Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Paijo, Pemijat Tunanetra di Terminal Banyuwangi...

Kompas.com - 11/02/2019, 12:35 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi


BANYUWANGI, KOMPAS.com — Mbah Jo (58) terlihat duduk di teras mushala kecil di dalam Terminal Karangente, Banyuwangi, Jawa Timur. Tas kecil berwarna hitam dan tongkat diletakkan di sebelahnya.

Sambil menyandarkan punggung ke tembok, wajah laki-laki yang memiliki nama Paijo tersebut terlihat kelelahan.

"Baru saja mijet sopir. Istirahat dulu baru jalan lagi, siapa tahu ada yang mau dipijat di sebelah sana," kata Mbah Jo menunjuk warung-warung yang ada di dalam Terminal Karangente Banyuwangi.

Kepada Kompas.com, Jumat (8/2/2019), Mbah Jo mengatakan sudah akrab dengan terminal sejak masih muda karena ia sempat menjadi kernet bus rute Banyuwangi-Madura PP selama 6 tahun sejak 1980.

Namun, pada 1986 matanya terkena solar bekas saat membersihkan bus yang mengakibatkan Mbah Jo mengalami kebutaan total.

Baca juga: Sebanyak 50 Penyandang Tuna Netra Diajari Cara Memilih Kepala Daerah

"Saat itu, mata saya pedih dan sakit, lalu pandangan saya kabur. Akhirnya, ya buta hingga sekarang. Sudah enggak bisa kerja di bus lagi," ujar Mbah Jo.

Mbah Jo mengaku sempat marah dan tidak bisa menerima saat kehilangan indra penglihatannya, apalagi saat itu dia masih muda dan sehat.

Mbah Jo sudah menikah dan memiliki anak sehingga dia tetap harus bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup.

Dia kemudian mendapatkan pelatihan memijat, lalu menggunakan keterampilannya tersebut di terminal dengan memijat sopir ataupun para penumpang yang ada dalam di terminal.

"Sekitar 5 tahun lalu, masih banyak penumpang yang turun sini dan minta dipijat. Sekarang sudah enggak ada penumpang. Bus sepi. Sekarang sampai siang gini baru dapat satu orang," kata Mbah Jo.

Saat memijat, Mbah Jo tidak pernah mematok tarif, berapa pun uang diberi akan dia terima.

"Ada yang kasih Rp 25.000, atau Rp 10.000, berapa pun saya terima," ujarnya.

Mbah Jo juga menyisihkan penghasilannya setiap hari untuk membayar ojek atau kendaraan umum saat akan pergi pulang dari rumah ke terminal, sementara sisanya semuanya akan diberikan ke istri untuk keperluan sehari-hari.

Saat sepi, Mbah Jo menahan keinginan untuk makan siang di warung dan memilih makan di rumah setelah pulang saat sore hari agar bisa irit.

Selain di terminal, Mbah Jo juga sering diminta untuk datang ke rumah oleh pelanggannya untuk memijat. Biaya ojek akan ditanggung oleh pelanggannya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com