Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Begini Sulitnya Padamkan Api Karhutla di Tanah Gambut Pelalawan Riau

Kompas.com - 12/03/2019, 19:14 WIB
Idon Tanjung,
Khairina

Tim Redaksi

PEKANBARU, KOMPAS.com - Pemadaman api kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kabupaten Pelalawan, Riau, masih terus diupayakan.

Pemadaman dilakukan oleh petugas gabungan dari kepolisian, TNI, Manggala Agni, BPBD, masyarakat, serta dibantu petugas pemadam dari PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) dan PT Sumber Sawit Sejahtera (SSS).

Pemadaman karhutla memasuki hari kedelapan, Selasa (12/3/2019).

Kini, petugas cukup kesulitan untuk memadamkan api karena titik api berada di hutan tanah gambut yang masih alami dan merupakan milik PT SSS di Desa Kuala Panduk, Kecamatan Teluk Meranti, Pelalawan.

Baca juga: Karhutla di Pelalawan Riau Makin Parah, Asap Putih Mengepul

Bermacam cara dilakukan petugas untuk memadamkan api di dalam gambut yang kedalamannya sekitar lima meter.

Selain menggunakan mesin pompa air, petugas gabungan sesekali juga menggunakan kayu apabila api kembali menyala ke permukaan gambut tersebut.

"Cukup sulit karena api di dalam gambut. Di sini gambut dalam, dibandingkan dengan lahan yang sudah terbakar," aku Kepala Manggala Agni Daops Rengat Ismail Hasibuan saat berbincang dengan Kompas.com di sekitar lokasi kebakaran hutan, Selasa.

Untuk memadamkan titik api, kata dia, penyiraman dilakukan dengan total, bahkan tanah gambut dibuat seperti bubur.

Setelah api dipastikan padam, baru bisa ditinggal, dan dilanjutkan pemadaman titik api lainnya.

"Sekarang hanya pemadaman titik api di dalam gambut. Sebagian besar api sudah berhasil kami padamkan. Hanya saja masih ada sisa-sisa kebakaran yang mengeluarkan asap cukup parah. Tapi, alhamdulillah asap jauh berkurang dari sebelumnya," tutur Ismail.

Kesulitan lainnya, kata dia, akses ke lokasi kebakaran cukup jauh. Apalagi, tidak semua akses yang bisa dilewati kendaraan roda empat dan roda dua.

"Kami juga harus jalan kaki sekitar dua sampai tiga kilometer untuk menjangkau titik api di hutan dan semak belukar. Dan kami terpaksa memikul mesin dan selang ke lokasi,"ungkapnya.

Baca juga: Hujan, Titik Panas Karhutla di Pulau Bintan Mulai Menurun

Namun demikian, kata Ismail, rintangan itu harus ditempuh, supaya titik api padam dan tidak menimbulkan kabut asap.

"Ini sudah menjadi tugas kita bersama. Di sini kami kompak memadamkan api. Kami juga bersyukur dibantu pemadaman dari udara, water bombing, dan pembuatan sekat-sekat bakar dan embung oleh perusahaan, yang menurunkan empat unit eskavator," ungkap Ismail.

Dia menambahkan, dengan adanya sekat bakar, titik api kemungkinan besar tidak akan meluas ke areal lahan dan hutan lainnya. Beberapa titik embung yang ada juga sangat membantu petugas mendapatkan sumber air.

"Kalau enggak ada embung, kami bakalan makin sulit memadamkan api. Sebab, di lokasi yang terbakar sekarang minim air," tambah Ismail.

Sebagaimana diketahui, kebakaran berawal dari lahan masyarakat di Desa Pangkalan Terap, sepekan yang lalu kemudian meluas hingga ke lahan dan hutan milik PT SSS di Desa Kuala Panduk, Kecamatan Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan, Riau.

Berdasarkan data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau, luas lahan yang terbakar di Kabupaten Pelalawan sekitar 26 hektar.

Kompas TV Tim Satgas Kebakaran Hutan dan Lahan di Riau memodifikasi cuaca untuk membuat hujan buatan dengan penyemaian garam di udara sebanyak 3 ton menggunakan pesawat Casa 212 yang dikirim dari Mabes TNI. Penyemaian garam iniuntuk membentuk awan hujan di kawasan Pesisir Riau. Dengan modifikasi cuaca diharapkan dapat membantu pemadaman kebakaran hutan dan lahan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com