Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Derita Penyakit Langka, Ketut Budiarsa Aktif Melukis dan Tak Ingin Jadi Beban bagi Orang Lain (2)

Kompas.com - 20/03/2019, 10:56 WIB
Kontributor Bali, Robinson Gamar,
Khairina

Tim Redaksi

Kompas TV Sejak Rabu (6/3) pagi, ratusan umat hindu di Denpasar dan sekitarnya memadati lapangan Puputan Badung, Kota Denpasar. Umat hindu di Bali menggelar ritual Tawur Agung Kesanga. Ritual ini dilakukan untuk menjaga harmoni di alam semesta yang akan memberikan kemakmuran, kenyamanan, dan keamanan bagi masyarakat. Pelaksanaan ritual tawur agung diawali dengan penampilan tari rejang dewa, tari pendet, dan beberapa tarian khas bali lainnya, kemudian dilanjutkan dengan sembahyang dan doa bersama.

Saat menempuh pendidikan, Budiarsa mengaku mendapat dukungan dari teman-temannya, sama sekali tidak ada perlakuan diskiriminatif.

Saat itu, usia Budiarsa sudah menginjak 15 tahun. Sehingga, Budiarsa mengalami percepatan kenaikan kelas. Hanya butuh waktu dua tahun baginya untuk menyelesaikan pendidikan sekolah dasar.

“Waktu itu karena dianggap mampu menyerap pelajaran dengan cepat, saya kenaikan kelasnya dipercepat. Jadi bisa selesaikan sekolah dasar hanya dua tahun,” kata Budiarsa.

Seiring berjalannya waktu, Budiarsa berpikir tidak mungkin selamanya menggantungkan hidupnya pada orang lain.

Karena itu pada tahun 2000 bersama kedua saudaranya yang juga mengalami penyakit osteogenesis imperfecta, dia membuka studio lukis 3 Brothers + 1.

Dinamai demikian karena studio ini dikelola bertiga plus adik bungsunya yang terlahir dengan kondisi normal.

“Sebelum ada studio saya bersama saudara benar-benar bergantung pada keluarga. Tapi saya berpikir tidak mungkin selamanya seperti itu, setidaknya ada yang dilakukan untuk mengurangi beban orang tua,” tutur Budiarsa.

Setelah mempertimbangkan sejumlah ide, Budiarsa teringat masa kecil suka mencoret-coret. Lalu, tercetuslah ide melukis.

Secara teknis, melukis tidak begitu berat dilakukan dengan kondisi fisik Budiarsa. Saat Budiarsa membuka studio lukis, beberapa pelukis di wilayah Ubud secara sukarela datang dan berbagi ilmu. Salah satunya, pelukis kenamaan I Gusti Murniasih (alm).

“Awlanya tidak serius melukis, tapi setelah beliau meninggal kami jadi ingat kembali ilmu yang beliau ajarkan. Dalam melukis kami banyak menggunakan teknik dan karakter Geg Murniasih,” kata Budiarsa.

Ia membutuhkan waktu sekitar dua minggu untuk menyelesaikan satu lukisan. Karyanya dijual dengan harga bervariasi hingga mencapai Rp 10 juta.

Baca juga: Kisah Ketut Budiarsa Derita Penyakit Langka, Alami Patah Tulang hingga Ratusan Kali (1)

Salah satu lukisan favorit Budiarsa berjudul "Keagungan Jiwa". Dalam lukisan ini terdapat segitiga sebagai simbol siklus kehidupan, yaitu kelahiran, hidup dan kematian.

Lukisan itu menggambarkan jiwa manusia bersayapkan pelangi. Warna merah merona menggambarkan cinta kasih. Lukisan ini menceritakan jiwa masuk ke dalam tubuh. Seperti apa jiwa berekspresi, akan ditentukan fisik di mana dia tinggal.

Melalui lukisan ini, Budiarsa ingin mengekspresikan permenungan tentang dirinya. Tidak ingin melebar ke mana-mana. Seperti yang diwakilkan oleh sosok cicak dalam lukisan tersebut.

Seekor tokek diyakini akan berbunyi manakala orang sedang berkata benar. Dunia, menurutnya, seperti panggung drama. Setiap orang mendapatkan perannya masing-masing.

Bagi Budiarsa, kondisinya saat ini adalah “peran” yang diberikan Tuhan kepadanya. Tentu tidak kebetulan Tuhan memberikan peran tersebut.

“Setiap orang tentu sudah mendapatkan perannya masing-masing. Saya mendapatkan peran ini jangan-jangan karena Tuhan menganggap saya kuat, mungkin saya tidak akan kuat jika menjalani peran yang lain,” ucap Budiarsa. (Bersambung)

Kisah selanjutnya, Baca juga: Kisah Ketut Budiarsa Penderita Penyakit Langka, Menunggu Enam Tahun untuk Nikahi Gadis Idaman (3)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com