Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Raja Thailand Telah Tanda Tangani Dekret Kerajaan Mendukung Pemilu

Kompas.com - 23/01/2019, 16:20 WIB
Agni Vidya Perdana

Penulis

Sumber AFP

BANGKOK, KOMPAS.com - Raja Thailand Maha Vajiralongkorn telah mengeluarkan dekret kerajaan yang mendukung dilaksanakannya pemilihan umum pada tahun ini.

"Saat ini menjadi waktu yang tepat untuk menggelar pemilihan anggota parlemen," tulis dekret Raja Maha Vajiralongkorn, yang dirilis dalam lembaran kerajaan Thailand, pada Rabu (23/1/2019), dan ditandatangani pemimpin junta Prayut Chan-O-Cha.

Junta mengatakan, pemilihan akan digelar selambat-lambatnya pada akhir Februari. Tetapi penandatanganan yang terlambat oleh raja dapat membawa pemilihan tertunda selama beberapa pekan.

Tanggal pasti pemilihan yang telah lama tertunda itu baru akan diumumkan kemudian oleh Komite Pemilihan Thailand. Salah satu opsi tanggal yang telah banyak disebut mungkin dipilih adalah 24 Maret.

Baca juga: Thailand Kembali Tunda Pelaksanaan Pemilu hingga Maret

Pemilihan umum tersebut akan menjadi yang pertama digelar sejak kudeta militer yang menggulingkan pemerintahan Yingluck Shinawatra, pada 2014.

Sejak saat itu pemerintahan yang dikendalikan junta militer telah menulis ulang konstitusi, memberangus seluruh perbedaan pendapat, dan menunjuk sekutu-sekutu junta di posisi kunci dalam birokrasi.

Dikeluarkannya dekret kerajaan itu telah memicu dimulainya musim kampanye.

Sejumlah partai baru, baik yang bersekutu dengan militer, maupun yang mendukung klan Shinawatra yang masih kuat, telah memulai pertemuan dan perekrutan, menyusul banyaknya nama yang muncul sebagai calon perdana menteri masa depan.

Di antara nama-nama yang muncul, sosok Prayut Chan-O-Cha, yang menjabat sebagai perdana menteri Thailand saat ini, masih termasuk di dalamnya.

Pemimpin junta militer itu dalam beberapa bulan terakhir telah melakukan kunjungan keliling negeri untuk mengubah pandangan terhadap dirinya dari sosok militer yang kasar menjadi seorang pemimpin yang merakyat.

Walau demikian, namanya tidak terlalu populer di antara rakyat Thailand, yang lelah dengan gaya penindasannya.

Belum lagi junta yang dianggap telah meruntuhkan perekonomian namun tidak banyak bertindak untuk mengatasi korupsi, standar pendidikan yang buruk, dan kesenjangan sosial yang kejam di negara kerajaan itu.

Baca juga: Thailand Bakal Lebih Toleran Tangani Para Pencari Suaka

Meskipun nantinya saingan junta dapat meraih hasil yang baik dalam pemilihan, pemerintahan sipil yang baru tetap tidak dapat lepas dari konstitusi yang telah dituliskan junta militer.

Hal itu memungkinkan Majelis Tinggi yang ditunjuk penuh untuk menanamkan strategi 20 tahun yang mengatur mulai dari ekonomi hingga pendidikan.

"Anda bisa menyebutnya sebagai demokrasi campuran," ujar pengamat politik dari Universitas Thammasat, Somjai Phagaphasvivat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber AFP
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com