Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Penjual Keliling Kopiah Khas Bangka, Dibeli Bupati hingga Gubernur Tanpa Ditawar

Kompas.com - 09/02/2019, 10:46 WIB
Heru Dahnur ,
Farid Assifa

Tim Redaksi

PANGKAL PINANG, KOMPAS.com - Warnanya merah kecokelatan. Berfungsi sebagai penutup kepala. Ada yang kaku, ada juga yang elastis. Itulah kopiah resam. Kopiah khas Bangka, Kepulauan Bangka Belitung yang terbuat dari serat pohon resam.

"Sekilas orang menyangka ini dari plastik. Padahal tidak, ini murni dari serat kayu," kata pedagang keliling Kopiah Resam, Syamsudin (43) saat berbincang dengan Kompas.com di Pangkal Pinang, Kamis (7/2/2019).

Bapak satu anak ini menuturkan, kopiah resam merupakan produk asli Pulau Bangka. Keahlian membuat kopiah tersebut diwariskan secara turun temurun.

Kopiah kualitas biasa dibutuhkan waktu dua sampai tiga hari untuk membuatnya. Sementara kopiah kualitas bagus yang elastis dan bisa dilipat membutuhkan waktu hampir satu bulan.

"Harganya tergantung kualitas tadi. Mulai Rp 50.000 sampai Rp 1,5 juta," kata Syamsudin.

Pohon resam banyak tumbuh di daerah rawa. Pohonnya mirip pakis, namun batangnya lebih tinggi dan keras. Kulit pohon resam terdiri dari beberapa lapis. Serat bagian tengahnya diambil yang kemudian diraut. Untuk menghaluskannya digunakan kaleng yang telah dilubangi.

Baca juga: Djumain Blangkon Unggul atas Djumain Kopiah dalam Pilkades di Malang

Serat resam yang telah dihaluskan akan berbentuk benang atau nilon plastik. Kemudian dibentuk menjadi kopiah.

Untuk pewarnaan serta pengawet menggunakan getah pohon. Masyarakat setempat menyebutnya sulur untuk getah warna putih dan lilit untuh getah berwarna kecokelatan.

Desain kopiah resam pun dibuat bervariasi. Ada yang berbentuk bulat, ada juga yang memanjang. Perajin juga bisa membuat kopiah sesuai bentuk yang diinginkan pembeli. 

Syamsudin mengaku telah berjualan kopiah resam selama hampir delapan tahun. Ia pertama kali menjadi perajin resam. Belakangan pembuatan kopiah resam lebih banyak dilakoni kaum ibu-ibu. 

"Sentra produksi di daerah Bangka Barat. Seperti Desa Kelapa, Kacung, Dendang, Payak Air Bulih dan Juruh," katanya.

Dari berjualan kopiah resam, Syamsudin mengaku bisa membangun rumah serta membiayai kehidupan keluarganya. Ia memasarkan kopiah resam ke masjid-masjid, tempat pameran dan pusat keramaian. 

Banyak pejabat yang menggunakan kopiah resam dan membeli tanpa menawar. Mulai dari pegawai biasa, kepala dinas, bupati hingga gubernur pernah membeli kopiah resam dari Syamsudin.

"Pemkab Bangka Tengah bahkan pernah mewajibkan pegawai menggunakan kopiah resam setiap hari Jumat. Ini kan produk asli daerah," ucapnya.  

Baca juga: Berkah Asian Games 2018, Toni Dapat Pesanan 1.000 Kopiah dari Menpora

Menurut Syamsudin, kopiah resam khas Bangka yang elastis menjadi pembeda dengan kopiah asal Gorontalo yang sedikit kaku karena terbuat dari serat rotan.

Salah seorang pengguna kopiah resam, Tarmizi, mengatakan, kopiah resam terasa nyaman di kepala karena terbuat dari serat kayu. Selain itu, kopiah resam bisa tahan dan tidak mudah terkelupas.

"Bagus. Dipakai untuk semua generasi cocok," ujar komisioner Komisi Informasi Daerah Bangka Belitung itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com