Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Anggiasari, Caleg Penyandang Disabilitas yang Berjuang Lewat Politik

Kompas.com - 07/02/2019, 08:20 WIB
Wijaya Kusuma,
Khairina

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Anggiasari Puji Aryatie tak pernah merasa rendah diri dengan kondisi postur tubuhnya.

Perempuan berusia 38 tahun ini kini bahkan tengah bersaing dengan calon legislatif lainnya untuk menjadi anggota DPR RI di Pemilu 2019 dengan daerah pemilihan DIY

Anggiasari Puji Aryatie lahir di Jakarta 6 Agustus 1980. Anak kedua pasangan Dwi Priyatie dan Arifin Hidayat Anggiasari terlahir sebagai penyandang disabilitas.

Kondisi fisik Anggiasari tidak lantas membuat kedua orang tuanya menyembunyikan keadaan sebenarnya.

Kedua orang tuanya justru mendorong dan memberikan semangat agar Anggiasari tetap beraktivitas seperti anak-anak pada umumnya.

"Ibu meminta saya untuk tetap melakukan apa yang saya suka, bermain bersama teman - teman, bersosialiasi, enggak usah khawatir anggapan orang lain .Ibu bilang saya seperti anak lain, punya tanggung jawab, ya bersih-bersih rumah dan lain-lain," ujar Anggiasari Puji Aryatie saat ditemui Kompas.com, Senin (29/1/2019).

Baca juga: Parpol Diusulkan Usung Caleg Difabel Lebih dari 15 Persen

Tak hanya itu, sang ibu pun ingin supaya Anggiasari tetap mendapatkan pendidikan yang layak. Bahkan, ibunya bertekad agar Anggiasari bisa menempuh pendidikan di sekolah umum.

"Ibu saya bilang, kamu harus belajar, kamu harus sekolah, supaya tidak diledek orang. Kamu kalau jadi orang pintar tidak ada yang mengejek," kisahnya. 

Anggiasari masih ingat, perjuangan sang ibu agar dirinya bisa masuk ke sekolah umum. Saat itu, ibunya berusaha meyakinkan pihak sekolah agar mau menerimanya.

"Saya ingat sekali, ibu memohon kepada kepala sekolah agar bisa menerima saya. Ibu saya bilang kalau nantinya anak saya tidak sanggup mengikuti pelajaran, akan saya sekolahkan ke SLB," tuturnya. 

Gayung bersambut, berkat usaha keras ibunya meyakinkan pihak sekolah, Anggiasari akhirnya bisa masuk SD hingga SMA di sekolah umum di Jakarta.

Anggiasari pun tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut dan menuntut ilmu dengan sebaik-baiknya. Sebab, ia menyadari tidak semua penyandang disabilitas seberuntung dirinya.

Anggiasari Puji Aryatie, caleg Nasdem untuk dapil Yogyakarta.KOMPAS.com/Ihsanuddin Anggiasari Puji Aryatie, caleg Nasdem untuk dapil Yogyakarta.

Anggiasari juga bukan pribadi yang lantas menyerah dengan keadaan. Ia berangkat dan pulang sekolah secara mandiri dengan menggunakan angkot.

Meskipun diakuinya cukup sulit untuk naik ke angkot karena belum ramah bagi penyandang disabilitas.

"Seminggu awal diantar, terus ditunjukkan angkotnya apa, turun di mana, ya terus naik angkot sendiri. Jadi, waktu itu baju saya sering kotor, karena harus setengah merangkak untuk naik, dan jalanan kan waktu itu masih banyak yang tanah," kenangnya.

Perjalanan Anggiasari untuk bisa berdamai dengan dirinya pun tidak mudah.

Saat di sekolah dasar (SD), Anggiasari mulai menyadari adanya perbedaan fisik dengan teman-teman lainnya.

Baca juga: Djumono, Satu-satunya Caleg Difabel di Indonesia

Ditambah lagi, perempuan yang murah senyum ini harus menahan emosinya karena terkadang menerima perlakuan yang tidak mengenakkan dari beberapa orang, baik saat di angkot maupun saat berpapasan di jalan.

"Terakhir, saya nangis diledekin itu saat SD. Setelah itu saya bertekad tidak pernah akan menangis lagi, yang bisa saya lakukan adalah menantang diri sendiri untuk lebih baik lagi," jelasnya. 

Dari berbagai pengalaman tidak mengenakkan itu, Anggiasari pun akhirnya justru bisa menerima keadaannya dan berdamai dengan dirinya.

Hal ini juga tak luput dari dukungan keluarga yang selalu memberikan motivasi dan menguatkan Anggiasari.

"Kalau anak lain mungkin minder ya, tapi kalau saya ya biarin aja. Saya berfikir, kita kan tidak bisa mengontrol apa yang orang lain pikirkan dan rasakan. Yang terpenting, saya punya tekad sendiri, jalan hidup sendiri, terserah orang mau bilang apa," urainya.

"Dalam hidup ini saya percaya Tuhan itu baik dan punya rencana yang indah dengan diri saya. Jadi kalau orang lain menghina saya berarti sama saja menghina Tuhan," ungkapnya. 

Menurutnya, seperti orang tua pada umumnya, ibunya sangat peduli dan protektif.

Namun, sang ibu tidak sampai over protektif sehingga mengekang kebebasan Anggiasari dalam berekspresi, berkegiatan, berteman, dan sekolah.

"Saya belajar berpendirian teguh dan mempunyai tekad yang kuat itu dari Ibu. Keluarga memang punya peran besar, keluarga support system yang paling penting untuk kehidupan anak, terutama anak disabilitas," urainya.

Lewat tekad yang kuat, akhirnya Anggiasari Puji Aryatie bisa lulus dari jenjang SMA.

Setelah lulus SMA, ia pindah ke Yogyakarta dan berhasil masuk ke Jurusan Sastra Perancis Universitas Gadjah Mada (UGM).

Anggiasari saat berfoto bersama ibundanya (Foto Dok Anggiasari)Dok Anggiasari Anggiasari saat berfoto bersama ibundanya (Foto Dok Anggiasari)

Anak kedua dari dua bersaudara ini pun berhasil lulus dari Sastra Inggris di Lembaga Studi Bahasa Asing LIA di Yogyakarta. Anggiasari juga telah merengkuh gelar S2 di Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta.

Anggiasari terlibat aktif di berbagai kegiatan disabilitas. Hingga membawa Anggiasari bekerja di beberapa LSM yang fokus pada kelompok marginal dan penyandang disabilitas.

"Saya aktivis difabel, pertama jadi volunteer di Internasional Day of People with Disability, lalu kerja di Yakkum Bethesda, terus diminta jadi koordinator komunikasi di LSM Jerman, setelah itu di Handicap Internasional," tuturnya.

Terjun ke dunia politik

Anggiasari menceritakan, awalnya tidak mempunyai cita-cita untuk terjun di dunia politik. Bahkan, tidak pernah tebersit dalam pikiranya untuk maju menjadi calon legislatif.

"Saya enggak daftar. Saya diminta oleh DPW Partai Nasdem, mereka mencari calon legislatif perempuan berkualitas dan dipastikan tanpa mahar," ungkapnya.

Anggiasari pun tak lantas menerima tawaran tersebut. Anggiasari mencoba mencari tahu tentang konsep Partai Nasdem terhadap perempuan dan disabilitas.

"Saya tertariknya anti mahar, dan saat mau tutup pendaftaran itu saya baru bilang iya. Saya sebelumnya diskusi dengan beberapa teman, dan jika dipikir, politik itu kalau orangnya baik ya baik, kalau politik memang untuk tujuannya membawa kebaikan ya bisa baik," tegasnya.

Baca juga: Bawaslu Temukan Caleg Gerindra Bagi-bagi Kalender Saat Penerimaan Rapor Sekolah

Sebelum resmi menerima tawaran tersebut, Anggiasari juga bercerita kepada orang tuanya. Anggiasari meminta persetujuan dan restu kepada orang tuanya.

"Ngomong ke Ibu, terus Ibu bilang jangan aneh-aneh lho. Kata-kata itu sama seperti saat saya pamit mau tugas ke Eropa tahun 2013, tetapi ya diizinkan dan direstui," kata Anggiasari sambil tertawa.

Keputusannya untuk terjun ke politik dan maju menjadi calon anggota legislatif DPR RI, lanjutnya, tidak lain adalah untuk melanjutkan perjuangan yang telah dilakoninya cukup lama bersama teman-teman penyandang disabilitas lainnya.

"Selama ini kan saya dan teman-teman disabilitas berteriak dari luar, pesta demokrasi ini kesempatan teman - teman disabilitas dan saya untuk mengangkat isu ini. Ini kelanjutan dari perjuangan," urainya.

Anggiasari saat memberikan motivasi kepada pembatik difabel di Kabupaten Bantul Dok Anggiasari Anggiasari saat memberikan motivasi kepada pembatik difabel di Kabupaten Bantul

Menurutnya, saat ini pemerintah sudah menunjukkan perhatian kepada penyandang disabilitas.

Salah satunya, dengan menerbitkan undang-undang yang menjamin pemenuhan hak penyandang disabilitas.

Meskipun hingga saat ini implementasinya belum sepenuhnya berjalan, sehingga penyandang disabilitas masih kesulitan untuk mengakses pendidikan dan pekerjaan.

Belum lagi, masih banyak perkantoran maupun fasilitas umum lainya yang belum ramah terhadap difabel.

"Undang-undangnya sudah ada, pijakanya sudah ada kalau nanti pelaksanaannya tidak kita kawal bagaimana, berarti itu hanya dokumentasi saja. Jadi harus ada orang yang paham, agar roh undang-undang ini bisa berjalan dengan baik," ucapnya.

Baca juga: KPU: Caleg yang Bagikan Kalender di Lembaga Pendidikan Berpotensi Langgar Aturan Kampanye

"Sekarang pembangunan besar-besaran, nah kita harus lihat target pembangunan ini siapa saja, ya seharusnya juga penyandang disabilitas, mosok kita mau menonton saja," imbuhnya. 

Menurutnya, saat ini dirinya sedang fokus melakukan kampanye. Hanya saja, diakuinya dirinya tidak bisa melakukan kampanye sama seperti caleg lainnya.

"Beda ya dengan kampanye orang-orang pada umumnya, Karena yang namanya orang dengan berbagai hambatan fisik kalau harus pergi ke suatu titik persiapannya lama. Saya yang harus datang, ngobrol, diskusi di komunitas-komunitas," urainya.

Disampaikannya, dirinya juga bukan caleg dengan finansial yang besar untuk biaya kampanye. Sehingga dirinya mengandalkan media sosial untuk menyampaikan visi dan misinya.

"Dana sangat minimalis, jadi ya benar-benar relawan bahkan mereka mengeluarkan dari kocek sendiri. Kami pilih digital, pertama ramah lingkungan dan bisa tersebar cepat, media sosial kan sekarang banyak," ujarnya.

Menurut Anggiasari, berapa pun perolehan suara yang nanti didapatnya dalam Pemilu 2019, dirinya tetap akan menghargai orang-orang yang telah memilihnya. Sebab, mereka telah benar-benar percaya kepada dirinya.

"Berapa pun suara yang saya dapat, saya bangga mereka benar-benar percaya kepada saya. Kalau saya bisa terpilih sampai ke pusat, tentu akan saya perjuangkan benar-benar, karena ini utang yang harus saya bayar, ini amanah," ungkapnya.

Kompas TV Artis sekaligus calon legislatif PAN, Mandala Shoji hingga kini masih buron pasca divonis 3 bulan penjara atas kasus tindak pidana pemilu. Setelah mendapatkan vonis dan ditolak bandingnya oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, KPU pun mencoret nama Mandala Shoji dari daftar calon tetap Pileg 2019. Keputusan KPU tersebut kemudian direspon oleh Partai Amanat Nasional. Wakil Ketua Umum PAN, Bara Hasibuan menyatakan menghormati keputusan KPU tersebut. Tak hanya itu Bara juga menegaskan partainya tidak mengetahui keberadaan Mandala Shoji dan turut mengimbau Mandala untuk segera menyerahkan diri. Sebelumnya Mandala Shoji dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran pemilu karena membagi-bagikan <em>voucher</em> umroh saat melakukan kampanye di Pasar Gembrong Lama, Jakarta Pusat pada 19 Oktober lalu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com