Kesulitan lainnya, kata dia, akses ke lokasi kebakaran cukup jauh. Apalagi, tidak semua akses yang bisa dilewati kendaraan roda empat dan roda dua.
"Kami juga harus jalan kaki sekitar dua sampai tiga kilometer untuk menjangkau titik api di hutan dan semak belukar. Dan kami terpaksa memikul mesin dan selang ke lokasi,"ungkapnya.
Baca juga: Hujan, Titik Panas Karhutla di Pulau Bintan Mulai Menurun
Namun demikian, kata Ismail, rintangan itu harus ditempuh, supaya titik api padam dan tidak menimbulkan kabut asap.
"Ini sudah menjadi tugas kita bersama. Di sini kami kompak memadamkan api. Kami juga bersyukur dibantu pemadaman dari udara, water bombing, dan pembuatan sekat-sekat bakar dan embung oleh perusahaan, yang menurunkan empat unit eskavator," ungkap Ismail.
Dia menambahkan, dengan adanya sekat bakar, titik api kemungkinan besar tidak akan meluas ke areal lahan dan hutan lainnya. Beberapa titik embung yang ada juga sangat membantu petugas mendapatkan sumber air.
"Kalau enggak ada embung, kami bakalan makin sulit memadamkan api. Sebab, di lokasi yang terbakar sekarang minim air," tambah Ismail.
Sebagaimana diketahui, kebakaran berawal dari lahan masyarakat di Desa Pangkalan Terap, sepekan yang lalu kemudian meluas hingga ke lahan dan hutan milik PT SSS di Desa Kuala Panduk, Kecamatan Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan, Riau.
Berdasarkan data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau, luas lahan yang terbakar di Kabupaten Pelalawan sekitar 26 hektar.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan