"Memang untuk saat ini kita belum bisa mengirim ke luar daerah, karena memang produk minuman kita belum bisa bertahan lama, hanya tiga sampai empat hari. Hanya dikonsumsi lokal Gunungkidul. Setiap hari produksi 300 sampai 500 cup yang dijual seharga Rp 2.000. Maret kita didampingi dari LIPI, dibuat riset untuk bisa bertahan sampai tujuah bulan," ucapnya.
Baca juga: 4 Cara Memakai Lidah Buaya untuk Mengobati Jerawat
Alan mengatakan, produk kripik dibuat dari daging dan kulit lidah buaya. Pemasarannya mengandeng organisasi perangkat daerah (OPD) Dinas Pertanian dan Pangan dan Dinas Perdagangan, Perindustrian, dan Perdagangan Gunungkidul.
"Kita diajak untuk pameran-pameran. Ke depan akan dikembangkan permen jeli, Wingko dan Teh Celup., sampai lendirnya untuk dibuat sabun. Promosi kita masih sebatas media sosial Instagram dan Facebook," ujar Alan.
Alan kemudian memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya pada 2017. Setelah itu, bersama Kelompok Wanita Tani (KWT) Dusun Jeruk Legi yang berjumlah 100 orang, Alan berupaya mengembangkan lidah buaya.
"Seluruh produksi dipusatkan disini, bahan bakunya berasal dari masyarakat sekitar," katanya.
Kendala
Alan mengatakan, saat ini ada kendala penanaman lidah buaya di Gunungkidul yakni minimnya air untuk penyiraman. Bahkan kemarau panjang beberapa waktu lalu menyebabkan sebagian diantaranya harus gagal panen.
"Sudah ada lembaga yang membuat sumur bor untuk menyiram lidah buaya," katanya.
Dengan pendampingan yang dilakukan oleh lembaga dan pemerintah dia yakin penghasilan yang diperoleh bersama masyarakat akan meningkat. Saat ini hasil kotor yang diperoleh mencapai Rp 18 juta perbulannya .
Kepala Desa Katongan, Jumawan menambahkan, pihaknya mengapresiasi apa yang dilakukan masyarakat Jeruk Legi. Ke depan, pihaknya akan mengembangkan tanaman lidah buaya di seluruh desa.
"Tahun ini belum bisa dianggarkan, tahun depan mungkin akan bisa memberikan bantuan dari desa seperti pupuk dan tanaman,"katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.