Wisnu, salah satu masyarakat Bengkala yang juga memiliki saudara tuli menyebutkan Kata Kolok berbeda dengan bahasa isyarat lainnya.
Ini dibenarkan oleh ahli bahasa yang pernah melakukan penelitian di sana, Hannah Lutzenberger, ia mengakui Kata Kolok berbeda dengan bahasa isyarat lain. Hanya sedikit yang mempunyai kesamaan makna.
Jadi, meskipun mereka hidup dengan relatif mudah di desanya, namun kesulitan akan ditemui ketika pergi dan berjumpa dengan kaum tuli yang berasal dari luar Bengkala.
Mereka akan kesulitan menjalin komunikasi, walau sama-sama menggunakan bahasa isyarat. Itu dikarenakan Kata Kolok yang digunakan masyarakat Bengkala berbeda dengan bahasa isyarat yang digunakan pada umumnya.
Bahasa Kolok cenderung mudah dipahami oleh orang baru sekalipun, karena menggunakan isyarat-isyarat sederhana.
Misalnya, "laki-laki" diisyaratkan dengan jari telunjuk yang kaku, "ayah" dengan melengkungkan telunjuk di atas bibir menyerupai kumis, "haus" dengan membelai leher, dan sebagainya.
Sama halnya dengan bahasa verbal yang mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, Kata Kolok juga berkembang seiring perjalanan waktu.
Perkembangan itu dipahami, diterima, dan digunakan ole masyarakat dalam komunikasi sehari-hari.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.