Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tuai Pro dan Kontra, Ini Alasan Ridwan Kamil Buka Pojok Dilan

Kompas.com - 28/02/2019, 10:10 WIB
Dendi Ramdhani,
Khairina

Tim Redaksi

Kompas TV Jokowi dan rombongan menonton film yang sedang naik daun yakni Dilan 1990 dan memuji film yang sudah ditonton lebih dari 6 juta pengunjung bioskop Indonesia.

"Hari ini kita memulai sebuah rencana Dilan Corner. Tadi saya terima masukan dari Pak Menteri. Dilan Corner ini adalah ruang publik kecil di sudut Taman Saparua untuk dijadikan taman literasi," ungkap Emil.

Baca juga: Film Dilan 1991 Targetkan 7 Juta Penonton

Ia berharap, sudut Dilan dapat menjadi ruang untuk menambah produktivitas kaum milenial dalam hal literasi.

"Taman literasi adalah semangat yang ingin kami hadirkan di mana sering kali film ini sukses karena datang dari novel. Jadi nanti tempat ini dipakai secara positif untuk membahas sastra, novel, mendiskusikannya seperti inspirasi film Dilan dikonversi menjadi film. Mudah-mudahan kalau ingat Dilan, ingat kesuksesan literasi dan film," kata Emil.

"Tempatnya ada memorabilia, ada meja tempat orang membaca buku, termasuk nanti ada perpustakaan. Jadi nanti di sudut sana ada bangunan isinya buku terpilih," ujar Emil, sapaan akrabnya.

Ia menyebut, proyek Pojok Dilan akan memakan waktu selama setahun. Ia berharap, setelah proyek selesai para pemain film Dilan dapat kembali meresmikan Pojok Dilan.

"Tanahnya milik pemerintah, butuh setahun. Jadi nanti akhir tahun selesai. Kita doakan hari ini lancar dan masyarakat Bandung bisa mendukung kuatnya industri film di Bandung. Setelah selesai, nanti kita reuni lagi di sini," kata Emil.

Emil menjelaskan, film Dilan mendapat atensi besar dari pemerintah lantaran sangat merepresentasikan kondisi Bandung dan Jawa Barat.

"Karena setting-nya sangat Bandung, Jawa Barat. Kedua, film yang menembus 6 juta penonton sebagai indikator kesuksesan dari semua film nasional dari Bandung kan film Dilan," tuturnya.

Baca juga: Andovi da Lopez Benci Karakter Dirinya Sendiri dalam Film Dilan 1991

"Alasan itu yang menjadikan kami mengapresiasi menginspirasi anak muda yang dilakukan Pidi Baiq, menulis, film dan anak muda yang menjadi teladan," katanya.

Emil menambahkan, ruang literasi dibutuhkan mengingat rendahnya minat baca masyarakat Indonesia. Ia pun memaksimalkan lahan tersebut yang selama ini kurang termanfaatkan.

"Literasi kita kan rankingnya buruk, Indonesia ranking ke-60 dari 65 negara. Orang Indonesia malas baca buku, malas menulis. Bagaimana mau jadi bangsa pandai yang maju dan juara kalau baca buku saja males. Maka hoaksnya banyak. Supaya kita jadi bangsa yang mendalami tulisan mengapresiasi sastra," paparnya.

Perubahan nama tersebut pun, kata Emil, tak berhubungan dengan adanya pro dan kontra.

"Istilah saja karena nama tamannya sudah ada Taman Saparua. Jadi Taman Saparua itu ada gedungnya, sarana olahraga, panjat tebing, nah ini ada sudut literasi. Itu masalah definisi saja," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com