Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seniman Asal Bandung Sulap Limbah Kaca Jadi Alat Musik yang Mahal

Kompas.com - 06/03/2019, 11:39 WIB
Reni Susanti,
Farid Assifa

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com – Bagi sebagian orang, limbah botol kaca kerap menjadi musibah. Mulai dari jadi sarang nyamuk hingga menjadi sampah penyebab banjir.

Namun di tangan Agung Pramudya Wijaya, limbah botol kaca menjadi hiasan interior dan alat musik yang tak ternilai harganya.

“Tak ternilai harganya karena ini barang seni,” ujar pria yang akrab disapa Pecunk kepada Kompas.com di Bandung, Kamis (8/2/2019).

Pecunk mengaku mulai berkreasi dengan kreasi limbah botol dari 2013. Saat itu, ia ingin membuat karya yang bisa bermanfaat buat orang lain.

“Waktu itu buat produk bukan berniat untuk jualan, tapi berkarya saja. Tidak berpikir jualan karena siapa yang bau beli,” ucapnya.

Setelah karyanya jadi, ia kemudian memostingnya di media sosial. Rupanya ada temannya yang tertarik kemudian mengajak Pecunk pameran.

Pecunk menolak ajakan sang teman, karena ia hanya iseng. Sang teman pun meyakinkan hingga akhirnya, ia ikut pameran yang digelar di Selaras, Taman Cibenying, Kota Bandung.

Baca juga: Kreatif, Para Pelajar SMPN 2 Trenggalek Sulap Bekas Kemasan Jadi Baju dan Gaun

Saat menyanggupi, Pecunk kembali dibingungkan dengan harga dari produknya. Ia kemudian berkonsultasi dengan pebisnis lampu senior.

“Dia nanya saya mau jual berapa. Saya bilang Rp 600.000. Dia bilang, gila, murah banget. Itu harganya Rp 2 juta. Ini tuh bukan lampu, tapi karya seni” ucapnya menyepertikan obrolannya.

Namun, Pecunk tidak percaya diri dengan harga Rp 2 juta. Ia mengambil jalan tengah Rp 1,2 juta.

Seniman asal Bandung, Agung Pecunk. KOMPAS.com/RENI SUSANTI Seniman asal Bandung, Agung Pecunk.

Saat pameran berlangsung, pentolan grup musik underground Cherry Bombshell ini merasa senang. Bukan karena karyanya paling laku terjual di pameran itu, melainkan ada desainer ternama yang beli karyanya.

Pecunk juga mengikuti pameran Trade Expo Indonesia. Dalam pameran itu didatangkan buyer dari 180 negara. Salah satu buyer dari Amsterdam ingin membeli produknya.

“Mereka tertarik beli tapi dalam jumlah ribuan. Saya enggak menyanggupi, selain nantinya bakal jadi mass product juga botolnya susah dicari,” tuturnya.

Sebab, ia menggunakan botol langka, seperti botol kimia ataupun botol dari klub malam. Itulah mengapa untuk mendapatkan botol tersebut ia bekerja sama dengan bartender dan membelinya berkali-kali lipat dari harga pengepul.

“Untuk buat gitar, saya beli botol kaca yang Rp 400.000. Unik sih bentuknya,” katanya.

Ia mengaku sengaja mengambil bahan baku botol kaca nan langka. Karena ia tidak ingin orang dengan mudah meniru karyanya.

Ia pun hanya membuat karya by order saat ini. Selain Indonesia, sejumlah negara tertarik dengan produknya, seperti Singapura. Untuk dalam negeri, proyek terakhir yang dikerjakan adalah pengerjaan dekor sebuah kafe di Surabaya.

Alat musik

Selain membuat hiasan interior, Pecunk membuat alat musik dari botol kaca. Tak tanggung-tanggung, ia melakukan riset hingga dua tahun, 2014-2015.

“Itu tugas akhir S2 saya di ISBI (Institut Seni Budaya Indonesia). Saya tidak mau pertunjukan musik yang biasa. Saya buat pertunjukan seni musik botol ‘Suara Limbah’,” tutur dosen Itenas ini menjelaskan.

Ia membuat belasan alat musik dari limbah botol kaca. Yakni karintol (karinding botol), scratchtol (scratcher botol), klintol (kiningan botol), shaktol (shaker botol), rintol (rintik botol), dan jurtol (jurig botol).

Kemudian bittol (cubit botol), tambotol (tamborin botol), gestol (gesek botol), dutol (udu botol), berimtol (berimbau botol), fujatol (fujara botol), gittol (gitar botol), dan basstol (bass botol).

Pertunjukan itu mengundang banyak perhatian. Pecunk mengatakan, bukan karena penciptaannya hebat, tapi unik.

“Saya sengaja ambil botol kaca bukan plastik, biar beda. Semua orang bisa potong botol platik, tapi motong botol kaca, jangankan meniru, memikirkannya pun orang sudah capek, karena susah,” tuturnya.

Baca juga: Pemprov Banten Sulap Kawasan Kumuh di Kabupaten Lebak Jadi RTH Mirip Kalijodo

Memotong botol kaca sangat bergantung dari sikap pemotongnya itu. Sebab memotong atau membolongi kaca butuh kesabaran yang ekstra. Ditekan sedikit rentan pecah.

“Kalau bolongin kayu, hitungan detik dah jadi. Kalau kaca, harus pelan-pelan, minimal 30 menit (per tindakan). Makanya ga terhitung berapa banyak yang pecah,” katanya.

Hal itulah yang membuat karyanya tak ternila harganya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com