Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Toilet Pengompos hingga Bioplastik, Solusi Pemulihan Citarum yang Ditawarkan LIPI

Kompas.com - 25/03/2019, 23:50 WIB
Agie Permadi,
Khairina

Tim Redaksi

Untuk itu, LIPI bekerja sama dengan Jepang kemudian membuat teknologi bio toilet atau toilet pengompos ini untuk mengurangi pencemaran Sungai Citarum akibat kotoran manusia.

Namun sepertinya limbah yang mengotori Sungai Citarum ini bukan hanya itu saja, limbah kotoran ternak serta industri pangan seperti tahu dan tempe juga ikut andil dalam pencemaran Citarum.

Sebagai upaya penanganan, LIPI juga berhasil menerapkan teknologi pengolahan limbah cair tahu secara anerobik dengan teknik multitahap di sentra industri tahu, sehingga limbah yang dihasilkan layak buang ke sungai dan biogas yang dihasilkan dapat dimanfaatkan oleh rumah tangga di sekitarnya.

“Teknologi ini juga bisa diaplikasikan untuk penanganan kotoran hewan,” jelasnya.

Baca juga: Ini Penjelasan PT Monokem Surya Terkait Tailing Pasir Zirkon di Dekat Citarum

Limbah dari industri tahu ini, menurut Neni, sangat bau karena chemical oxygen demand (COD) nya yang tinggi dan mudah sekali terurai. Ketika terkena udara, akan timbul bau tertentu. Bau ini lah yang kemudian menjadi masalah tidak hanya bagi tanah tapi juga bagi masyarakat disekitarnya.

“Oleh karena itu mutlak limbah tahu ini harus diolah,” katanya.

Cara pengolahan limbah secara konvensional dinilai lebih mudah tapi juga lebih mahal karena menggunakan IPAL dan sebagainya.

Namun, dengan menggunakan teknologi pengolahan limbah tahu secara anaerobik yang dikembangkan LIPI, limbah tersebut akan diolah secara kedap udara menjadi energi methan dan air yang dibersihkan mikroba.

Hanya saja, pengolahan ini membutuhkan lahan jika produksi industri tahu berjalan selama 24 jam.

Meski begitu teknologi ini sudah diterapkan di sentra industri tahu di Giriharja, Sumedang, Jawa Barat.

“Sistemnya multi aerobik multi tahap itu adalah untuk menjaga stabilitas keseluruhan dari reaktor sehingga bisa menghasilkan CH4 dengan teratur, itu keunggulan anerobik sistem kita jadi multi tahap untuk limbah tahu,” katanya.

“Limbah tahu ini juga bisa dipadukan dengan limbah dari kotoran hewan yang kebanyakan digelontorkan diencerkan pakai air, digelontorkan, disaring dahulu, lepas dari sarinan itu encer, bisa masuk gas, padatannya bisa buat kompos,” tambahnya.

Di Bandung, teknologi ini belum bisa diterapkan karena terkendala lahan, yang dibutuhkan sekitar 200 meter persegi, sementara pemerintah sendiri belum memanfaatkan teknologi ini dengan maksimal.

“Di Sumedang sendiri (lahan) disiapkan oleh masyarakat sendiri, baru setelah masyarakat mau, Pemda baru bergerak,” katanya.

Satu unit teknologi ini bisa menangani 11 pabrik, hanya saja pengembangannya saat ini terkendala biaya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com