Alasan mengajak partisipasi masyarakat, menurut Risma, karena Kota Surabaya memiliki masalah besar untuk diselesaikan, tetapi dengan anggaran terbatas yang tersedia.
Oleh karena itu, pihaknya kemudian menciptakan berbagai macam program dan kebijakan untuk menyelesaikan masalah ini agar tidak membebani anggaran lokal, di antaranya yakni mengajak masyarakat untuk ikut berperan serta bersama pemerintah mengatasi permasalahan sampah.
Warga mulai diajarkan bagaimana mengelolah sampah secara mandiri yang berkonsep pada 3R. Partisipasi publik yang kuat menjadi faktor utama keberhasilan Kota Surabaya dalam mengatasi permasalahan sampah.
Metode pengomposan sederhana dengan biaya rendah juga diperkenalkan kepada masyarakat dengan menggunakan keranjang Takakura di setiap rumah.
Bahkan, warga mulai diajak mendirikan bank sampah, di mana orang dapat menjual sampah anorganik mereka secara teratur dan menarik uang ketika mereka membutuhkannya. Banyak bahan dari sampah yang digunakan kembali sebagai dekorasi kampung, pot bunga, pohon natal, dan sebagainya. Orang-orang juga mendaur ulang sampah anorganik menjadi produk yang bernilai ekonomis untuk dijual dan mendapatkan penghasilan tambahan.
Dia mengatakan, Surabaya juga bekerja sama dengan mitra internasional dalam metode pengelolaan limbah, termasuk Kota Kitakyushu untuk pengomposan dan pemilahan sampah, serta Swiss untuk penggunaan lalat hitam dengan tujuan mengurangi sampah organik.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan