Para pemilih penderita gangguan jiwa yang ada di RSJD Surakarta dapat dipastikan bebas dari intervensi siapa pun.
Totok menyebut, petugas tidak diperkenankan untuk mengintervensi seorang pasien untuk memilih calon tertentu. Jangankan mengintervensi, menyebut salah satu nama dan menceritakannya kepada pasien pun dapat diganjar dengan sanksi berat.
"Misalnya kita keluar, di kampung foto ketemu sama mereka (caleg) terus menandakan, 'ini paslon 1', itu kena (pelanggaran), dapat sanksi berat sampai ke pemecatan sanksinya. PNS semua di Indonesia, enggak memihak," kata Totok.
Kampanye terselubung juga dapat dipastikan tidak dapat dilakukan di rumah sakit ini. Selain tidak sembarang orang bisa masuk dan berkomunikasi dengan pasien, kampanye di RSJ juga dinilai sebagai sesuatu yang sia-sia.
"Pasti enggak boleh (caleg menemui pasien). Dan percuma, karena pasien kami kan paling lama 30 hari. Dia mau sosialisasi sekarang ya yang nyoblos (nanti) sudah ganti," ujar Totok.
Terakhir, para pasien yang dinyatakan bisa memilih nantinya tidak akan didampingi saat di dalam bilik suara. Mereka dinilai bisa melakukannya sendiri dan mampu bertanggung jawab atas pilihannya nanti.
Sehingga, kemungkinan kecurangan dari pihak tertentu sangat kecil untuk dilakukan.
Pendampingan dan penjagaan hanya dilakukan dari bangsal perawatan hingga TPS, untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
"Enggak, di dalam (mereka) sendiri. Pendampingan itu kan boleh, tapi ada syarat-syarat tertentu misal disabilitas yang cacat nggak punya tangan," ucap Totok.
Baca juga: Penderita Gangguan Jiwa Tak Didampingi Saat Mencoblos dalam Pemilu 2019
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.