Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melaras Musik Tongling di Senyapnya Kaki Gunung Lawu

Kompas.com - 29/01/2019, 11:30 WIB
Sukoco,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

Mulai saat itu musik tongling tidak saja dimainkan di kampung Wono Mulya, namun mulai merambah keluar desa dengan mengikuti berbagai event yang digelar oleh pemerintah daerah. “Setiap memperingati hari jadi Kabupaten Magetan kita juga diundang dalam kegiatan vestifal musik ledug yang diadakan,” ucapnya.

Sayangnya seiring perkembangan waktu, musik tongling yang mendapat tempat di hari warga Magetan di era tahun 1990-an, eksistensinya mulai meredup.

Tidak adanya regenerasi pemain dan mulai jarang mengikuti event yang digelar pemerintah daerah membuat musik tongling mulai dilupakan.

Generasi muda lebih cenderung menyukai musik elektronik seperti elektone dan budaya musik pop saat ini, apalagi kemudahan jaringan internet membuat pemuda di Wono Mulyo juga gampang mengakses informasi dari luar. 

Baca juga: Alat Musik Khas Bengkulu Tebar Pesona di Malaysia

Mimpi musik tongling mendunia

Beruntung dari tiga anak Harjono, dua anak diantaranya menggeluti bidang kesenian dan masih memperhatikan kelestarian musik tongling.

Sutikno Dwi Anjono (30) anak kedua dari Harjono berangan-angan musik tongling bisa dimainkan di event internasional, berkolaborasi dengan orkestra seperti yang pernah dia lihat di Bali saat perhelatan IMF beberapa waktu lalu.

Saat itu dia begiitu kagum dengan orkestrasi yang di kolaborasui dengan musik bambu yang disuguhkan kepada para tamu undangan.

Selaku salah satu panitia yang menghadirkan tarian dari seluruh Indonesia di salah satu panggung yang disaksikan delegasi IMF, Sutikno mengaku bertekat membawa musik tongling lebih dikenal khalayak luas.

“Saya jadi ingat bapak saya punya musik tongling. Kalau yang lain bisa kenapa musik tongling tidak bisa di kolaborasi dengan orkestra?” ujarnya.

Baca juga: Jokowi Resmikan Kantor Gubernur NTT yang Mirip Alat Musik Sasando

Sutikno Dwi Anjono merupakan jebolan Eki Dance Company yang saat ini membuka sebuah studio tari di Pulau Bali. Untuk melestarikan seni musik tongling milik ayahnya, Sutikno mulai membentuk grop musik tongling remaja.

Mesti harus pulang balik Bali – Magetan, untuk memberi warna lain Sutikno sering menghadirkan kolaborasi seni tari yang dia geluti dengan diiringi musik tongling dalam sebuah pagelaran. 

"Ini juga salah satu cara kami untuk menjaga eksistensi musik tongling sendiri sebelum keinginginan menyandingkan musik tongling dengan orkestra,” ucapnya.

Nada rendah dari kentong barung yang dipukul Harjono mengahadirkan intonasi lagu tentang Dukuh Wono Mulyo yang diciptakannya.

Ketukan kentong penerus yang dimainkan Sutikno terdengar menimpali melody yang dimainkan oleh bapaknya dengan kentong barung.

Sayup-sayup suara seruling yang dimainkan Hery putra ketiga Sujono sdikit melengkapi harmonisasi keindahan Dukuh Wono Mulyo menjelang sore itu.

Mesti harmonisasi musik tongling tidak bisa dihadirkan utuh sore itu, namun cukup melenakan telinga untuk ikut melaras tembang yang dimainkan di kesunyian lereng Gunung Lawu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com