Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Galian C Ilegal di Kota Tasikmalaya Sebabkan Bencana Kekeringan Parah

Kompas.com - 08/01/2019, 11:52 WIB
Irwan Nugraha,
Khairina

Tim Redaksi

TASIKMALAYA, KOMPAS.com - Wakil Wali Kota Tasikmalaya Muhammad Yusuf, mengklaim wilayahnya saat ini menjadi korban terdampak penambangan pasir ilegal yang marak kembali di Kecamatan Mangkubumi dan Bungursari, Kota Tasikmalaya.

Hilangnya bukit dieksploitasi secara masif tanpa izin oleh oknum pengusaha menyebabkan resapan air berkurang dan bencana kekeringan air bersih.

Apalagi, setiap musim kemarau, petugas BPBD dan instansi lainnya selalu berkeliling menyuplai air bersih di setiap perkampungan terdampak galian pasir di Kecamatan Mangkubumi dan Bungursari.

"Bukit atau gunung berfungsi sebagai resapan air dan jangan sampai dirusak. Pencemaran lingkungan oleh galian C menyebabkan bencana kekeringan air bersih cepat melanda. Ini jelas merugikan masyarakat banyak," jelas Yusuf, Selasa (8/1/2019).

Baca juga: Gelapkan Uang Kompensasi Galian C, Kades Ditangkap Polisi

Ditambahkan Yusuf, sampai saat ini pemerintah kota belum memiliki data berapa jumlah pengusaha galian C di dua kecamatan tersebut yang sudah mengantongi izin dan yang ilegal.

Pasalnya, kewenangan pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) bagi pengusaha sepenuhnya berada di dinas terkait Provinsi Jawa Barat.

"Tapi saat saya melintas ke Jalan Mangkubumi-Indihiang (Mangin), memang tambang galian pasir hampir di sepanjang jalan itu beroperasi secara bebas. Kawasan itu pun kini sangat terlihat gersang sekali," tambah dia.

Yusuf berharap, pengusaha tambang pasir yang sudah memiliki izin resmi diharapkan untuk melakukan reklamasi untuk minimalisasi fungsi sebagai resapan air sebelumnya.

Apalagi, reklamasi merupakan kewajiban yang harus dijalankan oleh pengusaha tambang yang berizin resmi.

"Ya, kalau yang ilegal boro-boro akan lakukan reklamasi, kegiatan menggali pasirnya saja sudah melanggar hukum. Jelas itu," ungkap dia.

Sebelumnya, Pemkot Tasikmalaya selalu menganggarkan untuk pembelian bukit berfungsi sebagai resapan air supaya tak diganggu oleh pengusaha tambang ilegal dan nakal.

Namun, pada tahun ini pihaknya tak bisa menganggarkan pembelian bukit tersebut karena keterbatasan anggaran.

"Tujuannya membeli bukit oleh pemerintah kota supaya tak dirusak oleh oknum pengusaha tambang pasir ilegal. Jadi kalau milik pemerintah, mereka tak berani mengeksploitasi bukit. Jadi resapan air tetap terjaga supaya tak kekeringan. Tapi, sekarang dananya tak ada," pungkasnya.

Baca juga: Kota Tasikmalaya Surga Tambang Pasir Ilegal

Diberitakan sebelumnya, beberapa lokasi penambangan pasir ilegal di wilayah Kecamatan Mangkubumi dan Bungursari Kota Tasikmalaya, masih terlihat bebas beroperasi sampai sekarang.

Seperti di Jalan Mangkubumi-Indihiang (Mangin), terlihat beberapa titik galian C dengan alat berat dan antrean truk pengangkut pasir bebas melakukan aktivitasnya.

Para penambang liar seakan tak pernah jera meski sering dilakukan operasi penertiban oleh Polda Jawa Barat dan Dinas Pertambangan Provinsi setempat.

Kompas TV Gubernur Kalimantan Timur memastika longsor di Kutai Kartanegara bukan akibat penambangan Batubara, menurut gubernur pemukiman penduduk dengan lokasi tambang berada dalam jarak aman. Gubernur Isran Noor juga memastikan PT Adi Mitra Baratama Nusantara tidak melanggar izin, Isran menyebut lokasi pertambangan dengan pemukiman penduduk berjarak 200 meter. Padahal berdasarkan peraturan Menteri Lingkungan Hidup jarak minimal dari lubang galian dengan pemukiman warga adalah 500 meter.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com