Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Petakan Cara Menyita Aset Hasil Kejahatan di Luar Negeri

Kompas.com - 18/02/2019, 01:11 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi


MEDAN, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), Yasonna Hamonangan Laoly mengaku, dirinya mendapat perintah dari Presiden Joko Widodo untuk melakukan terobosan bagaimana menarik kembali harta dan aset negara yang disimpan di luar negeri, salah satunya di Swiss.

"Soal penyitaan aset negara di Swiss, masih memerlukan tindaklanjut road map. Saya sudah menyampaikan permintaan waktu untuk menghadap presiden menyampaikan road map. Nanti seluruh penegak hukum akan terlibat, kami akan kerja sama dengan Jaksa Agung, Polri, KPK, PPATK, Kemlu, untuk memetakan langkah-langkah mengambil aset-aset tersebut," kata Yasona, kepada Kompas.com, usai menjadi salah satu narasumber acara 'Ngobrol Bareng Menteri' yang diselenggarakan Relawan Milenial Jokowi-Amin (KITASATU), di Lapangan Merdeka Medan, Sabtu (16/2/2019).

Baginya, ini langkah besar karena sudah lama meminta kerja sama kepada Pemerintah Swiss untuk melakukan Mutual Legal Assistance in Criminal Matters atau bantuan hukum timbal balik dalam bidang kejahatan. Berbekal 39 pasal yang bersifat retroaktif, menurut Yasona, ini kesempatan Indonesia.

Baca juga: Pemerintah Diminta Perbaiki Data untuk Telusuri Aset WNI di Luar Negeri

"Kalau kami punya data ini sekarang, kami langsung beritahu, kami minta dibekukan dulu supaya tidak ditransfer ke mana-mana. Dibekukan dan kami mulai proses hukumnya," ungkap dia.

Dalam road map itu, disebutkan peran serta masyarakat untuk memberikan informasi dan akan mendapat hadiah. Leading sector program ini adalah Kementerian Hukum dan HAM.

Ditanya apakah sudah pasti ada aset-aset negara yang berada di luar negeri, dia langsung mengiyakan. "Pasti ada," ucap dia.

Disinggung negara mana saja yang sudah dilakukan kerja sama selain Swiss, dia bilang ada beberapa.

"Baru kemarin kami sahkan perjanjian dengan Uni Emirat Arab. Jadi, pusat-pusat finansial, kami harus masuk dan bekerja sama, supaya siapa tahu ada orang-orang yang melakukan penggelapan pajak, money laundry, dan hasil korupsi dikirim ke sana, itu semua. Baiknya apa yang kami lakukan di Swiss itu restoratif, berarti sebelum perjanjian ini berapa puluh tahun sebelumnya masih bisa kami ambil," tukas dia.

"Dalam waktu dekat saya akan mengumpulkan teman-teman aparat penegak hukum untuk membuat road map bagaimana menarik uang di Swiss. Angkanya cukup besar, kami sedang proses pendataan," sambung dia.

Dirinya juga ditunjuk Presiden Jokowi menjadi ketua Pokja 4 yang bertugas membahas persoalan-persoalan investasi.

Baca juga: Pemerintah Telusuri Hilang-nya 56.000 Aset Negara

"Banyak investasi, penanaman modal asing, macet. Itu yang selalu presiden katakan. Mudahkan regulasi, supaya investasi masuk," kata dia.

Menurutnya, pertumbuhan ekonomi hanya bisa dilakukan dengan dua cara cepat, pertama dengan investasi dan yang kedua dengan ekspor karena APBN hanya bisa menggenjot pertumbuhan sebesar 15 persen.

"Kita harus menghadirkan investasi, tapi ternyata banyak persoalan-persoalan investasi, ada yang sudah macet 10 tahun, empat tahun, bertahun-tahun. Ada masalahnya di pemerintah daerah yang tidak keluar-keluar izinnya. Ada di kementerian, ada masalah tanah, dan lain-lain. Kami sudah menyelesaikan kemacetan ini kira-kira Rp 1.000 triliun, yang masuk ke kami ada 300-an masalah. Kami bisa menyelesaikannya sekitar Rp 659 triliun," ujar Yasona.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com