Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selama 3 Tahun, 6 Harimau di Bengkulu Mati Jadi Korban Perburuan

Kompas.com - 26/03/2019, 11:22 WIB
Firmansyah,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

BENGKULU, KOMPAS.com - Administrator Pelestarian Harimau Sumatera, Fauna dan Flora International Indonesia Programme, Iswadi menyebutkan, sejak 2016 hingga 2018, tim patroli di Bengkulu menemukan 20 jerat untuk harimau dan 113 jerat mangsa. Di antara temuan itu, terdapat enam harimau mati terkena jerat pemburu.

"Enam harimau itu ditemukan di lapangan mati dan dibawa pemburu. Kami menemukan organ perut harimau di dekat jerat yang kami temukan jumlahnya enam ekor," kata Iswadi, saat menghadiri kegiatan in house training penanganan perkara kejahatan satwa liar dilindungi bagi jaksa penuntut umum (JPU) di Bengkulu, Selasa (26/3/2019).

Ia mengatakan, pihaknya sering menemukan pemburu saat melakukan patroli di hutan bersama Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).

Baca juga: Petugas Berupaya Padamkan Api yang Mengarah ke Habitat Harimau Sumatera

 

Pihaknya tidak segan memberikan sanksi pada pelaku dengan memberikan surat peringatan, bahkan ditahan untuk diadili.

Persoalan perburuan dan perdagangan satwa liar diakui Kepala BKSDA Bengkulu-Lampung, Donal Hutasoit, cukup tinggi.

Sejak 2015 hingga 2019, tercatat 19 kasus perdagangan, perburuan dan kepemilikan satwa liar dilindungi yang dibongkar oleh penegak hukum di Bengkulu, dengan jumlah tersangka 22 orang.

"Dari kasus yang ada, tuntutan pidananya bervariasi. Salah satu kasus perdagangan organ harimau sumatera divonis tertinggi dalam sejarah Indonesia penjara empat tahun, denda Rp 50 juta, subsidair 2 bulan kurungan penjara oleh Pengadilan Tinggi, Bengkulu Utara," sebut dia.

Ia melanjutkan, pada beberapa kasus serupa masih mendapatkan vonis rendah jika dibandingkan dengan kerugian yang ditimbulkan, sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku.

Ketua Satgas Sumber Daya Alam Lintas Negara, Kejagung, RI, Ricardo Sitinjak dalam rilisnya menuliskan, kegiatan in house training penanganan perkara kejahatan satwa liar di Bengkulu penting dilakukan.

"Ini penting dilakukan untuk mendukung pengetahuan dan prioritas penanganan kejahatan satwa liar dilindungi bagi jaksa bersertifikat," ujar dia.

Baca juga: Kebakaran Lahan di Indragiri Hulu Riau Mendekati Habitat Harimau Sumatera

Jaksa, lanjut dia, memang mengerti soal peraturan hukum, namun perlu dibekali pengetahuan mengapa harus melindungi satwa liar.

"Perlu juga diberikan pengetahuan bahwa saat satwa liar diamankan, lalu sisi liarnya masih terlihat, maka harus segera dibuat berita acara dan dokumentasi sebagai tanda bukti untuk dilepasliarkan. Agar mengurangi stres pada satwa tersebut," ujar dia.

Dia menilai, pelatihan untuk jaksa dalam menangani perkara kejahatan satwa liar dilindungi perlu dilakukan di lingkup kejaksaan di seluruh Indonesia.

Kompas TV Seekor harimau Sumatera yang tersisa di Kebun Binatang Taman Rimba, Jambi, tengah sakit radang sendi di kaki bagian kiri sehingga mengalami bengkak dan susah berjalan. Sudah 2 pekan hal ini terjadi. Radang sendi ini diduga disebabkan kondisi kandang yang sempit dan membuat harimau ini sulit bergerak bebas. Tim dokter juga akan memastikan penyebab pasti bengkaknya kaki hewan ini dengan melakukan pemeriksaan intensif. Tim dokter kini rutin melakukan pemeriksaan terhadap kaki harimau untuk bisa memastikan kondisi harimau bisa beraktivitas secara normal. Sebelumnya Kebun Binatang Taman Rimba, Jambi harus menerima kenyataan 2 ekor harimau Sumatera koleksinya juga mati karena sakit.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com