus serupa.

"Saya sudah 14 kali pindah kontrakan selama tinggal di Yogyakarta dari tahun 2001 lalu baru kali ini mengalami peristiwa seperti ini. Semoga tidak ada lagi di Yogyakarta,"ucapnya.

Baca juga: Kisah Slamet, Melawan Peraturan Dusun yang Diskriminatif di Bantul

Slamet pindah dari Semarang tahun 2001 memutuskan menjadi pelukis di sekitar Malioboro. Bermodalkan nekat, dirinya memboyong istrinya Maria Florentina Priyati bersama anak pertamanya kala itu.

Setelah tinggal di Yogyakarta, tak hanya melukis dirinya juga menekuni seni peran, beberapa film dan iklan.

"Saya mungkin akan menetap di Jogja, meski punya rumah di Semarang. Kalau punya rejeki beli tanah dan membangun rumah," katanya.

Merajut Persaudaraan di Bantul

Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Bantul, Yasmuri mengatakan, peristiwa di Dusun Karet menjadi pembelajaran bersama. Pihaknya pun akan segera berkoordinasi dengan FKUB ditingkat kecamatan, agar peraturan serupa tidak ada.

Selama ini kerukunan umat beragama di Bantul terjalin dengan baik. Permasalahan di Dusun Karet merupakan perbedaan persepsi dari kesepakatan masyarakat yang tertuang dalam aturan.

Baca juga: 5 Fakta di Balik Perusakan Nisan di Magelang, Waspadai Isu SARA hingga Polisi Terus Buru Pelaku

Kesepakatan warga tersebut tidak rinci sehingga multitafsir sehingga menyebabkan salah persepsi. Setelah dikonfirmasi, menyadari semuanya kesepakatan itu memang perlu dibuat secara rinci.

"Satu kelompok atau dusun boleh saja membuat tata tertib, kesepakatan boleh. Tetapi tidak boleh melanggar aturan diatasnya," ucapnya.

Yasmuri mengatakan, pihaknya sudah sejak lama merajut perbedaan yang ada di Bantul. Salah satunya membuat Forum Pemuda Lintas Agama yang ada di Bantul.

Mereka diajarkan sejak muda mengenal mengenai perbedaan, sehingga bisa menularkan sikap toleransi antar umat beragama.

"Harapannya dari tangan pemuda itu, Bantul kedepan akan semakin baik hubungan masyarakatnya," ujarnya. 

Baca juga: Pemotongan Nisan Salib di Kotagede Yogyakarta, Sultan HB X Minta Maaf

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com