Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polisi Ajukan Pencekalan untuk Adik Wagub Sumut

Kompas.com - 18/02/2019, 12:58 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha,
Farid Assifa

Tim Redaksi

MEDAN, KOMPAS.com - Direktur PT Anugerah Langkat Makmur (Alam), Musa Idi Shah alias MIS alias Dodi yang menjadi tersangka alih fungsi lahan di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, dilarang bepergian ke luar negeri.

Direktur Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumatera Utara Kombes Rony Samtana kepada wartawan, Minggu (17/2/2019), mengatakan, pihaknya mengajukan pencekalan kepada pihak imigrasi karena mendapat informasi Dodi akan ke luar negeri, yaitu Malaysia.

Kepergian tersangka dikhawatirkan akan mengganggu proses penyelidikan jika sewaktu-waktu penyidik membutuhkan keterangannya.

Rony yang dikonfirmasi Kompas.com lewat pesan singkatnya pada Minggu (17/2/2019) malam membenarkan pencekalan tersebut.

"Terhadap saudara Dodi sudah kita lakukan pencekalan karena yang bersangkutan telah ditetapkan sebegai tersangka. Ini sebagai antisipasi, maka yang bersangkutan kita cekal," kata Rony.

Baca juga: Sebut Kasus Adik Wagub Sumut Adalah Kriminalisasi, Ketua KNPI Diperiksa

Ditanya kenapa hanya cekal, tidak langsung ditahan saja, dia tidak menjawab lagi.

Sebelumnya, penyidik Ditreskrimsus Polda Sumut sudah dua kali melayangkan surat panggilan kepada ayah Dodi, Anif Shah, namun tak juga dipenuhi.

Menurut Kombes Rony Samtana, Anif mangkir dari panggilan karena yang bersangkutan berada di luar negeri. Dia mengaku masih melakukan evaluasi apakah akan melayangkan panggilan ketiga.

"Alasannya masih bisa kita terima, jadi akan kita lakukan evaluasi untuk menyikapinya," kata Rony.

Dalam pengusutan kasus alih fungsi lahan, polisi sudah memeriksa 14 saksi. Saksi yang paling akhir diperiksa adalah Wakil Gubernur Sumut Musa Rajek Shah.

Hampir 11 jam dia menjalani pemeriksaan terkait alih fungsi hutan di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, yang dilakukan tersangka yang tak lain adalah adik kandungnya.

Polda Sumut juga berkoordinasi dengan ahli dari pusat dan akan memintai keterangan dinas kehutanan dan perkebunan.

"Ini termasuk fasilitas tambahan yang diperlukan untuk menguatkan pembuktian. Apakah nanti Musa akan kita panggil lagi, termasuk orangtuanya," kata dia.

Rony menambahkan, penyidik sudah menyampaikan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Kejaksaan Tinggi Sumut pada 20 Desember 2018, namun hanya untuk PT Alam saja.

Seperti diberitakan, Polda Sumut menerima laporan dan informasi dari masyarakat pada akhir 2018 lalu bahwa PT Alam diduga telah mengubah fungsi kawasan hutan dari hutan lindung menjadi perkebunan sawit seluas 366 hektar di Kecamatan Seilepan, Brandan Barat, dan Besitang, semuanya di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Baca juga: Penjelasan Kuasa Hukum Adik Wagub Sumut soal Tudingan Alih Fungsi Hutan Lindung

Menindaklanjuti laporan tersebut, Ditreskrimsus Polda Sumut melayangkan surat panggilan kepada tersangka untuk dimintai keterangan sesuai kapasitasnya sebagai direktur PT Alam. Namun sampai dua kali pemanggilan, tersangka tetap mangkir.

Selasa (29/1/2019) malam, tersangka dipanggil paksa dari rumahnya. Usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi, Rabu (30/1/2019), statusnya ditetapkan menjadi tersangka.

Penyidik menilai, tersangka melanggar Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan, Undang-undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ancaman hukumannya delapan tahun penjara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com