KOMPAS.com - Tahun baru Imlek merupakan salah satu hari raya yang dirayakan oleh masyarakat Tionghoa di dunia. Perayaan ini pun tak lepas dari adanya pertunjukan liong (ular naga) dan barongsai (singa).
Kedua jenis hiburan ini sangat menarik tak hanya bagi masyarakat etnis Tionghoa, tapi juga masyarakat secara umum di lingkungan setempat.
Meskipun tarian barongsai ini berasal dari China, namun masyarakat Indonesia tetap senang menyaksikan tarian ini.
"Komunitas ini telah berdiri sejak 1999 di mana ketika itu kesenian liong dan barongsai boleh ditampilkan lagi di era reformasi," ujar Pembina Komunitas Liong Barongsai Tripusaka, Solo, Adjie Chandra kepada Kompas.com pada Minggu (3/2/2019).
Adjie mengatakan bahwa pertunjukan liong dan barongsai pada saat itu hanya penampilan tertentu saja yang boleh ditampilkan.
Kemudian, pada 5 Februari 1999, saat tahun baru Imlek, kesenian liong-barongsai memperoleh keleluasaan untuk menampilkan tariannya di jalanan.
Baca juga: Grebeg Sudiro, Wujud Harmonisasi Pembauran Budaya Jawa-Tionghoa
Adjie juga menceritakan bahwa dia pernah menjadi pembina di salah satu perguruan wushu Solo. Ini membantunya saat bermain barongsai.
"Wushu merupakan olahraga bela diri China yang menjadi dasar supaya orang bisa main barongsai dengan sempurna, karena di wushu kan kuda-kuda sangat diperhatikan," ujar Adjie.
Tak hanya itu, komunitas ini juga mengemban tiga misi yang dijalankan, yakni misi ritual keagamaan tahun baru Imlek, misi olahraga yang ditujukan sebagai penampilan di kejuaraan nasional maupun internasional, dan misi hiburan.
Untuk menampilkan pertunjukkan liong-barongsai dengan baik, anggota komunitas ini berlatih sebanyak tiga kali dalam seminggu.
Adapun anggota dari Komunitas Tripusaka ini terdiri dari anak-anak hingga orang dewasa.
"Anggota saya terdiri dari berbagai agama. Kalau liong-barongsai itu biasanya tidak lepas dari agama Konghucu, tapi sekarang ada yang beragama Islam, Katolik, Kristen, yang penting mereka menjiwai dalam bermain barongsai," ujar Adjie.
Tak hanya sebagai pemersatu agama, kesenian liong-barongsai juga bisa menjadi masyarakat etnis Jawa dan etnis Tionghoa bersatu.
"Dari 90 persen anggota (komunitas) saya, itu terdiri dari etnis Jawa. Jadi harusnya barongsai itu milik orang China, namun sekarang keadaan sudah berbalik. Kami bangga sekali kalau orang Jawa bisa bermain barongsai," ujar dia.