Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Direktur Walhi NTB Diteror, Rumah Dibakar dan Dugaan Percobaan Pembunuhan

Kompas.com - 31/01/2019, 16:50 WIB
Fitri Rachmawati,
Khairina

Tim Redaksi

MATARAM, KOMPAS.com- Teror terhadap Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nusa Tenggara Barat (NTB) Murdani, berupa pembakaran rumah secara membabi buta dan dugaan percobaan pembunuhan terhadap Murdani dan 3 anggota keluarga, istri dan dua anaknya, dilaporkan kembali ke Polda NTB, Rabu (30/1/2019).

Tim kuasa hukum untuk aktivis lingkungan kembali melayangkan laporan karena menganggap penanganan oleh Polsek Pringgarata, Lombok Tengah lamban.

Kuasa hukum Murdani juga telah melayangkan surat permintaan ke Polda NTB untuk penanganan kasus pembakaran rumah Direktur Walhi ini, Kamis (31/1/2019).

Kepada Kompas.com, Murdani menuturkan, pembakaran tempat tinggalnya terjadi Senin (28/1/2019) pukul 03.00 Wita dini hari di Dusun Gundul, Desa Menemeng, Kecamatan Prnggarata, Lombok Tengah.

Murdani mencurigai pelaku pembakaran rumahnya dilakukan oleh orang tak dikenal yang merasa keberatan atas apa yang dilakukannya bersama warga, menolak tambang pasir atau galian C ilegal di dusun tempat tinggalnya.

"Kejadiannya sangat mengerikan, saat kami tidur nyenyak. Syukurnya saya terbangun karena merasa kepanasan. Saya dan keluarga saya berada di lantai dua sudah melihat kobaran api menghabisi lantai 1 rumah kami. Satu-satunya jalan adalah menyelamatkan diri melalui atap rumah. Saya benar benar panik, bahkan saya katakan pada anak saya agar tenang. Saya katakan padanya kalau dia mati saya juga akan mati, karena itu kita harus berjuang untuk selamat," tuturnya sambil menghela nafas karena trauma.

Baca juga: Walhi NTB Nilai Tambang Rakyat Ancam Pariwisata Lombok Barat

Perjuangan Murdani menyelamatkan diri dan keluarganya sangat sulit karena api yang terus membesar. Api membakar ruangan dan dua buah mobil miliknya, satu mobil dump truck dan sebuah mobil Avanza.

"Kami berhasil naik atap rumah dan lompat dari atap lantai dua dengan bantuan warga yang menangkap anak-anak saya dari bawah bersama istri. Saya melihat seluruh pintu runah terbakar dan ada botol berisi minyak tanah, itu kemungkinan milik pelaku," jelasnya.

Murdani mengatakan, saat kejadian, aparat kepolisian, pemadam kebakaran, dan warga berhasil memadamkan api setelah pagi hari,tak ada yang bisa diselamatkan di lantai satu. Pelaku menginginkan saya dan kekuarga saya mati, mereka tidak mau harta bukan itu yang mereka incar, tapi nyawa kami," kata Murdani.

Didampingi tim kuasa hukum untuk aktivis lingkungan Walhi pusat, Murdani akhirnya melaporkan kembali teror yang menimpanya dan keluarganya.

Hanya saja, pihak SPKT meminta mereka membuat surat agar laporan tidak ganda seperti di Polsek pada awal kejadian.

Apa yang dialami Murdani diduga kuat teror dan dugaan percobaan pembunuhan atas dirinya dan keluarganya. Belum diketahui apa yang melatarbelakangi dan motif tindakan orang tak dikenal tersebut.

Namun, Murdani mengaku dalam setahun terakhir ini kerap mendampingi warga yang menolak tambang pasir atau galian C di Desa Menemeng, Lombok Tengah, yang jaraknya hanya 100 meter dari tempat tinggalnya.

"Lokasi tambang pasir galian C itu total luasnya mencapai 200 hektar, hanya saja nama-nama pemiliknya berbeda-beda, untuk mengantisipasi sulitnya perizinan tambang pasir atau galian C itu," terangnya.

Koordinator tim kuasa hukum Murdani, Dwi Sudarsono mengatakan, pihaknya melaporkan kembali kasus Murdani ke Polda NTB karena kecewa dengan lambannya penanganan di Polsek  Pringgarata tempat melapor di awal kejadian,

"Teror terhadap Murdani bukan hanya ingin menghancurkan harta benda tetapi juga mengancam keselamatan. Ini bukan hal yang main main ya, ini masalah serius. Apalagi aktivitas saudara Murdani mengadvokasi warga yang menolak tambang pasir ilegal. Sayangnya, kami tak melihat aparat serius menangani kasus ini," terang Dwi.

Kompas TV Penanganan sampah khususnya di kota-kota besar di Indonesia merupakan salah satu permasalahan perkotaan yang sampai saat ini merupakan tantangan bagi pengelola kota. Pertambahan penduduk dan peningkatan aktivitas yang pesat di kota-kota besar mengakibatkan meningkatnya jumlah sampah disertai permasalahannya. Diperkirakan rata-rata sekitar 40hingga 60 persen sampah yang dapat terangkut ke tempat pembuangan akhir. Kemampuan pengelola kota menangani sampah dalam sepuluh tahun terakhir cenderung menurun. Simak pembahasannya bersama pengamat lingkungan hidup dari Universitas Indonesia, Tarsoen Waryono dan juga Direktur Eksekutif Walhi DKI Jakarta, Tubagus Soleh Ahmadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com