Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buah Naga Merah Banyuwangi, yang Disayang dan Dibuang...

Kompas.com - 24/01/2019, 06:27 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

BANYUWANGI, KOMPAS.com – Hampir dua tahun lebih, Bambang (33) warga Desa Bagorejo kecamatan Srono memilih menjadi petani buah naga merah. Ia memilih menanam buah naga merah di lahan seluas setengah hektar.

“Awalnya keluarga menanam palawija dan padi kemudian beralih ke buah naga karena untungnya lebih menggiurkan,” kata Bambang kepada Kompas.com, Rabu (23/1/2019).

Namun untuk musim panen raya tahun 2019, keuntungan besar yang diimpikan oleh bapak anak satu tersebut tidak maksimal karena tidak semua buah naga hasil panennya dibeli oleh pengepul.

Padahal di tahun 2018, walaupun harganya sama, di kisaran harga 1.500 rupiah per kilogram masih ada pengepul yang mau membelinya.

Baca juga: Petani Buang Buah Naga Merah ke Sungai karena Harganya Murah

“Sekarang saya sudah hubungi pengepul langganan, tapi mereka enggak berani beli, padahal tahun kemarin walaupun musim raya mereka masih beli walaupun harganya sangat murah. Pengepul beralasan stok buah naga mereka di gudang masih ada 10 ton dan masih belum keluar semuanya. Jadi enggak berani ambil lagi,” jelas Bambang.

Padahal dua hari lagi, buah naga milik Bambang harus segera dipanen karena jika ditunda lebih lama lagi maka akan berpengaruh pada batang yang akan kropos dan rusak.

“Kalaupun enggak ada yang beli tetap saya panen. Nanti biar dibagi-bagikan atau dijadikan pupuk dari pada batangnya yang rusak,” katanya.

Saat ditanya apakah tidak rugi saat buah naganya tidak laku, Bambang menjelaskan jika panen pekan ini adalah panen yang ketiga dari satu musim kawin yang berusia 40 hari. Minimal, dalam satu musim kawin dilakukan dua kali panen.

Baca juga: Dorong Penjualan Buah Naga di Banyuwangi, Kementan Gaet 3 Investor

“Kalau ditanya apakah rugi ya kalau saya enggak rugi. Tapi untungnya sedikit karena sudah panen pertama dan kedua. Tapi ada teman saya yang baru sekali panen dan pasti dia rugi. Apalagi yang lahannya sewa. Kalau saya Alhamdulilah lahan sendiri,” jelasnya.

Bambang menjelaskan mulai bulan November hingga April adalah musim panen raya buah naga. Pada panen terakhir yang dilakukan pada akhir pekan lalu, Bambang mendapatkan harga Rp 3.000 per kilogram, namun satu hari setelahnya harganya turun separuhnya.

“Tahun lalu sebelum lebaran saya sempat dapat harga bagus bisa Rp 20.000 per kilogram. Ya namanya musim pasar. Apalagi sekarang memang lagi musim buah. Semua buah muncul dipasaran seperti duku dan rambutan. Tapi kalau melihat musim, saya yakin buah naga sudah ada yang beli lagi,” jelasnya.

Ke halaman selanjutnya

Sistem organik lebih untung

Petani buah naga di Desa Jambewangi Kecamatan Sempu, Kabupaten Banyuwangi. KOMPAS.com/IRA RACHMAWATI Petani buah naga di Desa Jambewangi Kecamatan Sempu, Kabupaten Banyuwangi.

Sementara itu Sugeng, petani buah naga di Desa Jambewangi kecamatan Sempu memilih menanam buah naga secara organik sejak tahun 2015 lalu.

Dia menjelaskan walaupun harga buah naga dibeli dengah harga yang paling rendah seperti saat musim panen raya tahun ini, dia dan petani buah naga organik lainnya masih mendapatkan untung.

“Terakhir harga antara Rp 3.500 sampai Rp 8.000 per kilogram. Sesuai dengan ukurannya. Kalau kami pembelinya langsung dari Jakarta bukan pengepul lokal. Tapi walaupun organik, kami juga menyediakan buah naga yang anorganik,” jelas Sugeng.

Ia mengatakan banyak keuntungan menanam buah naga salah satunya adalah harga stabil dan pasca panen, buah naga tidak mudah busuk dan mampu bertahan sampai dua minggu berbeda dengan buah naga anorganik yang hanya bertahan 2-3 hari.

Baca juga: Warga Ini Rela Beli Bekas Galian Pasir untuk Disulap jadi Kebun Buah Naga

 

Hanya saja untuk menanam buah naga organik butuh ketelatenan yang lebih banyak karena semua pupuk yang digunakan mereka buat sendiri.

“Saat ini luasan buah naga yang organik di desa Jambewangi belum sampai dua hektar. Dan Alhamdulilah sudah mendapatkan sertifikat organik sejak dua tahun terakhir. Bedanya kalau petani lain praktis beli pupuk kimia langsung sebar, kalau kita membuat pupuk sendiri. Prosenya lama dan njelimet,” jelasnya.

Sugeng berharap, proses ekspor buah naga dari Banyuwangi ke China bisa segera dilakukan agar harga buah naga di Banyuwangi bisa stabil terutama saat musim panen raya seperti saat ini.

Ia menjelaskan pihak eksportir dari China dan Malaysia sempat sempat datang ke kebunnya namun untuk proses ekspor masih terkendala proses administrasi. Mereka meminta per minggu 20 ton untuk dikirim ke China.

Baca juga: Kisah Korban Gempa Sulteng di Jono Oge Bertahan Hidup dengan Menjual Buah Naga

“Minimal 40-60 persen di ekspor luar negeri, harga buah naga di Banyuwangi akan baik. Kalau organik yang konsumsi paling hanya 5-10 persen dan sudah punya pangsa pasar sendiri,” ungkap Sugeng.

Ke halaman selanjutnya

Tiga Investor asal Jakarta

Kementan berhasil gaet Investor serap 150 ton buah naga petani di Banyuwangidok. kementerian Pertanian Kementan berhasil gaet Investor serap 150 ton buah naga petani di Banyuwangi

Kepala Dinas Pertanian Banyuwangi Arief Setiawan mengatakan petani Banyuwangi mendapatkan kontrak pembelian buah naga dari tiga perusahaan asal Jakarta.

Kontrak ini menjadi kepastian pasar dan harga bagi para petani di tengah melimpahnya produksi saat ini.

“Begitu kontrak ditandatangani Senin kemarin, pengiriman bertahap langsung dilakukan. Terima kasih kepada Kementerian Pertanian yang ikut memfasilitasi kerja sama ini. Semoga ini membantu menstabilkan harga yang kini menurun,” ujar Arief kepada Kompas.com, Rabu (23/1/2019).

Dari kontrak tersebut, pedagang membeli dengan harga Rp 5.000-6.000 per kg, di atas harga pasar yang sekitar Rp 2.000.

Baca juga: Pasar Murah Buah Naga, Warga Rela Antre dan Berdesakan

“Buah yang diambil adalah grade A dan B menyesuaikan kondisi. Kita dorong kontrak ini terus diperluas, karena bisa menjadi instrumen pengendalian harga ketika panen raya,” terang Arief.

Saat ini, produksi buah naga memang terus meningkat. Ada lima kecamatan di Banyuwangi yang sedang panen raya secara bersamaan. Produksi buah naga di Banyuwangi terus meningkat tiap tahun.

Pada 2012, produksinya masih sebesar 12.936 ton (2012), lalu meningkat lebih dari tiga kali lipat menjadi 42.349 ton pada 2017. Penambahan produksi itu seiring penambahan lahan kebun buah naga. Pada 2012 baru seluas 539 hektar, pada 2017 sudah mencapai 1.290 hektar.

“Banyak petani yang mengalihkan lahannya dari sawah padi menjadi buah naga karena tergiur keuntungannya. Namun, ketika panen bersamaan memang harganya berpotensi turun,” ujar Arief.

Baca juga: Manfaatkan Buah Naga untuk Sel Surya, Siswa Ini Berlaga di Amerika

Arief menambahkan, untuk harga buah naga organik saat ini masih stabil di kisaran Rp 15.000 per kilogram. “Karena itu, kami mendorong dan memfasilitasi petani menggarap buah naga organik yang harganya lebih stabil,” ujar Arief.

Arief juga terus mendorong hilirisasi buah naga yang sekarang sudah dilakukan sejumlah pelaku usaha dengan mengolah buah naga menjadi beragam jenis makanan, minuman, hingga komestik.

”Hilirisasi penting untuk memberi nilai tambah agar petani tetap menikmati keuntungan yang memadai,” ujar Arief. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com