Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setelah Tampomas II Tenggelam, Rekaman Audio Beredar hingga Musisi Ciptakan Lagu

Kompas.com - 25/01/2019, 17:02 WIB
Aswab Nanda Pratama,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pada 25 Januari 1981, kapal laut Tampomas II terbakar di perairan Kepulauan Masalembu, di sekitar Jawa Timur. Saat itu, kapal sedang berlayar menuju Ujung Pandang (Makassar), Sulawesi Selatan.

Setelah terbakar di bagian mesin, terdengar suara ledakan hingga akhirnya memperbesar kerusakan yang timbul. Rencana kapten kapal pun kandas, karena kapal tak bisa bergerak ke kepulauan terdekat.

Sementara itu, sinyal SOS yang dikeluarkan oleh kapal tak berfungsi maksimal. Kondisi kapal dalam keadaan darurat. Efeknya, banyak penumpang yang loncat ke laut untuk menyelamatkan diri karena kapal sekoci tak muat menampung para penumpang.

Walaupun pada akhirnya bantuan datang, tenggelamnya Tampomas II membawa luka yang mendalam di Tanah Air. Lebih dari 400 orang dinyatakan tewas dan hilang.

Tenggelamnya kapal Tampomas II menjadi berita yang menggemparkan dunia perkapalan Indonesia, mengingat kapal itu baru enam bulan beroperasi.

Kapten kapal juga ikut tenggelam dalam kapal karena tak menyelamatkan diri. Banyak polemik soal penyebab tenggelamnya kapal, baik itu usia kapal maupun kelalaian petugas

Setelah itu, para ABK dan orang yang masih hidup dalam kapal dibawa ke persidangan. Mereka menghadapi dakwaan atas dugaan kelalaian yang mengakibatkan tenggelamnya kapal dan juga ratusan korban.

Baca juga: Api Menjalar dari Sebuah Kapal, Saat Tampomas II Terbakar 38 Tahun Lalu

Usia kapal

Banyak sumber yang menyatakan bahwa penyebab utamanya adalah karena usia kapal yang tak mendukung perjalanan.

Dilansir dari Harian Kompas yang terbit pada 27 Januari 1981, KM Tampomas II itu baru enam bulan di Indonesia.

Kapal dengan bobot 2.420 ton dibeli PT PANN (Pengembangan Armada Niaga Nasional) dari Komodo Marine seharga 8,9 juta dollar AS. Antara 5,8 juta dollar dari pinjaman Bank Dunia dan 2,5 berasal dari grand (hibah) Norwegia.

PT Pelni membeli kapal tersebut dari PT PANN secara angsur selama 10 tahun dengan bunga 10 persen. Kapal ini dibangun Jepang pada 1971 dan memiliki kecepatan 19,5 mil per jam.

Untuk urusan daya muat, kapal ini mampu menampung 1.250 hingga 1.500 penumpang yang terbagi atas 250 penumpang kelas dan 1.000 penumpang dek.

Pada awalnya, kapal ini melintasi Jakarta-Padang dan Jakarta-Ujung Pandang pada pertengahan 1980 untuk melayani ledakan penumpang di antara jalur lintas tersebut.

Kaset dilarang beredar

Tenggelamnya kapal Tampomas II ternyata terekam dalam bentuk audio berupa kaset. Dilansir dari Harian Kompas yang terbit pada 1 Maret 1981, terdapat perusahaan yang mencetak dan memproduksi rekaman tersebut.

Pihak itu menyimpan, memiliki dan mengedarkan suara tenggelamnya kapal. Terdapat sekitar 40.000 eksemplar kaset yang berhasil digandakan dan rencananya akan disebarkan.

Namun sekitar 30.000 kaset sudah disita oleh pihak yang berwajib. Beberapa pihak tak memperbolehkan pengedaran kaset ini karena akan menimbulkan duga bagi keluarga korban serta trauma bagi korban.

Musisi menciptakan lagu

Musisi senior Iwan Fals saat wawancara eksklusif dengan Kompas.com di kawasan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Rabu (5/12/2018).KOMPAS.com/ANDIKA ADITIA Musisi senior Iwan Fals saat wawancara eksklusif dengan Kompas.com di kawasan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Rabu (5/12/2018).

Untuk mengenang tenggelamnya kapal Tampomas II, musisi legendaris Indonesia, Iwan Fals, telah membuatnya dalam sebuah karya lagu yang berjudul "Celoteh Camar Tolol dan Cemar".

Dalam lagu itu, Iwan Fals membayangkan betapa mengerikannya peristiwa kebakaran di tengah lautan itu bagi para penumpang Tampomas II.

Iwan Fals juga mengkritik lambatnya tim penyelamat hingga banyak korban jiwa berjatuhan. Bahkan, proses pembelian kapal juga tak luput dari kritik Iwan Fals.

Selain Iwan Fals, Ebiet G Ade juga menciptakan lagu terkait tenggelamnya kapal tersebut. Lagu dengan judul "Sebuah Tragedi 1981" mengisahkan heroisme Kapten Abdul Rivai yang merupakan nakhoda kapal.

Rivai lebih memikirkan keselamatan orang lain daripada dirinya sendiri, hingga dia tenggelam bersama kapal. Lagu tersebut dibuat atas permintan putri dari Kapten Abdul Rivai.

Baca juga: Tragedi Bintaro 19 Oktober 1987, Tanah Jakarta Berwarna Merah....

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com