Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keterwakilan Perempuan di Politik Dinilai Memprihatinkan

Kompas.com - 28/03/2019, 10:45 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

MEDAN, KOMPAS.com - Keterwakilan perempuan di kancah politik sudah mendapat dukungan PBB lewat konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan (CEDAW).

Konvensi ini berlaku sejak 1981 dan telah diratifikasi 20 negara, isinya antara lain menyebutkan bahwa perempuan dan laki-laki memiliki derajat yang sama untuk menikmati hak sipil dan politiknya.

CEDAW kemudian diratifikasi Indonesia menjadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Dilanjut dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

"Perempuan harus diwakili karena keterwakilan perempuan dalam dunia politik membuat berbagai masalah kemanusiaan terungkap, apalagi saat ini perempuan semakin berkapasitas dan setara dengan laki-laki," kata

Baca juga: Ketua MPR Bahas Keterwakilan Perempuan dalam Politik Bersama KPPI

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Prof Darmayanti Lubis dalam diskusi 'Peran Politik Perempuan dalam Pemberitaan Media' yang digelar Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Sumatera Utara di Hotel Polonia Medan, Rabu (27/3/2019).

Komisi Pemilihan Umum (KPU), menurutnya, sudah tegas soal kuota 30 persen perempuan yang wajib dipenuhi partai politik. Disebutkan Darmayanti, jumlah perempuan yang duduk di DPR RI semakin meningkat setiap periode.

Pada era reformasi (1999-2004) terdapat 45 perempuan dari 500 anggota DPR RI, atau 9 persennya.

Pada 2004-2009 meningkat menjadi 61 orang atau 11,09 persen dari 550 anggota DPR RI. Kembali naik menjadi 101 perempuan pada 2009-2014, atau 18,04 persen dari 560 anggota DPR RI.

Baca juga: Pengamat: Setelah Syarat Keterwakilan Caleg Perempuan Terpenuhi, Selanjutnya?

Jumlah itu menurun pada periode 2014-2019, hanya 97 orang atau 17,32 persen perempuan yang menduduki 560 kursi di DPR RI. Padahal, perempuan juga penentu kebijakan. Keterwakilannya di parlemen sangat penting untuk mengatasi segala permasalahan perempuan.

"Khususnya di Sumut, seperti kematian ibu dan anak, angka stunting yang tinggi, pendidikan, masih banyak sekali permasalahan kita...” katanya sambil melaunching buku berjudul "Darmayanti Lubis: Perempuan Tangguh, Pembela Kaum Perempuan dan Anak."

Memprihatinkan

Kepala Biro Otonomi Daerah dan Kerjasama Provinsi Sumut Basarin Yunus Tanjung yang datang menggantikan wakil gubernur mengatakan, media sangat berperan mengangkat rendahnya keterwakilan perempuan ini.

Media harus memberi perhatian khusus yang dapat mengedukasi dan menumbuhkan kesadaran perempuan tentang peluang dan potensinya duduk di lembaga legislatif.

Baca juga: Polisi Cermati Fenomena Baru Perempuan Jadi Pelaku Bom Bunuh Diri

"Minimnya keterwakilan ini memprihatinkan. Kita prihatin melihat capaian ini, perlu langkah bersama yang holistik dan terpadu meningkatkan keterwakilan politik perempuan di legislatif," ucapnya.

Di Sumut, kata Yunus, dari 100 anggota DPRD cuma 15 perempuannya. Sedangkan dari 33 kabupaten dan kota, masih ada daerah yang tidak memiliki anggota DPRD perempuan, yaitu Kabupaten Pakpak Bharat dan Nias.

Sedangkan yang memenuhi kuota 30 persen hanya Kabupaten Labuhanbatu. Dia meminta dukungan laki-laki, dan menjadi komitmen pemerintah untuk melahirkan laki-laki peduli gender supaya sama-sama menjadi subjek pembangunan.

Dukungan laki-laki sangat diperlukan untuk mewujudkan kesetaraan gender. Laki-laki harus memberikan kesempatan kepada kedua gender untuk meningkatkan daya saing yang sehat menuju planet 50:50, dimulai dari desa.

Baca juga: Menag Sebut Peran Perempuan di Keluarga dan Pendidikan Bisa Cegah Perilaku Koruptif

 

Planet 50:50 merupakan kondisi dalam negara yang sudah tercipta keadilan dan kesetaraan antara lelaki dan perempuan di semua aspek pembangunan.

"Dan peran media sangat penting di sini sebab tidak mudah bagi perempuan jika dihadapkan dengan kendala struktural maupun kultural. Seperti jalan terjal dan berliku," kata Yunus.

Peran media

Pengamat media J Anto bilang, apresiasi isu perempuan di media massa khususnya di Sumut masih sangat rendah. Dia mencontohkan, banyak rubrik perempuan rata-rata hanya ada pada hari Minggu.

Asumsinya, Minggu menjadi hari keluarga, hari orang bersantai, dan ini yang menjadi salah satu yang memperkuat konstruksi patriarki.

"Hanya 27 persen pemberitaan politik yang mengangkat isu perempuan, masih rendah di Medan. Di sisi kuantitas, jumlah jurnalis perempuan juga masih minim," ujarnya.

Baca juga: Yenny Wahid Bicara Peran Perempuan di Forum Perdamaian Paris

Akademisi dari Universitas Sumatera Utara Nurbaini mengatakan, banyak pemberitaan tidak sensitif gender meski dipimpin seorang perempuan.

Tetap saja perempuan digambarkan sebagai sosok terbelakang dan hanya dijadikan objek pemberitaan. Dirinya meminta pers dapat lebih peka gender dan kritis dengan masalah gender.

Sementara Sekjen FJPI Khairiah Lubis menyampaikan, perempuan perlu hadir di ranah politik dan jurnalistik sebab perempuan dinilai sebagai sosok yang lebih peka dan bisa berfikir lebih dalam terkait suatu masalah.

Semua pihak harus mendukung perempuan untuk ada di politik. Walau saat ini dukungan itu masih sedikit. Ia berharap pasca-diskusi, perempuan bisa mendapat porsi yang baik di pemberitaan dan politik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com