Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melihat Desa Cemara Jaya, Cerminan Kerukunan Umat Beragama yang Dihantui Abrasi

Kompas.com - 06/02/2019, 11:25 WIB
Farida Farhan,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

KARAWANG, KOMPAS.com - Tambak-tambak menghampar di kanan dan kiri jalan menuju Desa Cemara Jaya, Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang. Juga beberapa reruntuhan rumah-rumah yang ditinggal penghuninya. Ada juga sabuk pantai dan bakau yang baru ditanam nampak di beberapa titik jalan menuju

Sejak tahun 2005, desa yang berjarak sekitar 40 kilometer dari pusat kota Karawang itu terdampak abrasi atau pengikisan tanah akibat air laut. Jalan menuju desa tersebut beraspal, hanya saja tak begitu mulus, sesekali terlihat lubang dan bekas tambalan.

Jika kita menyusuri sepanjang pantai, mulai dari Cemana Jaya hingga Pisangan jalanan beraspal terputus, bersambung dengan jalanan berpasir, berkelok di antara rumah warga, tambak, hingga pekuburan atau tempak makam masyarakat Tionghoa.

Itupun kendaraan roda empat tidak bisa menyusuri desa ini sampai ujung. Dengan sepeda motor, kita berkendara tepat di sisi pantai.

Baca juga: Pantai Mampie Alami Abrasi Diterjang Gelombang Tinggi Sebulan Terakhir

"Hati-hati," kata seorang warga kepada Kompas.com saat melintasi jalanan pesisir Pantai Pisangan, Selasa (5/2/2019).

Konon, dulu jarak antara rumah-rumah warga lebih dari satu kilometer. Sementara saat ini tidak sampai satu meter.

"Sewaktu saya kecil, jarak dari rumah ke pantai jauh. Sebelum pantai ada tambak-tambak. Kalau main bola (sepakbola) juga masih luas," ujar Kepala Desa Cemara Jaya, Yonglim Supardi, Selasa.

Beruntung, kata dia, semenjak sabuk pantai dibangun, banjir rob tak separah pada 2016 lalu. Saat itu, air pasang menerjang rumah-rumah warga hingga sebetis rumah orang dewasa. Dampaknya, terjadilah abrasi dan rumah-rumah warga pun rusak.

"Itu terparah. Sekarang saya perhatikan jika air pasang tak separah saat itu, yang jalanan tidak bisa dilewati," katanya.

Baca juga: Akibat Hujan Deras dan Abrasi, Dermaga Borong di Manggarai Timur Nyaris Ambruk

Sarmad, seorang warga, mengaku terpaksa memboyong rumahnya ke tempat yang lebih aman. Sementara ia menumpang ditanah pemilik tambak, tempat ia bekerja.

"Empat bulan lalu pindah, rumah terkena abrasi," katanya.

Sarmad beserta istrinya mengaku enggan pindah dari desa tempat kelahirannya itu. Sebab, banyak banyak kenangan yang telah dilakuinya selama puluhan tahun di desa yang sebagian besar penduduknya nelayan dan petani tambak itu.

"Sementara (pindah) ke tempat yang aman (dari abrasi) dulu. Kalau tsunami itu kan musibah," tambahnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com