Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Atap Rumbia dan Dinding Bambu Tak Surutkan Semangat Belajar Mereka

Kompas.com - 18/01/2019, 15:00 WIB
Masriadi ,
Khairina

Tim Redaksi

ACEH UTARA, KOMPAS.com- Sejumlah pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) Swasta Ta’alimil Mubtadi terlihat serius belajar, Jumat (18/1/2019).

Seorang guru wanita berdiri di depan kelas. Suaranya keras menjelaskan mata pelajaran. Tujuh murid terlihat serius menyimak.

Semangat belajar itu terekam di balik bangunan sekolah yang nyaris mirip kandang hewan ternak. Tepas bambu menjadi dinding dipadupadankan dengan atap rumbia. Sejumlah dinding pun terlihat lubang menganga.

Bangunan itu berada di Kompleks Pesantren Ta’alimil Mubtadi di Desa Pucok Alue, Kecamatan Baktiya, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh. Di sana, murid sekaligus santri belajar di pesantren yang dalam bahasa Aceh disebut dayah itu.

Jika dilihat dari luar, bangunan itu berbentuk memanjang. Namun, di dalamnya dipasang sekat. Sehingga menjadi tiga ruang atau tiga kelas.

Jangan membayangkan gedung sekolah umumnya jika menimba ilmu di sekolah sederhana itu. Kondisinya miris. Kursi dan meja beralaskan lantai tanah. Di bagian depan digantung satu papan tulis.

“Ini dibangun 2015 lalu. Awalnya lokasinya bukan di sini, tapi di desa tetangga. Karena kendala lahan, kami pindahkan kemari,” sebut Kepala Sekolah SMP Ta’alimin Mubtadi, Mutazabuddin.

Baca juga: Tak Ada Siswa yang Terlibat dalam Kasus Narkoba di Sebuah Sekolah di Jakbar

Sekolah itu didirikan dengan semangat agar santri yang mondok di dayah itu bisa sekolah formal. Selain menimba pengetahuan agama, mereka juga memperoleh pengetahuan umum, layaknya sekolah pada umumnya.

“Orang tua santri bilang, memohon agar pimpinan pesantren juga menyiapkan sekolah. Sehingga, ini kami bangun bersama-sama. Kondisinya ya begini,” sebut Mutazabuddin lirih.

Bahkan, bangunan yang memperihatinkan itu pun hasil swadaya masyarakat. Meski begitu, para pelajar bertahan. Pasalnya, sekolah lain terbilang jauh dari kompleks pesantren.

“Untuk fisik, belum ada bantuan pemerintah. Bantuan pemerintah berupa dana operasional. Para pelajar pun jika mengikuti ujian nasional harus ke sekolah lain yang memiliki komputer dan fasilitas memadai,” terang Mutazabuddin.

Dengan kondisi seadanya, sekolah itu telah menamatkan angkatan pertama.

Mutazabuddin menyebutkan, mereka terus berupaya agar setara dengan sekolah negeri dan swasta lainnya di daerah yang dikenal kaya minyak bumi dan gas itu.

Untuk gaji guru honorer yang ada, sekolah masih mengandalkan sumber dana bantuan operasional sekolah.

Mereka berharap, ada sumber dana lainnya untuk memperbaiki bangunan sekolah, sarana belajar seperti buku dan alat peraga serta laboratorium.

“Kami terus berusaha menjadikan sekolah ini yang terbaik ke depannya,” terangnya.

Mendung mulai mengantung mengelantung di atap rumbia bangunan sekolah itu. Tak lama hujan turun.

Di dalam kelas, mereka terus belajar, menimba ilmu dan berharap menjadi generasi terbaik negeri ini.

Kompas TV SMAN 6 soal menjelaskan, Jokowi adalah lulusan sekolah itu pada tahun 1980. Menurut kepala SMAN 6 Solo, Agung Wijayanto, saat Jokowi lulus sekolah SMAN 6 masih bernama sekolah menengah pembangunan persiapan, SMPP.<br /> <br /> Baru pada tahun 1985, sekolah ini berganti nama menjadi sekolah menengah utama tingkat atas dan akhirnya menjadi SMAN 6 solo. Ia pun membantah informasi soal ijazah palsu milik Jokowi.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com