Anak keenam dari tujuh bersaudara itu mengaku memulai bisnisnya dengan memanfaatkan dana beasiswa Bidik Misi yang ia peroleh sebesar Rp 3,9 juta.
Dari jumlah itu, Rp 3 juta dibelikan 1 truk kayu pinus jati belanda yang masih berbentuk palet. Sisanya ia belikan alat manual penghalus kayu, sorder, dan lainnya.
“Lukisan yang gagal banyak. Tapi saya coba dan coba lagi, hingga akhirnya berhasil. Yang paling sulit, melukis wajah, sisanya mudah,” ungkapnya.
Untuk setiap karyanya, Faruk tidak mematok harga. Bagi pelajar SMA, ia akan menjualnya sesuai budget yang dimiliki mereka.
Baca juga: Mengenal Santripreneur, Program Kemitraan Ekonomi Umat
Namun untuk politisi semacam calon legislatif, ia memasang harga Rp 5 juta. Hingga kini, sudah ada sekitar 70 order, lima di antaranya caleg.
“Pemasarannya melalui Instagram. Yang beli ada dari Sumatera Barat, Garut, Karawang, dan daerah lainnya,” ungkapnya.
Faruk mengatakan, keuntungan dari bisnis tidak dinikmatinya sendiri. Uang tersebut ia bagi-bagi untuk membantu orang yang kesulitan mulai dari teman, keperluan pesantren, hingga tetangga sekitar pondok.
“Ada nenek-nenek tidak punya siapapun. Umurnya 70 tahun. Matanya sudah tak bisa melihat. Saya rutin memberi makanan untuk nenek ini,” ungkapnya.
Tak hanya itu, ia pun bisa membantu meringankan beban sang ayah, Cecep Abdul Rahman.
“Ayah saya tukang melak engkol (buruh tanam kol), kalau ibu sudah meninggal pas saya kelas 1 MTs Nurul Huda,” tuturnya.
Ke halaman selanjutnya