Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjelasan Kuasa Hukum Adik Wagub Sumut soal Tudingan Alih Fungsi Hutan Lindung

Kompas.com - 08/02/2019, 15:39 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha,
Farid Assifa

Tim Redaksi

MEDAN, KOMPAS.com - Perseroan Terbatas (PT) Anugerah Langkat Makmur (Alam) dituding telah mengubah fungsi kawasan hutan dari hutan lindung menjadi perkebunan sawit seluas 366 hektar di Kecamatan Seilepan, Brandan Barat, dan Besitang, semuanya di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Kasus itu sudah dilaporkan ke Polda Sumut pada akhir 2018 lalu.

Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumut lalu melayangkan surat panggilan kepada Direktur PT Alam, Musa Idi Shah alias MIS alias Dodi untuk dimintai keterangan. Namun sampai dua kali pemanggilan, Musa tetap mangkir.

Selasa (29/1/2019) malam, Dodi dijemput paksa dari rumahnya. Seusai menjalani pemeriksaan sebagai saksi, Rabu (30/1/2019), status Dodi ditetapkan menjadi tersangka.

Penyidik menilai, tersangka melanggar Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, Undang-undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ancaman hukumannya delapan tahun penjara. Namun tersangka tidak ditahan dan hanya dikenai wajib lapor.

Baca juga: Adik Jadi Tersangka, Wagub Sumut Jalani Pemeriksaan Hampir 11 Jam

Pada Kamis (7/2/2019), Wakil Gubernur Sumatera Utara Musa Rajek Shah mendatangi Mapolda Sumatera Utara. Hampir 11 jam dia menjalani pemeriksaan terkait alih fungsi hutan yang diduga dilakukan tersangka Dodi, adik kandungnya.

Sambil berjalan meninggalkan Polda Sumut, Musa hanya mengatakan kepada wartawan, cukup banyak pertanyaan yang diajukan dan dirinya menjawab berdasarkan apa yang diketahui saja. Disinggung apa saja yang ditanyakan, dia mengelak.

"Tanya ke penyidik saja, Ya," katanya singkat, Kamis (7/2/2019) malam.

Abdul Hakim Siagian, kuasa hukum tersangka Dodi yang dihubungi Kompas.com melalui telepon mengatakan, Dinas Kehutanan yang punya otoritas sudah menjelaskan persoalan yang sedang dialami kliennya.

"Dinas Kehutanan sudah menjelaskan bahwa konsesi PT Alam tidak di kawasan lindung, itu di kawasan hutan. Kita juga minta penjelasan fakta di lapangan dan historisnya karena kan tidak 'sim salabim' seperti kenyataan sekarang," kata Hakim, Jumat (8/2/2019).

Sebagai informasi, lanjut dia, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sebelum kepemimpinan Edy Rahmayadi-Musa Rajek Shah berturut-turut mengalokasikan APBD untuk menyelesaikan permasalahan hutan lindung di Sumut.

Besarannya rata-rata sekitar Rp 500 juta di beberapa tempat. Tujuannya untuk mengembalikan fungsi hutan lindung dan memberdayakan masyarakat sekitar kawasan.

"Terakhir kita dengar itu 2018 di Labuhanbatu. Sekarang kita mau minta penjelasaan karena menyangkut kepastian, persamaan di depan hukum. Sekaligus juga sebagai komitmen dan ketaatan kita kepada hukum," ucap dia.

Soal status hutan

Kementerian Kehutanan harusnya menjelaskan kepada publik bahwa berdasarkan SK Nomor 44/Menhut-II/2005 tentang Kawasan Hutan Provinsi Sumut yang berubah menjadi SK Nomor 579/Menhut-II/2014 tentang Kawasan Hutan di Sumut, bagaimana kenyataan penunjukannya.

Menurut Hakim, ada contoh kasus di daerah lain di Sumut saja. Misalnya Register 40 kawasan Padang Lawas yang jelas merupakan kawasan hutan.

"Apakah sudah tuntas (kasusnya), ini yang harusnya dijelaskan supaya tidak simpangsiur, entah ke mana-mana ditarik. Kita siap merespons dan menghadapi proses hukum, tapi tolong juga kepada kita diberi apresiasi asas praduga tak bersalah. Itulah poinnya," ujar Hakim.

Ditanya apakah poin-poin ini juga yang disampaikan Wakil Gubernur Sumut Musa Rajek Shah saat dimintai keterangan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumut pada Kamis (7/2/2019), Hakim mengatakan, Musa dipanggil sebagai pemegang saham yang tidak mengetahui persoalan manajemen PT Alam seperti yang dijelaskannya.

"PT Alam itu dapat ISPO, sertifat internasional yang menjadi syarat bisa melakukan transaksi hasil kebun. Jadi kalau ada masalah, kami perusahaan yang patuh pada hukum, ayo dikomunikasikan, itu dia poinnya," katanya.

Soal kebenaran bahwa tidak hanya PT Alam saja yang beroperasi di kawasan yang sedang diperkarakan, Hakim mengelak dengan mengatakan Dinas Kehutanan saja yang menjelaskannya.

"Kalau disebut kawasan hutan, bukan kawasan hutan lindung, kira-kira fakta sekarang bagaimana? Apakah masih ada hutan di sana atau tidak? Sampai kalau perlu ke TNGL, TNGL itu suaka marga satwa, Ya? Kalau sekarang, pakai GPS atau satelit saja sudah bisa nampak. Pertanyaannya masih ada hutan atau tidak di situ? Hutan dalam pengertian undang-undang kehutanan, ya," ujar Hakim.

Baca juga: Video Penggeledahan Rumah Adik Wagub Sumut Viral, Polisi Merasa Difitnah

Kepala Bidang Humas Polda Sumut Kombes Tatan Dirsan Atmaja saat dikonfirmasi Kompas.com menyebutkan, pemeriksaan terhadap Musa sudah selesai. Namun dia tidak bisa menjelaskan hasil pemeriksaan penyidik.

"Untuk hari ini kosong. Hasil pemeriksaan, itu ranah penyidik, yang pasti berkaitan dengan PT Alam," kata Tatan melalui pesan singkat saat dikonfirmasi, Jumat siang.

Ditanya apakah Kepala Dinas Kehutanan Sumut akan dimintai keterangan, dia tak membalas lagi pesan WA.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com