Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anna Wardiyati, Pejuang Emansipasi dari Lereng Dieng

Kompas.com - 15/02/2019, 13:15 WIB
Ari Widodo,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

WONOSOBO, KOMPAS.com - "Titik balik saya berawal saat melihat jasad ibu dimasukkan ke liang lahat. Saya terhenyak, ternyata harta yang kita miliki di dunia tak akan dibawa serta saat dipanggil Sang Pencipta," kata Anna Wardiyati (34).

Mata perempuan ayu itu berkaca, suaranya tersendat mengenang masa lalu. Penampilannya bersahaja, tutur katanya lembut tak dibuat-buat. Demikianlah sosok Anna.

Dia merupakan Ketua Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Cemerlang, Wonosobo, yang lahir dan dibesarkan di Wonosobo, sebuah kota berhawa dingin di wilayah selatan Jawa Tengah.

PKBM adalah lembaga di bawah pengawasan dan bimbingan Dinas Pendidikan, yang dibentuk oleh masyarakat untuk masyarakat, yang bergerak dalam bidang pendidikan.

Baca juga: Ketika Serena William Berbagi Inspirasi untuk Kaum Perempuan...

Sebelumnya, bertahun-tahun ia bekerja di sebuah perusahaan swasta yang cukup bonafide, dengan penghasilan yang tinggi.

Bersama sang suami yang seorang anggota polisi, ia terus mengumpulkan pundi-pundi untuk kehidupan pribadi.

Kematian ibu terkasihlah yang menyadarkannya bahwa ternyata bekal ke alam baka bukan harta, tetapi amal ibadah semasa hidup manusia.

"Pada akhirnya, saya keluar dari pekerjaan dan segera mendapat ilham untuk berjuang di jalur non-profit, untuk saudara-saudara yang kurang beruntung dalam hidupnya," kata Anna, saat ditemui Kompas.com, seusai menerima rombongan study banding dari PKBM Mukti Utama, Desa Karangsari, Kecamatan Karangtengah, Kabupaten Demak Jateng, belum lama ini.

Perjuangannya dimulai dari rasa prihatin terhadap nasib sesama perempuan di Lereng Dieng yang kurang beruntung.

"Saya amati, di wilayah Kecamatan Mojotengah Wonosobo, sebelum tahun 2010 banyak kasus pernikahan dini dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), tentunya para perempuan rawan menjadi korban," ungkap perempuan tiga anak, yang mengaku tak punya dasar pendidikan sarjana.

Usut punya usut, masalah sosial yang terjadi di Lereng Dieng tersebut bukan karena kenakalan remaja atau pun moralitas masyarakat yang minus.

Dia menilai, adanya pernikahan dini dan kurangnya pendidikan kesetaraan gender disebabkan karena belum ada dukungan pemerhati masyarakat yang betul-betul konsen di bidang pendidikan masyarakat. 

"Di sini, masyarakatnya religius, jadi ketika anak sudah beranjak remaja langsung dinikahkan oleh orangtuanya tanpa menunggu kesiapan mental dari mempelai, alhasil banyak masalah yang terjadi dalam rumah tangga pasangan pernikahan dini tersebut," tutur dia.

Kasus-kasus KDRT yang mencuat jika ada korban yang dirawat di rumah sakit atau pun menjadi kasus di kepolisian.

"Biasanya, pasutri nikah dini rawan melakukan KDRT, sehingga ada korban yang harus sampai dirawat di RS Wonosobo," ucap Anna.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com