Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buruh Batu Dipaksa Mengaku Memperkosa Bidan, Kontras Minta Hak Korban Dipenuhi

Kompas.com - 26/02/2019, 16:47 WIB
Aji YK Putra,
Khairina

Tim Redaksi

PALEMBANG, KOMPAS.comKomisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) ikut menyoroti  kasus penculikan Harismail alias Ujang (25) yang ditangkap oleh oknum polisi dan dipaksa mengaku sebagai pelaku pemerkosaan bidan inisial Y di Kabupaten Ogan Ilir (OI), Sumatera Selatan.

Dalam catatan Kontras, aksi salah tangkap yang terjadi di Indonesia selama kurun waktu 2018 sebanyak 48 kasus yang disertai dengan penyiksaan.

Selain itu, 65 korban lainnya mengalami luka-luka dan 15 orang tewas terkait tuduhan melakukan tindak kejahatan.

Koordinator Kontras Yati Andriani mengatakan, jika kasus tersebut terbukti dilakukan oleh oknum polisi, tentunya akan mencoreng nama baik instansi kepolisian dalam tindakan dilapangan untuk mengungkap sebuah kasus.

 "Jika tindakan ini benar terjadi. Kasus ini harus menjadi pelecut bagi institusi Polri bahwa ketidakprofesionalan anak buahnya di lapangan masih terjadi," kata Yati, ketika dikonfirmasi Kompas.com melalui pesan singkat, Selasa (26/2/2019).

Baca juga: Buruh Batu di Palembang Dipaksa Jadi Pelaku Pemerkosaan Bidan

Yati melanjutkan, penyiksaan terhadap seseorang tidak dibenarkan dengan tujuan apapun, termasuk dalam mengungkap sebuah kasus. 

Sehingga, kejadian yang menimpa Haris setelah menjadi korban penculikan dan penganiayaan, para oknum yang melakukannya bisa dikenakan tindak pidana sesuai dengan pasal 333KUHP tentang perampasan kemerdekaan seseorang dan pasal 353KUHP memaksa orang lain dengan memakai kekerasan.

"Dalam kasus ini, selain terjadi salah tangkap juga terjadi penyiksaan untuk mendapat pengakuan. Jelas- jelas menyalahi aturan internal Polri Perkap no 8/2009 tentang pedoman atau standar HAM, juga UUD pasal 28 (I) penyiksaan tidak dapat dilakukan dalam kondisi dan tujuan apapun," ujarnya.

Selain itu, hak Haris pun harus dipenuhi setelah diduga menjadi korban salah tangkap, seperti rehabilitasi nama baik, pemulihan fisik dan psikis. 

"LPSK baiknya turut memberikan layanan medis dan perlindungan bagi korban jika dibutuhkan. Oleh karenanya permohonan maaf saja dari pihak kepolisian dan pengusutan dari  Propam  tidak cukup. Harusnya bisa diproses melalui pidana," tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, Haris mengalami luka lebam di sekujur tubuhnya setelah diduga menjadi korban salah tangkap. Haris mengaku menjadi korban penculikan oleh seseorang saat membeli rokok pada Sabtu (23/2/2019) kemarin.

 Sekelompok pria tersebut memaksanya masuk ke dalam mobil dan memukuli Haris tanpa sebab.

Bahkan, tangan Haris yang hanya berprofesi sebagai buruh pemecah batu ini pun diikat serta wajahnya ditutup menggunakan lakban.

Dengan kondisi tak melihat wajah pelaku, Haris dipaksa untuk mengaku jika sudah memperkosa Bidan Y. Jelas saja, tuduhan itu pun dibantahnya.

 "Saya bilang tidak, saya bantah, saya bukan pemerkosa bidan itu," kata Haris, Minggu (24/2/2019).

Kompas TV Siapa Hambat Revisi UU Terorisme - Dua Arah (Bag 2)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com