Setiap hari, dari satu kampung ke kampung lain. Satu kali servis dia mendapat bayaran sekitar 150 rupiah.
14 tahun kemudian, tepatnya saat reformasi, Nuriman menemukan titik balik. Dia mendapatkan jaringan sejumlah gudang payung dan pabrik.
“Tahun 1999, saya menemukan pabrik atau gudang ini (limbah payung). Sedikit-sedikit modal, ngutang-ngutang ke sana-sini. Saya beli, saya betulin, saya jual. Sampai banyak teman yang ikut,” kata pria yang dulu tinggal di Cengkareng.
Baca juga: Kisah Heni, Jualan untuk Sekolah hingga Sukses Luncurkan 2 Brand Busana Muslim
Satu payung dia jual saat itu Rp 3.000. Nuriman membeli limbah payung itu borongan, tidak sedikit dia merugi dalam proses usaha ini.
Nuriman memutuskan pulang ke Cirebon. Dia membangun jaringan dan membawa usahanya ke kampung halamannya di desa panguragan cirebon sekitar tahun 2014.
Karirnya, dari tukang jasa servis payung keliling, tak punya karyawan, kini memiliki sekitar 15 karyawan yang berasal dari sekitar tempat tinggalnya.
Fadhilah adalah anak terakhirnya yang kini meneruskan usaha Nuriman, sementara Syarifudin fokus kerja di bengkel.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.