Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanam Buah Naga Organik di Banyuwangi yang Berakhir Manis

Kompas.com - 24/01/2019, 16:30 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati,
Farid Assifa

Tim Redaksi

BANYUWANGI, KOMPAS.com — Sugeng (56) memilih menanam buah naga organik sejak tahun 2015 di lahan milik keluarganya seluas 1,5 hektar di Desa Jambewangi, Kecamatan Sempu, Kabupaten Banyuwangi.

Desa Jambewangi merupakan salah satu sentra penghasil buah naga dengan luas kebun buah naga mencapai 75 hektar.

Sugeng dan keluarganya memanfaatkan kotoran kambing, bonggol pisang, rebung bambu, tauge, akar bambu, air cucian beras, bahkan terasi untuk menggantikan fungsi pupuk kimia.

Saat ditemui Kompas.com di rumahnya, Rabu (23/1/2019), Sugeng dan beberapa anggota keluarganya sedang meracik pupuk pestisida nabati yang berfungsi untuk mengendalikan penyakit jamur dan bakteri. Pupuk pestisida tersebut terdiri dari campuran daun sirih dan sabut kelapa.

“Daun sirih dihaluskan lalu direndam sampai 3 hari. Sabut kelapa juga ditumbuk, direndam. Lalu disaring kemudian dicampur. Dosisnya 1 sampai 2 liter campuran sabut kelapa dan sirih untuk satu tangki yang berisi 14-20 liter air,” ujar Sugeng sambil menunjukkan stok pupuk organiknya yang diletakkan di dalam beberapa jeriken.

Baca juga: Buah Naga Merah Banyuwangi, yang Disayang dan Dibuang...

Sementara untuk PGPR yang berfungsi mempercepat pertumbuhan dan menjaga kesehatan tumbuhan, Sugeng mencampur gula pasir, terasi, MSG, dedak, akar bambu, dan air matang.  

Proses pembuatannya cukup lama dan memakan waktu sampai 21 hari hingga PGPR tersebut siap dimanfaatkan.

“Ini bedanya dengan petani lain, kalau yang pakai pupuk kimia tinggal beli selesai. Tapi kalau kami masih harus kotor-kotor dulu dan memang njelimet buatnya seperti ini. Tapi ongkos produksinya tentu lebih murah dibandingkan menggunakan kimia,” ujarnya.

Sugeng bercerita, awal memilih menggunakan pupuk organik karena dia kesulitan mencari pupuk kimia saat enam bulan pertama menanam buah naga. Lalu dia memilih menggunakan srintil atau kotoran kambing. Namun, ternyata kotoran kambing saja tidak cukup untuk memenuhi nutrisi tanaman buah naga.

Didampingi oleh penyuluh pertanian, mereka lalu bereksperimen manggunakan bahan-bahan alami yang dapat dengan mudah dari lingkungan sekitar dan tentu dengan harga yang murah.

Ia mencontohkan, kotoran kambing yang dia beli hanya dengan harga Rp 7.000 rupiah per karung yang berisi 40 kilogram, dan untuk mencukupi lahan 1,5 hektar dia membutuhkan 200 zak kotoran kambing.

“Jika satu hektar petani lain membutuhkan biaya produksi sekitar Rp 10 juta, sedangkan dengan organik biaya produksi bisa dipangkas hingga setengahnya. Kami juga tidak bingung jika terjadi kelangkaan pupuk. Selain itu, saat harga buah naga anjlok seperti sekarang, kami masih mendapatkan untung karena memiliki pangsa pasar khusus walaupun dari 100 persen, hanya 5-10 persen yang mengonsumi buah organik,” jelasnya.

Ia mencontohkan, pekan lalu saat mulai musim raya, buah naga BS sebanyak 1 ton dihargai Rp 1,1 juta, sementara untuk buah naga organik sebanyak 360 kilogram dihargai Rp 1,8 juta.

“Semurah-murahnya dibeli masih untung dan tentunya biaya produksi lebih murah. Kalau ongkos kawin bunga dan ongkos petik sama saja dengan buah yang anorganik,” jelasnya.

Masrul, petani buah naga organik lainnya, juga menjelaskan kepada Kompas.com bahwa keuntungan buah naga organik adalah lebih tahan lama dibandingkan buah naga yang anorganik.  

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com