Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dalam Sidang Meikarta, Aher Mengaku Pernah Bertemu dengan Neneng di Moskwa

Kompas.com - 20/03/2019, 21:08 WIB
Agie Permadi,
Farid Assifa

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan hadir sebagai saksi dalam persidangan lanjutan kasus suap proyek perizinan pembangunan Meikarta dengan terdakwa eks Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin dan empat terdakwa lainnya yang merupakan anak buahnya di Pemerintah Bekasi.

Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan tipikor Bandung, Kota Bandung, tersebut, Aher--sapaan akrab Ahmad Heryawan-- mengaku pernah bertemu Neneng di Moskwa.

Saat itu, dirinya diundang Kementerian Perdagangan untuk perhelatan bisnis ekonomi di Moskwa, dirinya tak mengetahui bahwa Neneng turut diundang dalam acara tersebut.

Namun ketika makan pagi di suatu hotel di Moskwa, Aher bertemu Neneng dan berbincang terkait perlu atau tidaknya rekomendasi dari pemerintah provinsi.

“Saat makan pagi kami bertemu dan berbincang. Itu Neneng yang membuka perbincangan, tetapi saya tidak ingat sebelumnya. Tapi intinya perbincangan itu soal apakah perlu soal rekomendasi itu atau tidak,” kata Aher dalam persidangan, Rabu (20/3/2019).

Baca juga: Alasan Ahmad Heryawan Dua Kali Tak Penuhi Panggilan Pemeriksaan KPK

Dalam perbincangan itu, Aher menjawab bahwa soal Meikarta ini masih dalam kajian pihak Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

“Saya bilang sedang dalam kajian staf kita, yang penting gimana kesimpulannya nanti, apakah perlu rekomendasi atau tidak, kita selesaikan sesuai tugas kita. Saya tugas sebagai gubernur dan tugas Anda sebagai bupati, sampai menunggu apakah perlu atau tidak rekomendasi tersebut, khususnya dari provinsi,” kata Aher.

Setelah pertemuan itu, Aher mengaku tidak ada pertemuan berikutnya.

Hakim kembali bertanya soal apakah dirinya pernah mengeluarkan rekomendasi? Aher yang mengenakan batik itu mengakui pernah. Namun bukan rekomendasi gubernur melainkan rekomendasi kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).

“Betul, tapi rekomendasi tersebut bukan rekomendasi gubernur tapi rekomendasi yang dikeluarkan oleh kadis DPMPTSP, atas dasar gubernur memiliki hak untuk memberikan izin dan non izin, kemudian diatur dalam Perpres 2004. Sebelum perizinan dari kepala daerah, izin ditandatangani oleh kepala Dinas DPMTSP, dalam konteks Meikarta ini ketika ada kepentingan luar maka yang harus menandatangani berdasar perpres tersebut adalah kepala dinas. tetapi di pergub lama belum ada, tergantung atas permintaan,” jelasnya.

Dikatakan, rekomendasi yang dikeluarkan tersebut hanya untuk 64,6 hektar.

“Rekomendasi tersebut 84,6 hektar, selebihnya belum,” ujarnya.

Ketika hakim menanyakan apakah Aher pernah menjelaskan proyek Meikarta itu perlu rekomendasi dari gubernur? Aher mengaku bahwa dirinya tidak pernah menjelaskan hal itu, namun rekomendasi itu ada di Perda 12 tahun 2010.

“Saya tak pernah menjelaskan seperti itu, itu di Perda 12 tahun 2010,” katanya.

Baca juga: Ahmad Heryawan Penuhi Pemeriksaan KPK Terkait Kasus Meikarta

Hakim kembali bertanya apakah Aher pernah menerangkan penyelesaian terkait perizinan Meikarta? Aher mengatakan bahwa dirinya pernah berbicara dengan eks Wakil Gubernur Deddy Mizwar untuk menyelesaiakan persoalan sesuai dengan prosedur.

“Itu saya bicara dengan Wagub,” kata Aher.

“Dengan Bupati Bekasi?,” tanya Hakim kembali.

“Saya kira substansinya seperti itu,” jawab Aher.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com